02.00pm •kamis•/ sekolah/
"...dan tau nggak apa yang lebih serem nya lagi?! Katanya.. si dia setiap hari Jumat. bakal nunjukin dirinya dan selalu Dateng ke gang itu. buat minta tolong!,katanya lagi Kalau setiap orang yang di mintai tolong bilang "nggak!" Dia bakal—"
"Cerita apaan sih!! Bubar bubar! Hantu mana ada!? Percaya kok sama gituan!" Kerumunan siswa yang tadinya membentuk lingkaran dengan titik fokus satu siswa ditengah yang menceritakan kisah horor—yang katanya nyata itu, kemudian menoleh serentak kepada gadis yang tengah bercermin dengan kaca kecil membenarkan poni rambutnya yang berantakan entah karena apa itu.
"Eh eh.. kok gitu sih natap nya?!" Netra Lee Suji menggeser, menatap bagaimana teman-teman kelasnya menatap tak suka—sekaligus jengkel kepada dirinya. Mengganggu saja.
"Lo sih, padahal tadi kan mau klimaks! Lo malah nyerocos dengan ungkapan 'anti setan' Lo! Ganggu, tai!" Yeji menyahut, teman satu bangkunya itu jelas-jelas tidak suka dengan apa yang di lakukan Suji barusan.
"Ya kenyataannya emang gitu?!! Sekarang gue tanya sama kalian! Terutama Lo! Lia.karna Lo kan yang cerita barusan. Gue tanya, pernah ga Lo liat dengan mata kepala Lo sendiri kalau hantu itu ada?!" Hening. Tidak ada yang menjawab, semua orang yang melingkari Lia disana hanya menunduk,termasuk Yeji. Gadis itu ingin sekali mengumpat teman bangkunya ini. Namun jika Suji semakin di ladeni, semakin pula ia akan menang dengan semua ucapan nya.
Suji mengangkat satu alisnya, melirik pada semua teman sekelas yang hanya diam menahan emosinya. "Pfft!! Kenapa pada emosi si? Iya-iya maaf gue salah, setiap orang punya pendapat mereka sendiri kan? Yang tadi.. cuma bercanda!, Senyum dong! Ayooo!" Mencoba mencairkan suasana. Pada akhirnya mereka semua hanya menghela nafas kasar
"Jangan di ulang lagi, Suji. Itu nyebelin tau!" Selesai Yeji, berkesan mewakilkan semua teman-teman kelasnya yang ada disana.
"Emang cerita tentang apa sih? Serius banget kayanya" tidak, Suji tidak sepenasaran itu barang hanya untuk mendengarkan cerita dari mulut ke mulut yang tidak tahu nyata-tidak nya itu. Ia hanya.. yah... Merasa bersalah atas ucapan nya tadi. Merasa sungkan, itu saja.
"Dih, katanya tadi ga percaya! Kepo juga kan Lo?! Makanya, jangan sok-sok tsundere jadi orang tuh. Yaudah sini!" Suji hanya tersenyum paksa—seadanya dan senatural mungkin, saat Yeji merangkul pundak teman sebangkunya ini dan memberi tempat untuk mendengarkan cerita Lia.
"Mulai dari awal aja,Lia. Nih anak ga ngeh! Makanya tadi asal nyerocos." Lia kemudian mengangguk, saran Ryujin di terimanya dengan lapang dada. Kemudian, Lia memulai cerita nya kembali dari awal.
Diceritakan Lia, bahwa gang lebar di sebelah sekolah yang mereka tempati untuk belajar adalah tempat yang cukup angker di daerah itu. Katanya, setiap Jumat malam sekitar antara jam 10 malam keatas, siapapun yang melintasi gang itu, barang hanya lewat sekalipun. setiap Orang yang lewat tersebut akan di mintai bantuan oleh dia. sosok tinggi yang berdiri dengan pakaian hitam panjang, rambut panjang hingga tak terlihat ujung nya, juga kuku panjang yang melebihi panjang dari kaki nya sendiri. Di katakan lagi bahwa jika yang di mintai 'tolong' enggan, atau bahkan tidak memperdulikan permintaan 'bantuan' itu. Maka dia akan menyesatkan orang yang enggan membantunya itu —membiarkan mereka berjalan tanpa menemukan akhir kata selesai. Artinya, mereka akan terus berjalan tanpa menemukan 'ujung'. dan parahnya mereka hanya akan melintasi jalan yang sama berulang-ulang.
"Gila. Sampe kapan mereka bakal jalan tanpa ujung itu?" Tanya Suji,ngegas. Pada akhirnya gadis itu cukup tertarik. —meski sedikit.
"Kan, gue bilang apa, ujung-ujung nya juga tertarik." Bagai upin dan ipin, Ryujin dan Yeji mengatakan itu secara bersamaan. Dan lalu,kedua gadis itu saling memandang kemudian mereka ber -tos ria.
"Ck, iya-iya, udah diem dulu biarin Lia yang jawab" Suji masih menunggu jawaban Lia. Gadis itu Tersenyum sebentar kemudian Lia menjawab pertanyaan Suji.
"Dia bakal ngelepas si korban sampai pagi hari nunjukin sinarnya, dan yang korban ingat adalah bahwa mereka telat pulang kerumah karena urusan pekerjaan alias lembur.selebihnya mereka nggak akan inget apapun"
"Nah kalo yang kena bocil biang ribut suka usilin anak tetangga gimana dong?!!"
"Ya gadalahh!! Emang ada bocil keluar jam 10 malem sendirian!!" Bukan, itu bukan Lia melainkan Yeji yang menjawab tanpa ada kata 'santai'
"Gue nanya Lia! Lo diem ya!" Jawab Suji tak kalah sewot.
"Sejauh ini, masih belum ada kasus anak kecil yang jadi korban,karna rata-rata yang 'kena' adalah para pegawai kantor yang pulang larut setelah minum-minum." Pada akhirnya Lia menjawab. Lalu Suji seakan belum puas mendengar jawaban dari Lia, gadis itu menanyakan sesuatu yang lain,lagi.
"Ga bisa ngehindar gitu? Atau ada cara khusus kek atau apa kek biar bisa selamat?!!" Dan yah, harus Suji akui, ia tertarik sekarang —meski dalam devinisi Suji adalah. alasan agar menghargai orang-orang.
"Kabarnya, ada beberapa cara supaya bisa menghindari si dia" semua orang merapat kemudian, tak terkecuali Suji. Selain Yeji dan Ryujin,gadis itu juga terlihat paling antusias disana.
"Pertama, jangan tertarik, jangan ngelirik, jangan panik dan jangan takut—"
"Lah kan, kalau ga di peduliin dia nya juga bakal ngehukum korban nya kan?" Yeji dan Ryujin menghela nafas saat Suji memotong ucapan Lia .bisa diam tidak?.
"mengabaikan dalam artian, Lo dari awal udah sadar kalau si dia itu ada, tetapi Lo tetap tenang, ga takut, dan yang pasti Lo ga natap mata dia. Kalau bisa Lo pura-pura aja jadi orang buta!" Kemudian Lia memasukkan kentang gorengnya yang sudah dingin kedalam mulut. Yang ia beli 15 menit lalu ke kantin, sebelum memulai acara dongeng nya ini.
"Ohh, terus yang ke dua?"
Lia melanjutkan "yang kedua, pelindung" semua yang ada disana mengangkat satu alis mereka serentak "ha?" Kemudian Lia mengangguk dua kali, sebagai respon bahwa yang ia ucapkan tadi memang iya
"Pelindung yang Lo maksut ini..? Jimat ya?" Ryujin menebak, Yeji mengangguk dan Suji yang kebingungan
"Yup! Kamu pintar!, Tumben?" Tatapan Lia meledek, lalu Ryujin menampol sedikit keras lengan Lia, membuat gadis itu mengaduh cukup keras. "Anjing!"
"Pelindung? Jimat? Itu yang gimana pula bentukan nya?" Suji penasaran, dalam hati ia enggan untuk menanyakan itu, namun rasa penasaran sungguh meresahkan.
Yeji, Ryujin dan Lia. Serentak merotasikan netranya malas "inilah bunda-bunda alasan kenapa susu formula itu tidak baik bagi kesehatan" Yeji menyindir. Yang kemudian hanya di tatap Suji dengan tatapan "ha?" Nya itu.
"Aduh, bege amat sih anjir! Jimat tuh, benda berbagai bentuk, bisa aja wujud nya kalung, cincin,pernak pernik atau pun tulisan-tulisan di kertas atau semacam nya!. Memang kadang benda-benda itu ga terlihat aneh. Tapi kalau di telusuri lagi ke si pemilik. Benda itu cukup banyak punya power dan mereka di yakini bisa melindungi si pemilik dari 'sesuatu' yang ga biasanya. Sebut aja niat jahat atau apa kek yang berhubungan Sama yang jahat-jahat!" Jelas Ryujin panjang lebar, di angguki Yeji dan Lia disana.
"Dih gitu kok di percaya"
"Nah kan mulai lagi" Yeji menghela nafas beratnya, teman bangkunya ini benar-benar!
"Iya-iya maap, ada bukti nggak?!" Kemudian Lia, mengeluarkan kalung yang selama ini ia pakai di leher nya, kalung dengan bentuk liontin kristal hitam dan berbentuk sedikit meruncing pada bagian bawah,memberi kesan mewah dan misteri secara bersamaan. Baik Suji, Yeji, Ryujin dan semua siswa yang berada di sana hanya dapat menganga. Serius?
"Itu beneran?! Dan Lia, mengangguki pertanyaan dari Ryujin
"Dapet dari mana?"
"Coba deh, Lo tanya nenek atau nggak keluarga Lo yang tertua. Biasanya mereka punya pelindung dari masa orok"
"Terus yang ketiga?"
"Oh, gampang kok. Lo tinggal bantuin permintaan tolong dia aja"
"Caranya?"
***
"Emmhh..Chan."
"Hmm?"
"Lo punya jimat?" Haechan berhenti mendadak dari jalan nya yang akan menuju ke arah parkiran sekolah. Membuat adik kembarnya nya itu menabrak cukup keras bagian punggung miliknya dan membuat Gadis itu mengaduh "anj— aduh! kenapa tiba-tiba berhenti si?!"
Bukan nya menjawab, Haechan lebih memilih untuk menempelkan punggung tangan nya pada dahi Suji, membuat gadis itu dilanda rasa keheranan. "Dih?! Apaan?!" Suji menyingkirkan tangan Haechan —kasar.
"Ga ketempelan kan Lo?, Tapi penglihatan gue sih kagak!"
"Ihh. Jawab dulu! Punya gak?!!" Dan lagi, Haechan tidak menjawab apapun, laki-laki itu lebih memilih meninggalkan Suji dengan kekesalan nya yang mencuat. Haechan berani bertaruh. jika saja ini bukan tempat umum, maka sudah di pastikan adik kembarnya itu akan meledak tak karuan—atau yang paling ringan, ia akan terus merengek seperti bayi jika kemauannya tak di turuti. Manja emang.
"Chan!! Chan ih! Anj—" lihat? Bagaimana dia berekspresi jika tidak di turuti? Pipi yang menggembung dan hentakan kaki yang menggerutu. Haechan masih bisa mendengar gumaman menyebalkan dan tak jelas dari adik manjanya itu.
Hendak memakai helm dan menaiki motor kesayangan nya —si Onky setelah sampai di parkiran. Haechan kembali harus mengusap kasar wajahnya saat dirinya tak mendapati keberadaan Suji di belakang nya. "Nih anak kemana sih?" Haechan kira adik kembarnya itu akan mengikuti meski harus mati-matian menahan amarahnya. Ternyata— ah! Harusnya Haechan tak melupakan sifat keras kepala Suji yang teramat itu.
Memilih tak ambil pusing. Haechan kembali menerus kan kegiatannya yang sempat tertunda—memakai helm. Menaiki motor, lalu kembali ke tempat dimana ia dan Suji sempat berhenti sesaat tadi.
Dan yah, Lee Suji masih berdiri dengan kakinya yang sesekali bergerak menendang bebatuan kecil yang tak bersalah disana. pipinya masih mengembung dan raut mukanya menyebalkan. Gini amat punya kembaran.
"Naik!" Perintah Haechan. Dan Suji masih diam, sekarang ia memalingkan pandangan kemanapun dan bersikap bahwa kakak kembarnya itu tak ada disana.
Haechan mendecak kemudian,Merotasikan bola matanya sedemikian rupa. "Gue hitung sampai 3, kalo Lo ga juga naik yaudah gue tinggal" Suji masih diam. Tak memperdulikan sama sekali. Meski dalam hatinya,ia juga khawatir kalau ia akan di tinggal sungguhan. Mengingat sifat Haechan yang teramat tega itu, maka bukan hal besar jika suji akan benar-benar di tinggalkan.
"Satu...."
"Gue bareng kak Taeyong."
"Kak taeyong ada rapat dan ga kesekolah sama sekali hari ini btw,.... Dua.."
"G-gue bareng kak Jeno!"
"Jeno udah pulang duluan, MIPA 2 tadi jamkos..." Brumm.. suara kenalpot Haechan sudah terdengar. Dan benar laki-laki itu tidak main-main perihal akan meninggalkan dirinya di sana.
"Ti..—gitu kek dari tadi" dan pada akhirnya, Suji telah bertengger pada boncengan motor Haechan. Segera untuk pulang kerumah.
Tak lama sejak motor Haechan berjalan. Netra gadis itu melirik gang besar yang ada di samping sekolah.oh,seketika mengingatkan nya tentang cerita seram yang ia dan teman-temannya nya bahas 1 jam sebelum ia pulang hari ini. Sekilas terlihat seperti gang biasanya, namun entah kenapa Suji merasakan hawa tak nyaman saat tatapan nya tertuju pada tiang listrik yang tepat berdiri di samping gang itu. Reflek untuk tangan nya melingkar erat pada perut Haechan.
"Jan peluk-peluk, Lo bukan cewek gue!" Katanya, saat Haechan mendapati tangan adik kembarnya itu tiba-tiba melingkar erat di perutnya
"Takut..." Sebelah alis Haechan meninggi, lalu netra nya melirik pada kaca spion yang menunjukan bahwa kepala Suji tengah menempel pada punggung lebar nya.tumben?!.
"Kenapa?"
"...."