Mendadak Anya mengecup bibirnya. Jefri termangu sesaat.
"Tolong, jangan pergi lagi tanpa ngasih tahu dulu," pinta Anya dengan lirih dan tatap lekat.
Dia meraih tangan sang kekasih dan menggenggamnya. "Kamu hidupku. Aku nggak bisa ngehadepin semuanya sendirian tanpa kamu. Jadi, jangan pergi tanpa ngasih tahu dulu, aku bisa gila kalau kamu nggak ada," lanjutnya.
"Iya, maaf ya," sahut Jefri. Dia mengecup kening Anya lembut.
"Aku nggak akan pergi tanpa pamit lagi. Aku janji." Jefri mengulurkan jari kelingkingnya.
Anya lantas menautkan jarinya dan tersenyum lega. "Aku pusing ...." Dia pun mulai menceritakan permasalahan yang dia hadapi tanpa memotong atau menutup-nutupi pada Jefri.
Anya sangat nyaman bicara dengan sang kekasih, tanpa takut dihakimi atau terlihat lemah. Semua hal tentang dirinya, telah Jefri tahu. Hal itu membuatnya merasa bebas mengatakan apapun dan melakukan apapun.
"Kalau masalah itu, sebaiknya kamu bicarakan dengan Pak Jiwo dan Bu Sri," ucap Jefri menanggapi.