Shem segera mengusap air mata di pipi Adaline. Dia menggelengkan kepalanya sebagai tanda membesarkan jiwa kekasihnya itu. Memberi suatu tanda bahwa ia tak mau melihat Adaline menangis dan ia memberi tatapan penuh cinta, bahwa dirinya tak akan sekali-kali berpaling dari Adaline. Tak akan mungkin meninggalkan dirinya. Sampai kapanpun. Ia akan terus berusaha mencari cara agar Shem bisa menyatukan cinta mereka. Mereka tetap memiliki mimpi untuk menikah dan diakui oleh Kerajaan Sadrach ataupun rakyatnya.
Adaline dan Shem berusaha membersihkan tubuhnya di dalam kamar mandi kecil yang ada, mereka harus segera memakai pakaian mereka sebelum dua orang utusan itu datang.
Keduanya memunguti pakaiannya. Shem dengan mudah memakai pakaiannya, Sedangkan Adaline sedikit kesulitan memakai gaun dengan cepat. Ia butuh berjam-jam memakainya dengan sempurna. Gaun yang lebar dan berangkap-rangkap itu takkan mudah dipakainya. Ia dibantu Shem untuk memakainya. Lalu mereka berpelukan dan berciuman kembali. Shem kemudian memberikan banyak makanan kepadanya. Mereka sambil tertawa-tawa menikmati makanan itu bersama.
"Kau nampak sangat lapar Shem?" Adaline menggoda Shem
"Iya, tubuh indahmu membuat aku menguras semua tenagaku karena menjelajahinya. Bahkan peperangan di medan perangpun tak menguras tenagaku sampai seperti ini. Hahaha," Shem menjawab dengan tawa dan mencubit pipi Adaline.
"Benarkah? Kau hanya menggodaku!" Adaline tampak manyun.
"Sungguh, Sayang, bahkan aku masih mampu berperang selama dua hari tanpa makan, hanya dengan minum saja di arena peperangan! Tapi jika aku berperang denganmu. Aku langsung lemas setengah mati," balas Shem sambil mengelus-elus kepala Adaline.
"Bagaimana yang kaurasakan, Sayang? Sekarang katakanlah. Agar untuk selanjutnya aku bisa memberimu permainan yang lebih menggetarkanmu," tanya Shem dengan terbuka sehingga membuat Adaline tersipu malu.
"Aku selalu dibuat mabuk kepayang oleh sentuhan dan cumbuanmu pada semua bagian tubuhku, Shem. Aku juga merasakan hal yang sama. Aku akan merasa lapar setelah bercinta denganmu," jawab Adaline dengan jujur.
Shem mulai membuka pembicaraan serius kepada Adaline. Dia menyampaikan bahwa ingin membawa Adaline ke istana agar selalu bisa dekat dengannya. Supaya Shem bisa memantaunya. Dan juga ehem! Bisa kapan saja ia membutuhkan Adaline ia bisa mendapatinya dengan segera. Ia meminta maaf karena sementara ini hanya itu ide yang bisa menyelamatkannya. Tidak mungkin Adaline disembunyikan lebih lama dan tak mungkin juga Abraham yang menjaganya terus. Tidak ada pula orang lain yang Shem percaya untuk menjaga rahasia ini. Hanya dua orang inilah yang sangat ia percayai. Abraham dan Elliot. Karena itu Shem memohon kepada Adaline agar menyetujui idenya. Shem sudah buntu untuk ide lainnya.
Adaline akan tinggal di istana bersamanya tapi dengan sebuah skenario. Ia harus melakukan penyamaran selama tinggal di sana. Ia harus mengaku sebagai keponakan dari Elliot. Keponakannya ini sengaja diajak Elliot dari desa untuk membantu tugas-tugasnya di istana. Ia harus berpenampilan sebagai pelayan dengan pakaian yang tidak mewah, tidak ada make up, tidak ada gaun dan tidak ada makanan atau perlakuan istimewa.
Dirinya juga harus bersikap selayaknya pelayan yang lainnya. Shem menatap Adaline terlihat sangat sedih, dirinya tak pernah hidup susah. Apalagi berperilaku seperti pelayan. Kulitnya terlalu halus untuk memegang pekerjaan kasar seorang pelayan.
"Aku tak yakin aku bisa, Shem? Aku tidak tahu caranya dan juga tak tahu harus bagaimana memulai itu semua." Adaline tampak berkaca-kaca.
"Aku akan memikirkan ide lain juga, Sayangku, tapi untuk saat ini aku sudah berdiskusi dengan Elliot, tak ada cara lain. Semua terlalu berbahaya jika kamu harus sembunyi di tempat yang aku dan Abraham tak bisa menjangkaunya. Siapa yang akan menolongmu jika terjadi sesuatu padamu." Shem memandang mata Adaline dengan penuh pengharapan. Harapan agar gadis itu mau menerima tawarannya. Dia meraih tangan Adaline dan menggenggamnya erat.
"Maka dari itu aku memintamu mengajari aku menggunakan pedang. Aku ingin bisa melindungi diriku jika dalam keadaan yang darurat." Adaline beralasan.
"Menggunakan pedang tidak semudah itu, Sayang! Aku dan Abraham butuh seumur hidup untuk berlatih pedang agar menjadikan kami seorang ahli pedang, sedangkan kamu masih mau belajar dalam keadaan yang tidak memungkinkan ini. Itu terlalu berbahaya." Shem memberi penjelasan kepada gadisnya itu.
Adaline tampak berurai air mata, ia tak ingin menyamar sebagai pelayan, tapi ia juga tak ingin mati konyol dan dipenggal sia-sia. Sungguh pilihan yang sangat berat dan membingungkan. Ia tak mampu berfikir dengan jernih. Ia hanya bisa menangisi nasibnya kini. Bagaimanapun dia tetap harus berusaha untuk menpertahankan hidupnya.
"Jangan takut, Sayangku. Aku akan selalu membantumu dan mendampingimu dalam setiap penyamaranmu. Aku orang pertama yang akan selalu menemanimu dikala susah dan sedihmu itu. Percayalah padaku Adaline. Nanti kita pikirkan bersama bagaimana jalan keluar lainnya lagi." Shem masih terus berusaha merayunya supaya mau mengikuti arahannya.
"Aku tak yakin bisa, Shem. Tapi aku akan mencoba melakukan idemu itu. Aku tak lagi punya pilihan. Aku tahu kamu sudah merencanakannya dengan sebaik mungkin untuk keselamatanku. Aku akan ikut denganmu, tapi berjanjilah jangan pernah campakkan aku. Jika itu terjadi aku sendiri yang akan memotong kepalaku," jawab Adaline diikuti dengan sebuah permintaan.
"Aku tak akan melakukan itu, Sayang. Percayalah kepadaku. Tidak ada dari keturunan Kerajaan Sadrach yang melanggar janjinya. Bahkan dari Raja pertama dulu, para kakek buyutku sekalipun. Semua seorang ksatria sampai akhir hidupnya." Shem menanamkan kepercayaan penuh Adaline terhadap dirinya.
Setelah Adaline yakin dan memutuskan untuk ikut Shem ke istana Sadrach, Shem begitu senang hatinya. Dia akan bisa bertemu dan memandang gadis itu kapanpun dia mau, tapi bukan hanya itu, bersamaan dengan itu, dirinya harus siap jika akan ada hal-hal yang tak diinginkan terjadi. Karena membawa buronan kerajaan ke istana walaupun dengan penyamaran. Bisa jadi lama kelamaan akan ketahuan. Karena itu Shem juga harus memikirkan ide yang lain lagi secepatnya.
"Selamat sore, Tuanku. Mohon maaf menunggu lama, selain kami belum familier dengan daerah ini. Kami juga kesulitan mencari dedaunan herbal itu, tapi kami menemukan daun Anredera Cordifolia. Daun ini bisa mempercepat kesembuhan luka-luka Tuan Putri." Elliot berkata sambil menunjukkan beberapa lembar daun yang ia temukan di hutan.
"Cepat lakukan Elliot, obati lukanya. Lalu kita semua akan kembali ke Istana secepatnya. Adaline sudah setuju. Dia akan melakukan penyamaran menjadi keponakanmu." Perintah Shem kepada Elliot.
"Seperti rencana kita kemarin Elliot, jagalah dia seperti keponakanmu sendiri, siapa nama keponakanmu? Berapa umurnya?" lanjut Pangeran Shem.
"Keponakan saya yang dari wilayah terpencil ada yang seorang gadis, namanya Masyayel, berusia 17 tahun," jawab Elliot.
"Oke, kita panggil dia Masyayel, tapi Adaline berusia 20 tahun? tapi tidak apa-apa bisa saja kita katakan dia pantas berusia segitu juga. Seperti keponakanmu itu." Shem berjalan ke arah Adaline.
Dia melihat dengan seksama bagaimana Elliot membuka perban kain yang yang tampak gumpalan darah telah di serap kain itu. Kain yang disematkan oleh Abraham selama beberapa jam tadi. Elliot menumbuk banyak daun untuk luka pedang di kedua tangan Putri, juga pada dadanya. Lalu Elliot membubuhkan tumbukan daun yang telah hancur itu ke luka-luka Tuan Putri, sampai merata. Lalu ia balutkan lagi kain tadi dengan membalik sisi yang berbeda agar tak nampak bekas darah yang tadi kotor.
"Nanti saat diistana aku akan mengganti obat dan perbannya Tuan Putri," ucap Elliot setelah menyelesaikan mengobati Adaline.
"Tidak! Mulai sekarang kau harus membiasakan diri memanggilnya Masyayel, Abraham juga harus memanggilnya seperti itu." Shem memerintahkan dua orang terpercayanya.
"Hal ini sangat berbahaya untuknya dan untukku. Aku harap kalian berdua menjadi orang kepercayaanku. Bisa menjaga rahasia ini dan bersedia membantuku untuk terus melindunginya dan memantau pergerakan apa yang ada di dalam istana. Apapun itu yang berhubungan dengannya." Dia menambahkan perintah.
"Siap, Tuanku. Aku akan menjalankan tugas itu sebaik mungkin melebihi menjaga nyawaku sendiri Pangeran," jawab Abraham. Panglima setia itu selalu saja memberikan jawaban yang memuaskan Tuannya, ia pun tak pernah mengecewakan Tuannya itu, sungguh seorang yang benar-benar tangguh dan berjiwa ksatria sungguhan.
Adaline hanya pasrah dengan skenario yang diberikan oleh Shem. Dia tahu Shem pasti sudah memberikan sebuah rencana yang terbaik untuk dirinya. Dia hanya merasa dan harus berusaha menjalankan peran itu sebaik mungkin. Ia mencoba mengikis semua rasa takutnya dan rasa sedihnya itu.
"Adaline, kami bertiga akan selalu membantumu dan melindungimu dari bahaya dan ancaman istana. Tolong lakukan sebaik mungkin." Shem mendekat kepada Adaline dan menyentuh pipi gadis itu dengan lembut.
"Jadilah kamu seorang Masyayel, namamu adalah Masyayel sekarang ya? Aku meminta maaf memberimu tugas yang terlalu berat," lanjut Shem.
"Aku akan melaksanakan skenario ini dengan baik, Tuanku, semoga Tuhan bersama kita dan melindungiku. Aku pun berterima kasih kepadamu, kamu rela melawan kerajaanmu demi aku. Meskipun secara sembunyi-sembunyi. Itu sudah cukup membuktikan begitu besar cintamu kepadaku daripada cintamu kepada Kerajaanmu. Aku sangat berterima kasih kepadamu Tuanku." Adaline menitikkan air mata. Meskipun tugas itu nampak sangat berat, tapi ia yakin itu semua sudah maksimal yang dipilih oleh Shem, kekasihnya.
Adaline segera mengganti gaunnya dengan memakai pakaian pelayan yang telah dibawakan oleh Elliot dari istana. Dia dengan berat hati melepas gaun mewahnya. Bagi dia melepas gaunnya dan mengganti baju pelayan adalah sama saja ia melepas gelar bangsawannya, gelar Tuan Putri yang melekat kepada dirinya sejak lahir, tapi dia tak memiliki pilihan lain. Hanya ini satu-satunya cara untuk mempertahankam hidupnya dan menghindari status Hukuman Mati dari Istana Kerajaan Sadrach. Ia sangat percaya dengan tiga orang hebat yang berada di depan matanya itu. Mereka orang-orang yang tak tertandingi, jadi keselamatannya di istana pasti akan terjamin. Asal dia sebaik-baiknya melakukan tugas seorang pelayan dengan baik.
Setelah semua siap, maka keempat orang itu bersiap meninggalkan kastil tua Kerajaan Serafin. Mereka bersiap untuk berangkat dan melakukan perjalanan jauh menuju Istana Sadrach.
Tiga kuda yang telah kenyang karena telah diberi makan oleh Abraham saat sedang mencari dedaunan herbal tadi, itu telah siap melakukan perjalan jauh mengantar Tuan-tuannya.
"Aku duduk dengan siapa Shem? Apakah Paman Elliot?" tanya Adaline memastikan.
"Kamu akan berkuda denganku, nanti setelah dekat istana, baru kamu pindah ke kuda Elliot," jawab Pangeran Shem.
"Baik, Shem." Semua mulai menaiki kudanya masing-masing dan bersiap untuk bergerak jalan.
Shem dengan gagahnya menaiki kuda dan ia meminta Adaline untuk naik ke kudanya, duduk didepan Shem. Karena semua telah siap dan dipastikan tidak ada barang yang tertinggal di kastil, mereka segera berangkat bersama-sama.
Kecepatan kuda yang tak terlalu cepat dan membuat pengendaranya nyaman. Shem dan Adaline berada di baris depan, lalu ada Elliot dan paling belakang ada Abraham. Semua mengikuti pergerakan kuda Shem. Karena jalannya tidak terlalu cepat, maka yang lain juga seperti itu.
"Shem, aku lupa menanyakan kabar orang tua dan adikku kepadamu, bagaimana keadaan mereka?" Adaline melayangkan pertanyaan yang paling ditakutkan oleh Shem. Ia takut tak bisa menjawabnya. Dan ia terlalu takut menyakiti hati Adaline dengan berita duka yang jelas akan mengiris hatinya. Shem terdiam dengan bibir yang terasa kelu.
"Kenapa diam saja pangeranku?" Adaline sudah merasa ganjil dengan diamnya sang pangeran.
"Pangeran? Apa kamu mendengar aku? aku menanyakan kabar mereka!" tanya Adaline menambah volume nada suaranya agar lebih keras.
"Maafkan aku, Sayang. Aku telah mencoba lakukan hal semaksimal mungkin, bahkan aku berdebat dengan Ayahku, juga meminta bantuan Ibuku, tapi Ayahku terlalu kaku dan tetap pada pendiriannya," jawab Shem dengan berat hati.
"Maksudmu? Pendirian Raja yang bagaimana?" Adaline semakin was-was. Berdetak kencang jantungnya.
"Aku meminta maaf sekali kepadamu, Sayang ... Aku sungguh menyesal atas semua yang terjadi. Mereka semua telah meninggal. Karena itu aku pergi dari istana, aku tak mampu menyaksikan hukuman itu, sekali lagi aku sangat menyesal, Sayang." jawab Shem berusaha hati-hati menyampaikan itu, tapi bagaimanapun itu adalah kabar yang sangat luar biasa efeknya terhadap Adaline. Dirinya hancur berkeping-keping seketika mendengar kenyataan tragis itu.
Gadis itu sekian waktu tak sadarkan diri. Kini dia telah berada di istana Kerajaam Sadrach. Dia berada satu kamar dengan Elliot. Karena dia mengaku dan menyamar sebagai Masyayel, keponakan Elliot. Dirinya hari ini akan terbangun sebagai Masyayel. Identitas baru yang menjadi panggilannya di istana ini.
Adaline mulai membuka matanya. Dia merasa kepalanya sangat pusing dan dalam keadaan bingung. Dimana dirinya sekarang? Seperti suatu tempat yang asing baginya. Elliot cepat-cepat mendatanginya karena memang sejak tadi dia belum siuman dan beberapa kali pangeran Shem menengoknya. Karena menghawatirkannya.
"Kau sudah siuman Masyayel? Ini minumlah ramuan ini agar kau bisa pulih dengan cepat," ucapnya sambil menyodorkan kepadanya gelas berisi minuman.
"Aku dimana Elliot?" tanya gadis itu.
"Paman Elliot! Mulai sekarang tolong Tuan Putri memanggil saya Paman, karena Putri adalah keponakan saya," jelasnya pada Adaline.
"Dimana aku, Paman?" tanyanya dia ulang.
"Kamu berada di istana Sadrach. Pangeran membawamu kesini." Elliot menjelaskan.
Adaline mulai mengeluarkan tangisan lagi. Ia tidak ingin tinggal disini. Ia tidak mau hidup bersama para pembunuh keluarganya. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia menangis dengan bersuara yang menyentuh hati. Terisak-isak karena merasa sangat sedih dan tak bisa berbuat apa-apa.
"Aku akan memanggilkan Pangeran kesini, tadi pesannya seperti itu jika melihatmu telah siuman. Aku harus memberitahunya." Elliot meninggalkan Adaline. Lalu tak selang berapa lama dia datang lagi sudah membawa Pangeran Shem masuk ke kamarnya.
"Sayang, aku senang kamu sudah siuman. Kamu pingsan sangat lama. Aku sangan cemas dengan keadaanmu." Shem segera duduk di samping Adaline berbaring. Elliot memberikan sepiring makanan kepada Shem untuk Adaline.
"Aku bilang aku tak mau tinggal disini Shem!" ucapnya masih menangis.
"Nanti kita akan cari cara lain lagi ya? Sementara ini, tolong bersabarlah." Shem menenangkan hati dia.
Você também pode gostar
Comentário de parágrafo
O comentário de parágrafo agora está disponível na Web! Passe o mouse sobre qualquer parágrafo e clique no ícone para adicionar seu comentário.
Além disso, você sempre pode desativá-lo/ativá-lo em Configurações.
Entendi