Kota Dorthive memang sangat jauh dari Ibukota, letaknya terpencil dan tidak banyak kabar yang datang dari sini, semua orang hanya tahu jika kota Dorthive sangat lembab, basah, berlumpur dan dingin.
Selain itu, sang Marquis dan Celia Fern adalah hal yang selalu dikaitkan dengan kota Dorthive.
Renee menyadari bahwa ada terlalu banyak hal yang mungkin tidak seharusnya ia ketahui, termasuk Leo yang sekarang ada di depannya.
Sepertinya ia tidak punya pilihan, selain ada di sisi laki-laki itu sampai tiga bulan ke depan.
Kereta kuda berjalan dengan pelan menuju Mansion Emmanuel, Renee menghela napas panjang dan menyadari kalau apa yang terjadi hari ini adalah peringatan untuk dirinya agar tidak mengingkari janjinya pada sang Ratu.
Ia harus bertahan di sisi Leo, setidaknya tiga bulan.
Leo di depannya tidak mengatakan apa pun, ia bersandar dengan tenang di kursinya dengan mata yang terpejam. Bayangan lentera yang menggantung di sudut terpantul di wajahnya dan Renee bisa melihat dengan jelas seperti apa wajahnya.
Sebenarnya Leo terlihat lebih jauh lebih lembut daripada biasanya jika ia diam dan keningnya tidak berkerut. Sayang sekali ia selalu menyorot orang lain dengan dingin sehingga tak jarang Renee merasa ia terlihat pemurung dan suram.
Tapi setidaknya, Leo masih memiliki kebaikan di hatinya, ia masih mau melindungi pelayannya yang mati-matian ingin kabur.
Renee menghela napas lagi, lalu membuang muka menatap jalanan yang gelap di luar, sementara itu Leo yang ada di sampingnya perlahan membuka mata dan melirik Renee.
Keheningan yang terjadi di kereta akhirnya berakhir di depan Mansion, Renee langsung turun dan menunggu Leo turun dibantu pelayannya.
"Tuan." Ivana membuka pintu lebar-lebar sambil menundukkan kepalanya. "Apakah sesuatu terjadi?"
Ivana bisa melihat gaun yang dipakai Renee sudah dalam keadaan yang tidak layak, robek dan berlumpur, belum lagi ada perban yang melilit kakinya.
"Tidak." Leo melambaikan tangannya dan mengisyaratkan pada Renee agar terus mendorong kursi roda ke dalam. "Tolong siapkan makan malam."
Ivana terdiam sesaat, seakan ia tidak puas dengan apa yang Leo katakan. Siapa pun yang melihat penampilan Renee akan tahu kalau sesuatu telah terjadi.
Pada akhirnya, Renee hanya menghela napas panjang, ia harus menjelaskan ini sebelum Ivana terus mendesak Leo.
"Maaf … aku berusaha kabur, tapi tidak berhasil. Aku ... tidak akan mengulanginya lagi di masa depan."
"Baguslah," kata Ivana tanpa ragu, matanya kembali melirik Leo yang diam di tempatnya. "Tuan bisa kembali ke kamar untuk membersihkan diri, makan malam akan siap dalam waktu tiga puluh menit."
"Ya."
Ivana menganggukkan kepalanya, lalu melesat menuju dapur, sepenuhnya membiarkan Renee untuk membawa Leo masuk ke dalam. Wanita itu menahan napasnya, entah kenapa saat Ivana bertanya, ia bisa merasakan ada tekanan yang sangat kuat.
"Cukup, kau bisa kembali ke kamarmu dan istirahat." Leo melambaikan tangannya dan melirik Renee di belakangnya.
Renee melepaskan tangannya dan melihat Leo yang mengangkat tangannya ingin membuka pintu, laki-laki itu melirik dirinya, seakan tengah menunggu dirinya untuk pergi.
"Ah, aku ingin mengucapkan terima kasih." Renee mengusap lengannya, tanpa Leo yang menyelamatkannya, ia mungkin tidak bernapas lagi sekarang. "Terima kasih sudah menyelamatkanku."
Leo mengangguk pelan dan melambaikan tangannya lagi. Renee hanya bisa menggigit lidahnya ketika melihat Leo mengusirnya untuk kesekian kalinya.
"Itu saja, aku akan kembali ke kamarku." Renee melengos, pergi dengan cepat.
Leo menggelengkan kepala, masuk ke kamarnya dengan tenang.
Renee membersihkan dirinya di kamar mandi dengan cepat, ia sangat kotor di mana-mana dan kakinya yang terbalut perban ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama di air.
Suasana Mansion keluarga Emmanual yang biasanya ia lihat gelap, kini mulai bercahaya, di setiap sudut lentera tergantung, ada lilin yang menyala di setiap meja. Renee tidak tahu apakah ini akan menjadi keanehan selanjutnya, tapi ia tidak ingin terlalu banyak berpikir.
Ketika ia melangkah melewati dapur, ia melihat siluet punggung Ivana dengan dua orang pelayan yang ada di sampingnya, mereka sepertinya tengah membicarakan sesuatu.
"Hal-hal kecil ini, tidak kah seharusnya ia disingkirkan?" Pelayan dengan rambut digulung itu menghela napas, matanya melirik sup yang mendidih di atas panci. "Wanita itu bahkan tidak sopan lagi pada Tuan Leo."
Renee menghentikan langkahnya, tanpa diberitahu pun, ia tahu kalau yang mereka bicarakan saat ini adalah dirinya.
"Jangan berbicara omong kosong." Ivana mengaduk sup setelah memasukkan sesendok garam ke dalamnya. "Wanita itu hanya titipan dari sang Ratu, tiga bulan kemudian ia pasti akan pergi. Selama Tuan Leo ingin bermain dengannya, ia masih aman di sini."
"Ah, begitu. Ia sedikit beruntung." Pelayan yang mengobrol bersama Ivana itu mendengkus, Renee bisa merasakan kalau ada nada kecemburuan dalam suaranya.
"Jangan dengarkan mereka," bisik seseorang tiba-tiba, Renee langsung menoleh melihat pelayan lain berdiri di dekatnya, ia menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Ikuti aku."
"Kau …."
"Namaku Bella," kata Pelayan itu, Renee bisa melihat rambutnya yang hitam itu dipotong pendek. "Aku dengar kau kabur?"
"Tidak berhasil." Renee mengikuti langkah kaki Bella, mereka berjalan menuju lorong yang panjang dan gelap.
"Aku tidak tahu apakah aku boleh mengatakan ini padamu atau tidak," kata Bella lagi dengan gumaman pelan. "Tapi tolong bersikap baiklah pada Tuan Leo, jika ia menyukaimu, maka kau bisa keluar dari sini dengan mudah."
Renee terdiam, matanya menatap Bella dengan tidak percaya.
"Aku serius." Bella melirik sekitar, seakan takut kalau ada yang mendengar percakapan mereka. "Di kota ini, yang baik bisa terlihat jahat, yang jahat bisa terlihat baik. Jangan tertipu."
"Apa maksudmu?"
Bella tiba-tiba saja mendekat pada Renee hingga wanita itu terdorong ke dinding, ia menarik kerah bajunya memperlihatkan tulang selangkanya, Renee bisa melihat kalau di sana kulitnya berwarna hitam, seakan terbakar.
"Apa ... itu?"
"Ya, jangan sampai sepertiku." Bella menarik kerah bajunya lagi dan melirik sekitar, merasa lega kalau sekarang hanya ada mereka berdua. "Aku tidak bisa terlalu sering menemuimu, jadi ingat saja apa yang aku katakan, oke?"
Renee tanpa sadar menangguk, walau sebenarnya ia tidak mengerti dan masih mencerna apa yang sebenarnya dimaksud Bella.
"Tuan Leo, dia adalah orang baik." Bella menarik napas penuh kelegaan, ada jejak kegembiraan dan kebanggaan yang bercampur jadi satu di wajahnya.
Renee melebarkan matanya, bayangan Leo yang menyuruhnya pergi ke luar di saat malam yang dingin, mencuci pakaian dan piring yang menumpuk, belum lagi rumor-rumor buruk yang beredar di sekitarnya.
"Bagaimana bisa orang seperti itu disebut sebagai orang baik?" Renee bergumam perlahan, tapi ia kembali teringat kejadian Leo yang mengayunkan pedang di benaknya, kedua tangannya terkepal dengan erat.
Apakah ia telah salah menilai seseorang?