Sesuatu terasa menyebar dari sudut mulutnya, menyengat hati Mia dengan rasa getir…. Dia tertawa pada dirinya sendiri, menunduk, dan menghabiskan sarapannya dengan hening.
Meski begitu, sarapan yang awalnya terasa lezat kini terasa seperti mengunyah lilin.
Eri melihat penampilan Mia yang berantakan merasa agak jengkel, tapi karena masalahnya sendiri, suasana hatinya juga sebenarnya sudah buruk, dan pada akhirnya dia hanya bisa menghela napas.
Setelah mengantar Mia ke kantor, Eri bertanya dengan serius, "Mia, kamu ini memilih jalan paling sulit untuk dirimu sendiri... kamu tahu, 'kan?"
Mia menoleh pada Eri, matanya yang bundar kehilangan kepercayaan dirinya.
Eri merangkul Mia, merasa ingin menangis. "Apapun keputusan yang kamu buat, kamu harus ingat... aku akan berada di sisimu."
"Hm…." Mia memejamkan mata dan menarik napas panjang. "Aku naik dulu."