Bertingkah
"Kamu kenapa gak ngomong kalau dia selalu jalan sama David?" Salsabila bertanya ketika mereka sudah di apartemen kembali.
Daniel tidak menjawab. Pria itu pun tidak tahu jika istri pertamanya selalu jalan bareng dengan laki-laki lain tanpa seizin nya akan tetapi Daniel tidak mau egois.
Ia tidak mempersalahkan kehadiran David bersama Cathleen selama laki-laki itu bisa menjaga istrinya.
"Niel, kamu dengar gak sih!" Salsabila membalikan suaminya berbaring di sofa.
"Apa sih, Sa. Mana aku tahu kalau dia sering jalan. Aku uda pernah bilang kan kalau dia uda gak mau baikan sama aku itu semua Demi kamu." jawab Daniel dengan tegas.
Salsabila menatap Daniel. Tidak ada kebohongan dalam matanya namun Salsabila ingin sekali bertemu kembali dengan David sahabat kecil.
"Jangan bertingkah Sa. Cukup ya kalau kamu bertingkah aku tidak akan memaafkan mu." ancam Daniel. Pria itu tahu gelagat istrinya sudah pasti akan mengganggu Cathleen kembali.
"Apa sih, curiga mulu." jawabnya kemudian berlalu masuk ke dalam kamar.
Wanita hamil itu berganti baju menggunakan dress rumahan ibu hamil.
Salsabila tengah berfikir bagaimana mungkin seorang David bisa menjadi tampan dan sepertinya pria itu saat ini memiliki segalanya.
Pikirnya. Bagaimana tidak Salsabila dengan Cathleen bersahabat bersama David semenjak mereka kecil.
Salsabila selalu merendahkan David sewaktu kecil.
Ia teringat sekali ketika mereka harus berpisah karena keadaan juga kota yang akan mereka singgahi ketika mereka dewasa.
Flash back on
Malam hari ketika mereka berdiri di sebuah panti asuhan karena David yang memang tidak mempunyai kedua orang tua bersama dengan Salsabila.
Sementara Cathleen adalah anak dari pendiri panti tersebut. Mereka bertiga berada di halaman depan rumah duduk bertiga dengan David berada di depan kedua gadis itu.
Salsabila bermain ayunan bersama Cathleen di sampingnya.
"Kamu yakin mau pindah ke Amerika?" tanya Salsabila.
David menganggukkan kepalanya, "Ya mau gimana lagi ... Aku akan mencoba peruntungan di negera sana, walaupun aku harus menjadi gembel dan bekerja keras di sana setidaknya tidak menjadi gelandangan di negara sendiri." jawab pria itu dengan penuh semangat.
"Bagaimana kalau ternyata kamu di sana tidak sukses. Kerja juga gak ada pengalaman apalagi ijazah atau pun Surat lainnya yang bisa menjamin kamu David." sambar Salsabila.
Perempuan itu selalu tidak percaya jika sahabat kecil mereka bercita-cita menjadi orang kaya dan mempunyai segalanya.
"Bil, uda ah biarin aja doa kan saja yang terbaik." bela Cathleen tentu saja pria itu menganggukkan kepala merasa menang karena telah di dukung Cathleen.
"Liat saja nanti, kalau gak sukses awas aja ya." ujar Salsabila kemudian.
"Salsabila bisa gak sih kamu tuh gak usah hujat dia, kasian David. Dia mau berusaha untuk jadi orang yang sukses kok kamu malah gitu. Kalau dia uda sukses kamu pasti menyesal." lagi-lagi Cathleen membela David.
Flash back off
Dan kini Salsabila benar-benar menyesal mungkin David benci dengan dirinya karena pernah merendahkan pria itu di masa lampau.
"Nomornya masih yang dulu gak, ya?" tanya Salsabila pada dirinya sendiri.
Perempuan itu mencoba untuk menghubungi David sahabat kecilnya.
Tut...
Tut...
Tak ia sangka nomornya benar-benar terhubung akan tetapi tidak lama bukannya suara panggilan dari si penerima telpon melainkan suara operator.
"Ish, kok di matiin sih. Apa dia tau ya kalau aku yang menghubungi." batinnya berbicara seraya melihat ponsel sendiri.
"Kenapa liatin ponselnya kaya gitu?" suara sang suami mengagetkan Salsabila.
Perempuan itu tidak peduli dengan suaminya. Ia hanya mau segera bisa komunikasi dengan David sahabatnya.
Terbesit dalam benak Salsabila untuk menghubungi Cathleen istri pertama dari sang suami. Namun, ia urungkan mengetuk-ngetuk ponselnya.
Sambil mondar mandir seperti setrikaan perempuan tengah hamil itu mencoba untuk membuka sosial media David.
"Oh ... Ini sosial medianya. Dia menetap di sini ya sekarang ... Gila keren banget dia uda pernah ke berbagai negara." gumam Salsabila masih memandangi ponselnya.
Wanita itu duduk di sofa tunggal di kamarnya.
***
"Kamu kenapa kok gitu sih sama Salsabila, dia kan teman kamu juga." Saat ini Cathleen tengah melakukan panggilan telpon bersama sahabatnya David.
Lebih tepatnya pria itu yang menghubungi nya terlebih dahulu. Ia menceritakan jika Salsabila menghubungi dirinya.
"Gedeg aja gue. Laki orang dia embat aja! Sorry ya gue gak punya temen kaya dia." jawab David.
Mendengar jawaban dari lawan bicaranya seperti itu membuat Cathleen tertawa. Entahlah ia merasa lucu dengan tingkah kedua sahabatnya itu.
"Lagian kenapa gak lo jambak aja sih rambutnya, Cath. Kalau gue ya jadi elo uda gue unyeng-unyeng tuh gak punya harga diri banget rebut suami sahabat sendiri." tambahnya lagi.
Alih-alih ikut terbawa suasana Cathleen justru merasa terhibur dengan ocehan-ocehan David pria itu selalu bisa membuat suasana lebih nyaman.
"Kalau aku bisa, uda aku lakuin David. Sayang nya aku orang nya tidak seperti itu. Kalau emang keduanya sama-sama suka ya uda ngapain lagi percuma juga aku mempertahankan jika dia sendiri tidak bisa mempertahankan." jawab Cathleen santai.
Jleb.
David serasa di tampar dengan omongan Cathleen. Perempuan berprofesi sebagai dokter tengah hamil tua itu begitu dewasa dan bijak sana.
David sampai tertegun tidak bisa membalas perkataannya.
"Uda ah, gue mau ambil camilan dulu dede bayinya lapar." Cathleen memutus sambungan telpon dengan sepihak.
Tanpa David ketahui dalam hati kecil Cathleen perempuan itu takut jika Salsabila akan bertingkah dari apa yang ia pikirkan.
Sudah cukup baginya sang suami di rebut olehnya. Ia tidak mau jika David laki-laki yang memberikan kenyamanan juga perhatian layaknya suami siaga itu beralih pada Salsabila.
Bagaimana pun juga Salsabila adalah perempuan cantik yang pintar membolak balikkan fakta.
Bisa saja dirinya bercerita seakan-akan dialah yang menjadi korban.
"Cath, kenapa melamun?" tanya Dahna. Wanita itu menghampiri sang menantu tengah duduk di meja makan tengah malam.
"Eh, ibu. Enggak lagi bingung aja mau makan apa uda jam segini." dusta nya.
"Kasian cucu oma, kelaparan ya nak." ujar Dahna mengelus perut buncit Cathleen.
Perempuan itu hanya tersenyum sebagai jawaban.
"Mau makan apa, biar ibu buatkan?" tanyanya kemudian.
"Terserah ibu aja, apapun masakannya selalu enak dan tidak pernah keluar lagi kalau ibu yang masakin." jawabnya membuat hati Dahna begitu terharu.
Wanita setengah paruh baya itu segera beranjak membuka lemari pendingin mencari bahan untuk dia olah.
Merasa sudah ketemu dengan apa yang akan dia masak Dahna dengan keahlian memasaknya begitu lihay tak tertandingi.
Cathleen hanya bisa terkekeh melihat sang ibu mertua begitu telaten memasak dan mau direpotkan tengah malam bikin masakan untuk orang ngidam.
Tidak sampai sepuluh menit makanan yang di olah ibu mertuanya selesai.
"Silahkan di nikmati, nyonya." Dahna bergurau. Perempuan itu tersipu ketika dirinya di panggil nyonya.
"Ibu, jangan gitu aku jadi keenakan." jawab Cathleen dan keduanya tertawa bersama.
Cathleen memakan makanan itu begitu lahap. Ia berterimakasih dan memuji jika makanan nya sangat enak.
"Cath, David perhatian banget sama kamu. Apa mungkin kalian ..."
Deg.