Pukul delapan kurang sepuluh menit, Zalina tiba di kantornya. Absen melalui sidik jari terekam sebagai bukti kedatangannya.
"Untunglah, belum telat," ucap syukur Zalina.
Peraturan di kantornya cukup ketat. Toleransi keterlambatan hanya lima belas menit saja, setelah itu dia akan kehilangan uang transportasinya dan terpaksa kerja dengan sukarela karena tidak ada pengganti dari biaya transportasi di hari tersebut.
"Pagi..." sapa Zalina pada Dion yang sudah datang lebih dulu di ruang kerja mereka.
"Lin, mana nomornya Belinda?" tanya Dion, tanpa menjawab sapaan pagi Zalina.
"Masih mau coba?Beneran nggak takut sama Pak Bian?"
"Jodoh, siapa yang tahu, sih. Coba aja dulu"
Walaupun sempat ragu, tapi Zalina lalu memberikan juga nomor ponsel Belinda pada Dion. Dia teringat kata-kata Belinda soal lelaki yang tidak berani mendekati Belinda karena latar belakang keluarganya. Jika kini Dion memberanikan diri, bukan tidak mungkin jika Belinda juga terketuk hatinya.