Baixar aplicativo
3.02% Noktah Merah Muda Pernikahan / Chapter 12: Terbawa Perasaan

Capítulo 12: Terbawa Perasaan

Fabio mengacak rambut Amanda yang berjalan di depannya. Karena asik bercanda Amanda hampir saja tergelincir dari high heels yang dia kenakan. Beruntung Fabio berjalan di belakangnya, sehingga dengan cepat pria itu menangkap tubuh ramping Amanda yang hampir jatuh ke tanah.

Tangan Amanda memeluk mesra leher suaminya itu. Pandangan keduanya bertemu dan Fabio merasa gejolak di dadanya tak tertahan lagi. Kecupan manis di bibir Amanda membuat wanita itu segera memejamkan matanya dan menikmati sentuhan bibir suaminya.

"Hyak, ini bukan kamar tidur. Lakukan hal itu di dalam. Banyak pekerja di sini," omel Yoona yang terbakar cemburu.

Ciuman keduanya lepas dan Fabio membantu Amanda untuk berdiri. Yoona terlihat masuk dan Amanda berjalan menuju kamarnya

Dia mengganti bajunya dan menuju dapur untuk membuatkan pasta pesanan suaminya itu. Sementara Fabio mengikuti Yoona yang berjalan masuk ke kamar tidurnya dengan perasaan yang begitu kesal dan marah.

Langkah panjang Fabio membuat dia segera meraih pinggang ramping Yoona. Tubuh Yoona lebih kecil dari pada tubuh Amanda. Tapi tubuh Amanda lebih menggoda.

"Maaf, Sayang. Aku hanya sedang terbawa suasana," ujar Fabio sembari menciumi leher dan pundak istri pertamanya.

"Lakukan malam ini dan pastikan dia hamil dalam sekali tembakanmu," kata Yoona.

"Apa maksudmu? Mengapa bicara seperti itu?" desak Fabio.

"Aku sudah lama hidup sendiri tanpa orang tua. Aku ingin segera pindah ke rumah ibu dan hidup bersama mereka," jelas Yoona.

Pikiran Fabio melayang. Ibunya menawari Amanda tinggal di sana tanpa syarat apapun. Tapi di sini lain istrinya merengek ingin segera pindah dan tinggal bersama ayah dan ibu Fabio.

"Apa ini? Mengapa kau justru ingin tinggal di sana? Apa tempat ini tak nyaman?" tanya Fabio.

"Kau benar, semakin tak nyaman setelah wanita itu masuk dan aku melihatnya bisa mengurus segalanya," jelas Yoona.

Suara hentakan pisau Amanda terdengar begitu nyaring dari arah dapur. Keahliannya memasak berasal dari pengalamannya bekerja paruh waktu di berbagai restoran dulu.

Dalam sekejap pasta itu tersaji di atas meja makan. Dia juga membuat beberapa porsi untuk para pembantu dan pengawal.

"Makanan sudah siap di meja, aku hanya perlu mandi dan memanggil Fabio untuk makan," kata Amanda.

Dia segera masuk kamarnya dan dia begitu kaget melihat suaminya berdiri di depan almari tanpa memakai kaos dan hanya berbalut handuk di bagian bawahnya.

"Astaga, mengapa di sini? Bukankah kau mengatakan kau akan di kamar Yoona?" tanya Amanda.

"Yoona mengusirku dengan sadis. Dia mengancam agar aku segera membuka segel itu," canda Fabio.

Amanda tersenyum licik. Dia masih tak percaya jika segelnya terus saja menjadi bahan candaan Fabio.

"Aku akan mandi. Pasta pesananmu sudah siap di meja makan. Kau makan saja, aku tak lapar. Aku ingin tidur." Amanda mengatakan apa yang ingin dia katakan dan berlalu menuju kamar mandi.

"Apa aku mengatakan hal yang salah? Mengapa sikapnya berubah?" batin Fabio.

Dia segera memakai kaosnya dan menuju ruang makan. Ada beberapa pengawal yang sedang makan di dapur kotor rumah itu.

"Nyonya Amanda sangat baik pada kita. Hampir setiap dia memasak selalu ada jatah untuk kita," ujar pengawal.

"Kau benar, rasanya juga tak pernah main-main. Tak kalah enak dengan masakan koki rumah ini," ujar yang lain.

Fabio tersenyum mendengar para pengawalnya menyukai Amanda. Dia berdehem untuk mengisyaratkan keberadaannya di sana. Dia meraih sandaran kursi dan duduk menikmati pasta yang di masak oleh istri keduanya itu.

"Bi, bisa antar ini untuk Yoona. Dia marah padaku dan kurasa dia tak akan membuka pintu untukku," kata Fabio.

"Baiklah, Tuan," jawab pembantu itu dan segera mengantar sepiring pasta lezat itu ke kamar madu Amanda.

Fabio melahap habis pasta itu dan segera mencuci tangannya setelah selesai. Dia berjalan menuju tangga. Nalurinya selalu menuntunnya ke kamar istri pertamanya itu. Tapi baru sampai di tengah tangga, terlihat Amanda keluar dari kamar dengan dress atas lutut yang ia pilihkan di butik tadi.

Paha mulus gadis itu terekspos sempurna oleh mata pria yang gengsi itu.

"Aish, aku harus naik atau turun?" batin Fabio.

Amanda tak melihat Fabio dan melenggang menuju laundry room. Dia meletakan pakaiannya dan pakaian Fabio yang kotor dalam mesin cuci dan segera memutar mesin itu.

Amanda duduk menunggui cucian itu sembari memainkan ponselnya. Dia mengirim pesan pada Diego berkali-kali tapi tak ada jawaban.

"Kemana dia? Ini sudah dua hari tapi tak di balas juga." Amanda bergumam.

"Kau sedang apa di sini?" tanya Fabio yang tiba-tiba muncul.

Amanda segera menyembunyikan ponselnya. Dia takut Fabio tahu jika dia menghubungi kakaknya.

"Ah, bukan apa-apa. Aku hanya sedang mencuci baju kotor saja," jawab Amanda gelagapan.

"Mengapa tak meminta pembantu rumah melakukannya?" tanya Fabio.

"Aku bisa melakukannya sendiri. Mengapa harus meminta orang lain?" jawaban Amanda begitu cerdas.

Fabio mendekati istrinya itu dan menaikkan Amanda ke atas mesin cuci yang masih menyala itu.

"Apa ini?" lirih Amanda.

Fabio merangkul pinggang Amanda dengan posesif.

"Boleh aku katakan sesuatu?" tanya Fabio.

"Hm." Amanda mengiyakan.

"Kau sengaja membuatku kagum dengan semua hal yang mampu kau kerjakan sendiri?" tanya Fabio.

Amanda menggelengkan kepalanya. Ini bukan bagian dari usahanya. Bahkan Amanda sudah lupa jika dia sedang berusaha membuat pria ini tergila-gila padanya. Semua berjalan secara harfiah tanpa ada paksaan.

"Kau membuatku tergila-gila dengan semua hal yang bisa kau lakukan. Bolehkah aku mengatakan jika aku mulai jatuh cinta padamu?" tanya Fabio.

Amanda tersenyum kecut.

"Tuan, jangan lupa jika aku hanya gadis yang akan kau manfaatkan rahimnya. Bukan wanita yang hendak kau miliki selamanya, jangan mencintaiku," jawab Amanda lembut.

"Aku sudah terlanjur jatuh cinta padamu. Aku berani mengatakan saat ini karena aku merasa semakin nyaman berada di sisimu," kata Fabio.

"Ini baru tiga hari, kau sudah membual tentang perasaanmu," balas Amanda.

"Aish, kau tak percaya?" umpat Fabio.

"Tentu saja tidak, Tuan." Amanda mengecup pipi Fabio dan segera melompat dari atas mesin cuci.

Dia melenggang keluar ruangan itu menuju kamar. Dia merasa tak tahan jika terlalu lama berada dekat dengan Fabio. Amanda takut detak jantungnya yang berdebar kencang terdengar oleh Fabio dan pria itu tahu perasaannya.

"Aku harus menyembunyikan semuanya agar aku tak lemah, pria itu membuatku jatuh hati sedalam-dalamnya," batin Amanda.

Baginya Fabio adalah pria yang memiliki karisma dan wibawa yang bisa membuat siapapun jatuh hati. Dia merasa Fabio begitu melekat erat di pikiran dan hatinya.

"Aku dalam bahaya, aku tahu benar jika aku hanya akan dibuang setelah ini. Tapi mengapa aku tak bisa meredam gejolak hatiku sendiri," batin Amanda.

Lamunannya membuyar saat dua tangan kekar melingkar di perutnya penuh kehangatan.

* * *


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C12
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login