"Sha, berdandanlah yang cantik agar Diego tertarik denganmu seperti saat dulu dia begitu tergila-gila dengannya," ucap Nyonya Merry membuat Natasha menoleh dan mengernyitkan dahinya seketika.
Nyonya Merry baru saja mengucapkan hal yang sulit ia percaya. Menurut Natasha, Nyonya Besar itu sedang mengigau karena mengucapkannya dalam keadaan terpejam. Namun, ucapannya malah membuat pikiran gadis itu terusik.
Seandainya yang diucapkan Nyonya Merry benar adanya, haruskah Natasha menjadi pelakor? Gadis itu kemudian melangkah keluar kamar majikannya itu.
"Sha, kamu tahu gak yang dilakukan Kathy tadi?"
Natasha terpaksa menghentikan langkah saat hendak membuka pintu kamar Nyonya Merry, kemudian membalikkan badan. Rupanya, sang Nyonya Besar tidak benar-benar terlelap. Berarti apa yang diucapkannya barusan itu dalam keadaan sadar.
"Saya tidak tau, Nyonya. Saya sibuk menjaga Nona Alice yang berlarian di taman," jawab gadis itu kemudian sambil merasa penasaran maksud ucapan Nyonya Merry yang tadi. Namun, Natasha tidak mau bertanya, takut jika itu hanya pancingan.
"Ya sudah, aku mau istirahat. Keluarlah sekarang!" seru Merry membuat Natasha segera keluar dari kamar, membawa serta peralatan medis yang telah ada dalam genggamannya itu.
Ucapan Merry masih saja terngiang di telinga, semakin mengusik batin gadis itu. Siapa yang tidak ingin bersanding dengan Tuan Diego? Dia tampan, kaya raya dan sayang terhadap keluarga. Namun, sayangnya dia telah beristri. Jika ucapan Nyonya Merry benar adanya, Natasha pun berpikir seribu kali untuk memancing perhatian Tuan Diego. Dia tentu saja tidak ingin menjadi pelakor, meskipun rumah tangga Diego dan Kathy bermasalah.
Natasha duduk termenung di kursi yang berada di ruangan P3K. Pikirannya terus menari-nari ingin tahu hal-hal yang terjadi sebelumnya di rumah mewah tersebut. Sesaat kemudian suara tawa Nona Kecil di seberang ruangan membuatnya sadar dari lamunan. Dia lantas bergegas keluar dari ruangan.
Suara tawa Nona Kecil di ruangan keluarga terdengar membahana. Gadis kecil itu bercengkerama dengan Diego. Hal itu membuat Natasha gembira. Pemandangan itu menjadi bertolak belakang dengan Kathy yang tidak begitu dekat dengan buah hatinya. Seharusnya seorang anak akan lebih dekat dengan ibunya ketimbang ayahnya bukan?
"Bibi Sasha, sini!" Tiba-tiba Nona Kecil memanggil Natasha yang sedang berdiri di bibir pintu memerhatikannya. "Ayo ikut bermain bersama papaku!" seru gadis kecil itu lagi, membuat Natasha merasa sungkan.
"Maaf, Sayang! Bibi mau ke dapur dulu, ya?" elak Natasha. Terpaksa menolak ajakan Nona Kecil, karena akan tabu jika seseorang sekelas dirinya yang hanya seorang pengasuh, ikut bercengkerama akrab dengan majikan. Apalagi majikannya adalah Tuan Muda di rumah itu.
"Uh ... Bibi Sasha!" Gadis kecil itu mendengus kesal karena Natasha menolak ajakannya. Tuan Muda yang sepertinya menyadari sikap pengasuh anaknya itu, kemudian mengalihkan perhatian. Diego mengajak buah hatinya itu bermain lagi. Beringsut, Natasha tampak melangkah cepat menuju dapur.
Natasha menjalankan aktivitas sesuai aturan yang berada di rumah mewah itu. Dari begitu bangun tidur hingga merebahkan badan untuk beristirahat. Semakin lama, dirinya merasa senang dan betah tinggal di rumah tersebut. Meskipun istri Diego tidak begitu suka terhadapnya.
***
Waktu begitu cepat berlalu. Natasha semakin akrab dengan Nona Kecil. Bahkan, terkadang anak majikannya itu ingin ditemani tidur bersama di kamar. Maklum, kedua orangtuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Diego sibuk dengan pekerjaannya, sedangkan sang istri sering bepergian selama berhari-hari.
Natasha keluar kamar dengan tubuh yang segar usai mandi. Rambut sebatas bahu yang tampak basah itu, ia biarkan terurai. Bahkan aroma shampo yang dipakainya saat keramas tadi menguat sepanjang lorong yang dilewatinya.
"Huek ... huek!" Suara seseorang ingin muntah membuat Natasha menoleh. Rupanya, sumber suara itu datangnya dari Kathy yang berdiri di bibir pintu kamarnya. Sebagai pengasuh yang pernah mengenyam bangku pendidikan keperawatan, Natasha sigap menghampiri istri Diego tersebut.
"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" tanya Natasha yang berdiri di depan Kathy. Niatnya untuk memberikan pertolongan pertama pada istri Diego tersebut.
"Oh, rupanya kamu yang membuatku pengen muntah? Aroma shampo yang kamu pakai sungguh memuakkan!" keluh Kathy dengan volume suara yang tinggi membuat Natasha tersentak seketika. Reflek, langkahnya pun ikutan mundur.
"Maafkan saya, Nyonya!" ucap Natasha sambil mengelus rambutnya yang masih basah itu.
Saat memalingkan wajah dari Kathy, pandangan Natasha lantas tertuju pada Nyonya Besar yang keluar dari kamar, berjalan tergopoh-gopoh menuju tempat Natasha dan Kathy berdiri.
"Ada apa ini, pagi-pagi udah ribut?" tanya Merry kemudian. Natasha memilih diam dan menunduk. Batinnya berharap agar Kathy yang menjelaskan semuanya.
"Peringatkan pengasuh Alice ini agar tidak memakai shampo yang membuatku pengen muntah!" jelas Kathy kepada mertuanya itu.
"Ada-ada saja, kamu, Kathy! Bukankah kamu selama ini juga suka parfum yang menusuk hidung?" sindir Nyonya Besar yang sepertinya bermaksud membela Natasha.
Batin Natasha bergemuruh riuh. Seketika ia merasa tidak enak hati berada di tengah-tengah mertua dan menantu yg sedang berseteru karena aroma shampo yang dipakainya itu. Namun, bisa jadi aroma shampo bukan satu-satunya alasan yang membuat kedua Nyonya di rumah tersebut berselisih. Nyatanya, Natasha pernah mendengar rumor keduanya telah bermusuhan cukup lama dari mulut asisten rumah tangga yang telah bekerja di rumah itu berpuluh-puluh tahun lamanya.
"Bela saja, Bu!" seru Kathy, menggertak mertuanya. "Huek...!" Sesaat kemudian Nyonya Muda itu kembali ingin muntah, membuat Natasha semakin panik.
Natasha benar-benar takut jika aroma shampoo yang dipakainya menjadi penyebab istri Diego itu berasa ingin muntah. Ia lantas berjalan mendekat ke arah Kathy dengan perasaan ragu.
"Sebaiknya, saya periksa Nyonya!" ujar Natasha kemudian saat melihat Kathy memegangi perut dengan sebelah tangan. Sementara sebelah tangan lainnya menyentuh pelipis. Istri Diego itu tampak memucat dan berkeringat.
"Periksa Nyonya Muda, Sha! Siapa tau dia hamil lagi!" perintah Merry kepada Natasha terdengar melunak.
Pertengkaran antara mertua dan menantu itu akhirnya terhenti. Kathy kembali melangkah ke kamarnya, sedangkan Merry berjalan menuju dapur. Natasha pun bergegas menuju ruangan P3K untuk mengambil peralatan medis yang dibutuhkan.
Natasha berjalan cepat menuju kamar Kathy dengan menggenggam alat pengukur tekanan darah. Meskipun takut dan canggung, ia lalu memeriksa istri Diego yang telah berbaring di ranjang itu.
"Sepertinya Nyonya butuh beristirahat! Saya juga menyarankan agar Nyonya periksa ke dokter!" saran Natasha sambil merapikan alat medis kembali.
"Apa yang terjadi?" tanya Kathy sembari sebelah tangannya menutup hidung, membuat Natasha semakin tak enak hati.
"Anda perlu istirahat, Nyonya! Untuk lebih jelasnya, sebaiknya Nyonya ke dokter."
Kathy terdiam, begitupun dengan Natasha. Meskipun dalam batin, Natasha sudah menduga-duga apa yang terjadi dengan istri Diego tersebut. Hanya saja, Natasha tidak berani mengungkapkan analisa yang diketahuinya. Seharusnya Natasha bertanya lebih lanjut dan dalam kepada Kathy, tetapi ia lebih memilih mengurungkan niat itu.
"Saya keluar ya, Nyonya," pamit Natasha setelah selesai memeriksa.
Kathy tak menyahut, ia hanya menatap Natasha dengan datar. Namun, Natasha pun tidak peduli dan bergegas keluar dari kamar.
"Sasha!"
Natasha menoleh ke arah Merry yang memanggilnya.
"Iya, Nyonya," sahutnya begitu membalikkan badan. Natasha urung mengembalikan alat medis yang telah ada di genggaman dan memilih menghampiri Merry yang mungkin saja juga minta dicek tekanan darahnya.
"Ayo, masuk!" seru Merry begitu Natasha berdiri saling berhadapan dengan Nyonya Besar tersebut.
"Apakah Nyonya juga ingin diperiksa tekanan darahnya lagi?" tanya Natasha begitu telah berada di dalam kamar.
"Gak, Sha. Ada apa dengan Kathy?"
Rupanya Merry hanya menanyakan keadaan menantunya kepada Natasha. Bukan minta diperiksa tekanan darahnya, seperti perkiraan Natasha.
"Nyonya Kathy hanya mengalami kelelahan, Nyonya. Saya juga telah menyarankan untuk periksa lebih lanjut ke dokter," balas Natasha.
"Apakah dia ada tanda-tanda sedang hamil?" selidik Nyonya Besar.
"Sa-saya sebenarnya mempunyai analisa demikian, Nyonya. Akan tetapi, saya tidak berani menanyai lebih mendalam gejala yang Nyonya Kathy tunjukkan. Jujur, saya takut mau tanya-tanya."
"Jika benar hamil, awas saja kalau tidak melahirkan bayi laki-laki! Aku ingin ada penerus di keluarga ini," ujar Nyonya Besar, seolah-olah mengancam menantunya.
Natasha hanya terdiam, tetapi bergidik ngeri. Rupanya, Nyonya Besar masih memegang prinsip jika penerus keluarga atau perusahaan harus seorang laki-laki. 'Bagaimana jika benar Nyonya Kathy hamil dan melahirkan bayi perempuan lagi?' batin Natasha.
"Apakah saya bisa melanjutkan pekerjaan, Nyonya?" tanya Natasha setelah hening beberapa saat.
"Iya. Lanjutkan pekerjaanmu! Oh ya, tolong pantau terus kesehatan Nyonya Muda!"
Merry mengijinkan Natasha untuk keluar dari kamar dan berpesan agar pengasuh Alice itu selalu memantau kesehatan Kathy.
"Baik, Nyonya."
"Oh ya, Sha, mendekat ke sini sebentar!" seru Merry membuat Natasha membalikkan badan lagi. Natasha diam-diam tersenyum dalam batin menghadapi salah satu majikannya itu.
"Bagaimana, Sha, kamu mau berdandan untuk memancing Diego?" tanya Merry membuatnya terkejut seketika. Pertanyaaan itu diulangi lagi oleh Merry setelah beberapa waktu berlalu.
Natasha mengernyit bingung. Ia tidak tahu harus menjawab bagaimana. Rupanya Merry tidak menjebak dirinya saat itu. Merry bersungguh-sungguh menyuruh Natasha berdandan agar Diego tertarik padanya.
"Sa-saya tidak tahu, Nyonya," jawab Natasha dengan terbata-bata karena bingung dan gugup.
Merry tampak tersenyum ke arah Natasha setelah mendengar jawaban yang meluncur dari bibir gadis itu. Natasha semakin tak mengerti dengan maksud Nyonya Besar itu.