Baixar aplicativo
2.9% You Must Die / Chapter 11: Hanya karena Lelaki Part 2

Capítulo 11: Hanya karena Lelaki Part 2

"Pu … Putra … Kamu ngapain kesini?" tanya Zahra kepada Putra.

"Aku kesini mau ngejelasin semua masalah masa lalu kita bertiga, aku gak mau kalau kamu terus menerus membenci Reina. Dia gak salah, Ra. Yang salah itu aku," ucap Putra mulai berbicara.

"Kalau kalian ke sini cuma mau ngebahas itu, sorry gue gak ada waktu!" balas Zahra sembari menutup pintu rumahnya, namun Putra berhasil untuk menahan pintu itu agar tak benar-benar tertutup.

"Kamu gak bisa gitu dong, Ra. Masalah ini harus diselesaikan baik-baik, aku gak suka dengan cara kamu yang terus menerus menghasut semua orang untuk menjauhi Reina," kata Putra. Zahra hanya diam saja, perlahan ia memutarkan kedua bola matanya. Nampaknya ia tak menyukai ucapan Putra yang terus membelaku.

"Lebih baik sekarang kamu minta maaf sama Reina!" perintah Putra kepada Zahra, Zahra terlihat terkejut dengan ucapan Putra.

"Kenapa gue yang harus minta maaf? Jelas-jelas dia yang salah!" tolak Zahra.

"Kamu salah paham, Ra," sahutku membela diri.

"Udah deh, mendingan kalian pulang aja sana. Sumpah yaa, gue muak liat muka lo!" ujar Zahra sembari menunjuk wajahku dengan telunjuknya. Dengan cepat Putra menepis tangan Zahra.

"Jangan nunjuk-nunjuk pacar aku dengan tangan kotormu ya? Ayo Reina, kita pulang aja. Percuma ngomong sama nenek sihir kayak dia, gak ada gunanya!" ajak Putra sembari menarik tanganku keluar dari rumah mewah Zahra. Aku menurut saja tanpa menolaknya. Sepertinya ucapan Putra begitu membuat Zahra benar-benar murka. Ia terus berteriak tak jelas dengan sangat keras. Aku begitu tak mendengar dengan jelas apa saja yang ia ucapkan. Putra terus menarik tanganku dengan paksa hingga tak terasa tanganku memerah karena genggamannya yang sangat kuat.

Putra terus mengajakku untuk pergi jauh dari rumah Zahra. Ia mangajakku ke rumahnya, kebetulan rumah Putra dan Zahra hanya terhalang oleh beberapa rumah saja. Ia terus meluapkan kekesalannya ketika sudah sampai di dalam rumahnya. Aku hanya berdiam diri sembari memegangi pergelangan tanganku yang terasa perih. Aku melihat Putra masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan sangat keras. Terlihat jelas sekali jika ia benar-benar kesal dengan tingkah Zahra yang memang sangat menyebalkan.

Tiba-tiba saja aku mendengar suara Zahra yang berteriak-teriak di depan rumah Putra. Aku pun memutuskan untuk melihatnya. Dengan cepat ia mendekatiku dan aku terkejut saat tangan kanannya memegang sebuah pisau besar.

"Zahra, kenapa kamu bawa pisau?" tanyaku bingung. Ia hanya diam sembari menatapku dengan tajam sama tajamnya seperti pisau yang ia pegang.

"Gue pengen lo mati, biar Putra tetap jadi milik gue. Gue kira Putra bakal jauhin lo karena lo gak punya teman dan sering jadi cibiran teman-teman sekolah, ternyata Putra gak berpaling juga dari lo. Apa sih yang istimewa dari lo? Dari fisik aja bagusan gue, ya gue akuin lo emang pinter, tapi itu gak seberapa. Gue lebih cantik dan menawan daripada lo. Apa Putra udah buta yaa bisa punya pacar kayak lo? Heran gue!" caci Zahra panjang lebar. Aku hanya tersenyum simpul mendengar ucapannya yang cukup menusuk hatiku ini.

"Tolong Ra, jangan lakuin ini. Ingat dosa, Ra!" balasku memperingatinya.

"Halah, tau apa lo tentang dosa? Gak usah ngomongin tentang dosa deh kalau lo sendiri punya banyak dosa," timpal Zahra. Aku hanya diam, tak membalas ucapannya. Tanpa aku duga, ia langsung menyerang. Aku mencoba untuk menahan tangannya yang terus menodongkan pisau itu ke arah wajahku. Aku berteriak sangat keras hingga aku mendengar suara Putra.

"LEPASIN DIA, ZAHRA!!!" teriak Putra begitu keras. Zahra menoleh ke arah Putra dan aku pun segera mendorong tubuh Zahra hingga Zahra terjatuh. Namun pisau miliknya itu tak terlepas dari tangannya. Padahal tadinya aku akan mengambil pisaunya dan membuangnya jauh-jauh, agar ia tak bisa menyakitiku atau menyakiti siapapun dengan pisaunya yang terlihat sangat tajam itu.

"Maksud lo apa, Zahra? Kenapa lo ngelakuin itu ke Reina?" tanya Putra. Terlihat jelas wajahnya yang memerah karena marah.

"Aku gak mau kamu terus-terusan ngebela dia. Apa sih bagusnya dia? Cantikan juga aku. Apa kamu udah buta?" tanya balik Zahra.

"Hati dia lebih baik daripada hati kamu!" balas Putra singkat.

"Kurang ajar, lelaki gak tau diuntung. Harusnya lo bersyukur masih ada cewek cantik kayak gue yang suka sama lo, tapi lo malah milik cewek jelek kayak dia. Cih!" kata Zahra sembari membuang ludahnya tepat di hadapan Putra. Emosi Putra pun terpancing, ia tidak terima jika dirinya direndahkan oleh seorang gadis seperti Zahra. Dengan cepat dan dengan penuh paksaan, Putra merebut pisau yang dipegang Zahra. Hal tak terduga pun terjadi, hal yang seharusnya tak ku lihat, hal yang seharusnya tak terjadi kini telah terjadi. Putra menggerek leher Zahra dengan sadis. Seketika itu darah segar bercucuran dari leher Zahra. Jelas terlihat jika lehernya hampir terputus. Ia pun mati seketika.

Aku benar-benar terkejut melihat kejadian itu. Aku juga tak menyangka jika Putra akan melakukan hal yang kejam hanya karena dirinya direndahkan oleh Zahra. Aku tak tahu harus berbuat apa untuk saat ini. Aku hanya bisa berdiam diri, terkejut dengan apa yang telah terjadi saat ini. Putra melemparkan pisau itu dan berlutut di dekat jasad Zahra. Aku rasa, ia menyesal karena telah melakukan hal itu. Namun aku kembali dikejutkan saat tiba-tiba saja Putra kembali mengambil pisau itu dan menggoreskan pisau itu tepat di pergelangan tangannya. Aku berteriak keras hingga membuat beberapa warga datang menghampiri. Mereka juga terkejut dengan apa yang mereka lihat saat ini. Putra terus menggoreskan pisau itu di pergelangan tangannya hingga tangannya itu mulai terputus. Ia terjatuh dan menjerit kesakitan. Beberapa orang yang sedari tadi hanya menyaksikan pun segera menolong Putra untuk dibawa ke rumah sakit, mereka juga membawa jasad Zahra. Sementara aku mencoba menghubungi kedua orang tua mereka.

Keesokan harinya, aku berniat untuk menjenguk Putra di rumah sakit. Namun belum sempat aku melangkahkan kaki keluar rumah, tiba-tiba saja ibunda Putra menghubungiku dan memberitahukan kabar buruk yang membuatku terkejut. Ibunda Putra bilang jika Putra sudah meninggal, ia kehabisan banyak darah dan rumah sakit tak memiliki stok darah yang cocok untuk tubuh Putra. Dengan terpaksa mereka harus merelakan Putra pergi meninggalkan dunia ini. Aku benar-benar syok dengan kejadian ini. Kejadian yang mungkin tak akan aku lupakan sampai kapan pun. Kejadian yang mungkin saja akan membuat nafsu makanku berkurang. Kejadian yang mungkin saja akan membuatku menyusul mereka nantinya. Kejadian yang mungkin saja akan membuatku gila karena terus memikirkannya.

SELESAI!!!

***

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C11
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login