Perjalanan yang sudah menyita tenaga dan waktu yang cukup lama dari istana Sadrach menuju tempat tujuan, masih berdiri tegak sang panglima Abraham di atas kudanya. Napas yang berat dan tampak tersengal-sengal ditawan oleh amarah di dada.
"Abraham? Kau ke mari?" sapa seorang wanita paruh baya.
"Ratu, aku kalah dan tak dapat memenangkan hati putri anda. Putri Adaline sudah pergi sekitar tujuh hari dari Sadrach bersama pangeran Shem. Putri sama sekali tidak menggubris pernyataan tulusku. Dia hanya mencintai pangeran." Abraham lalu turun dari kuda.
Ratu masuk ke gubuk kecil alias tempat tinggalnya selama ini, ia mengambil segelas air lalu ia berikan kepada Abraham. Abraham menerima dan meneguk minuman itu, tidak terpikirkan olehnya membawa air minum selama perjalanan menuju areal perkebunan teh ini,
"Aku sangat sedih mendengar ini, karena dia tidak akan tahu sefatal apa dampaknya? Putriku yang malang." Ratu Librivia menitikkan air mata.