Rania mendengar cerita itu semakin bingung. Dia ingat ala yang dia lihat dan dengar makan itu. Suara yang membuat dia sangat teriris.
"Ran, kalau kamu dengar suara apapun. Bisa jadi mereka bukan aku." Boy mencoba menjelaskan kepada Rania.
"Sudahlah lupakan," kata Rania.
"Ini artinya kamu memaafkan aku?" tanya Boy.
"Entahlah," kata Rania di tengah kebimbangan.
Boy bersimpuh di hadapan Rania yang duduk di kursi roda. Dia berharap Rania dapat melihat kejujuran dan ketulusannya dari sorot matanya.
"Ran, please jangan tinggalkan aku lagi ya," pinta Boy.
"Aku nggak tahu harus bagaimana, mau marah nggak sepenuhnya punya hak. Mau ngebiarin kamu pergi. Kamu nya nggak mau pergi." Rania terlihat sangat bingung.
"Aku akan beri waktu, selagi aku membuktikan keseriusan ku," janji Boy.
Boy berhasil membicarakan masalah kemarin dan mendapatkan kesempatan dari Rania. Tapi dia tidak tahu selama dia hilang kesadaran apa yang terjadi dengannya bersama temannya.