"Oh, jadi kayak gini kelakuan tim lawan di luar sekolah?"
"Kala?"
"Arkala?" Arsena dan Aileen terkejut oleh kehadiran Arkala, Gavin dan Matteo yang tiba-tiba datang. Dan deru motor yang sempat mengejutkan tadi juga berasal dari mereka.
Raka tertawa dan beralih memandang Arkala. "Lo ngapain di sini? Bukannya lo lagi ngerayain kemenangan di sana? Mending lo pergi aja, gue di sini pengin seneng-seneng sama dua cewek cantik ini."
Sontak Aileen menarik lengan Arsena mundur dan sedikit menjauh. Untung saja Raka sudah melepas cekalannya di tangan Arsena.
Arkala dan kedua temannya meninggalkan badan motor mereka. Tiga pria jagoan asal PASUTRI itu menghampiri Raka.
"Jangan beraninya sama cewek lo!" Tumben sekali Matteo berkicau. Biasanya dia hanya diam dan menunggu aba-aba penyerangan.
"Emang kenapa? Gue cuma mau ngajak mereka jalan. Salah? Lagian salah mereka sendiri, ngapain keluar tengah malem kayak gini? Sama aja mereka nyerahin diri sendiri ke orang-orang kayak kita." Arion di belakang Raka tertawa. Memancing emosi Gavin tentunya.
"Diem lo, Arion! Sumpah ya, ketawa lo gak enak didenger sedikit pun," ejeknya.
Arion selalu terlihat jelek di mata Gavin. Ah ... bodoh sekali Helen memilih lelaki seperti dia.
"Kenapa? Kayaknya lo sensi terus tiap kali ketemu gue. Oh gue tahu, pasti lo belum move on kan dari Helena?"
Gavin terbahak hingga kepalanya mendongak. "Lo pikir Helena siapa, hah? Lo buta? Gue ini cakep, mau diliat dari kanan, kiri, depan atau belakang, gue tetep cakep. Nggak kayak lo. Dilihat dari belakang emang cakep, pasti pindah ke depan? Astagfirullah!" Pemuda itu mengusap dada dengan ekspresi terkejut, terkesan seolah tidak kuat melihat wajah Arion yang tidak sesuai punggungnya.
Laki-laki bernama Arion itu mengerang marah. Dia melepas helm dan berjalan menghampiri Gavin. Mantan kekasih dari kekasihnya.
"Ngomong apa lo barusan, hah?" tanya Arion emosi.
"Lo budek? Perasaan tadi gue ngomong jelas banget. Gue juga pake contoh dan gerakan terkejut supaya lo lebih ngerti."
"Kalau gue jelek, kenapa Helena malah mau sama gue? Kenapa dia ninggalin lo?"
Arkala, Matteo dan Raka hanya diam. Perdebatan mereka diambil alih oleh dua pemuda yang pada dasarnya tengah memperebutkan satu wanita yang sama, yaitu Helena.
"Terus gimana, ya, kalau Helena tahu lo balapan liar dan pulangnya godain cewek. Oh iya, apalagi ceweknya anak PASUTRI." Gavin menggelengkan kepala dramatis. "Gue yakin, lo pasti langsung diputusin."
"BANGSAT!" Arion mencengkeram ujung jaket Gavin sembari melayangkan kepalan tangan di udara.
"Mau apa lo, Anjing?!" Matteo langsung menendang perut Arion hingga lelaki itu tersungkur.
"Sini lo lawan gua!" Tidak hanya sampai di sana. Matteo menghampiri Arion yang masih bersimpuh di tanah. Dia mencengkeram kerah baju Arion dan sedikit merendahkan tubuh.
"Kenapa? Lo mau pukulin gue?" Bukannya takut, Arion justru terkekeh melihat utusan malaikat maut di depannya.
Tanpa pikir panjang lagi, Matteo memukuli wajah panglima perang BUSUI dengan kepalan membabi buta. Dia benci pada laki-laki yang mengganggu wanita. Dia juga tidak suka melihat teman baiknya hampir dipukul oleh Arion.
"Teo, udah!" Aileen menarik lengan Matteo agar berhenti memukuli Arion. "Nih bocah bisa bonyok lo pukulin terus!"
Matteo mengabaikan suara Aileen. Tidak peduli dengan wajah Arion yang kini sudah berdarah-darah.
Di belakangnya Arkala tidak kalah ganas. Pemuda dengan cap berandalan itu menghajar Raka habis-habisan. Beruntung sekali dia bertemu lelaki itu saat jalan pulang, karena sejak tadi tangannya sudah gatal ingin menghajar wajah Raka yang tidak lebih tampan darinya.
"Mati aja lo anjing! Cuih!" Arkala mengumpat dan meludah di samping tubuh Raka yang sudah tak berdaya.
Arsena menarik tubuh teman sekelasnya menjauh. "Lo ngapain mukulin dia sampe babak belur begitu, sih?"
"Emang kenapa? Sejak lama gue pengen bikin dia kayak gini, sampe mati sekalian."
Di saat kedua temannya tengah menghajar musuh, Gavin si pembuat onar itu justru hanya memperhatikan sambil sesekali tertawa. Dia bahagia sekaligus senang melihat Arion yang lumpuh di tangan Matteo.
"Gavin bego, lo kenapa malah diem? Bantu gue bawa temen lo, nih. Dia udah kayak orang kesetanan!"
Gavin beranjak, menghampiri Aileen yang masih berusaha membujuk Matteo.
"Udah, Anjing! Anak orang bisa mati. Lo mau dipenjara di usia muda, hah?" Hanya dengan satu kali tarikan untuk Gavin menarik tubuh Matteo.
Arion dan Raka akhirnya pergi dengan kondisi tidak berdaya. Jika terus di sana, mereka tidak yakin akan selamat.
"Lo berdua kenapa, sih? Apa gak bisa ngontrol emosi, ya?" Arsena mulai mengomel. Meski Arkala dan Matteo baik-baik saja, tetap saja dia mencemaskan dua lelaki itu.
"Lo nggak mau bilang makasih? Kita di sini, berantem, bikin anak orang hampir mampus itu karena nolongin lo. Bilang makasih atau apa kek."
Arsena tertawa hambar sembari menatap Arkala yang ingin sekali mendapat ucapan terima kasih. "Oke, makasih. Tapi lo juga harus mikir, setelah ini mereka pasti bakal nyari lo terus buat balas dendam. Kalian nggak takut?"
"Gak!" jawab tiga pemuda itu bersamaan.
"Lo tenang aja, Na, kita sama mereka itu emang udah ditakdirkan untuk berantem. Jadi, ya ini takdir. Jalanin aja apa yang udah digariskan sama Tuhan."
Jika tidak berdosa, ingin sekali rasanya Arsena merobek mulut Gavin yang tipis itu. Tapi apa gunanya, Gavin tetaplah Gavin.
"Terserah lo pada deh. Gue capek ngurusin kalian. Ayo, Ay."
"Mau ke mana?" Matteo menahan tangan Aileen dan menatapnya teduh.
"Gue sama Arsena mau beli nasi goreng. Kita laper. Kalian mending pulang aja deh, makasih udah nolongin kita."
"Kita anter."
Sontak Arkala melebarkan bola matanya. "Gak. Gue nggak mau nganter mereka," ucapnya memalingkan wajah.
"La, kalau si Raka sama gengnya itu balik lagi, gimana? Mereka juga temen sekelas kita." Matteo berusaha mencari alasan.
Gavin yang mengerti segera menyikut lengan Arkala dan merapatkan wajah. "Udah turutin aja. Kayak nggak tahu aja si Matteo aja lo," bisiknya.
Arkala mengembuskan napas kesal. "Ya udah. Biar kita anter kalian."
Arsena menghampiri Gavin dan motornya, karena sangat tidak mungkin jika dia berada di satu motor dengan Arkala.
"Mau ngapain lo?"
"Naik motor lo, lah," jawab Arsena.
"Gak. Motor gue ini cuma khusus buat pacar gue. Lo bareng Kala sono." Gavin mendorong Arsena ke arah Arkala, hingga lengan mereka bersentuhan.
Namun Arsena tidak bergerak sama sekali. Dia menunggu dipersilakan oleh si pemilik motor yang sedari tadi tengah memakai helm.
"Pake jaket gue."
"Nggak usah." Aileen berlalu, memilih untuk segera duduk di belakang Matteo. Mengabaikan Matteo yang jelas-jelas ingin memberikan jaket kulit yang ia kenakan padanya.
"Mau beli nasi goreng ke mana?" tanya Matteo, yang langsung menyalakan mesin.
"Mang Jojo. Lo masih inget kan jalannya?"