Baixar aplicativo
5.02% The Envoy of Darkness For The New Beginning / Chapter 20: Kematian Tidak Akan Bisa Kau Hindari

Capítulo 20: Kematian Tidak Akan Bisa Kau Hindari

"Apakah, kau yakin untuk melakukannya?" tanya gadis itu. Ia masih mempertanyakan apakah, yang dikatakan oleh Arzlan hanya sebuah ucapan bohong atau tidak.

"Ya, tidak ada lagi jalan untuk aku kembali! Aku memang sudah ditakdirkan untuk memberikan, kematian bagi mereka yang sudah menyimpang ke arah berbeda!" Ucapan tegas, Arzlan gunakan. Dia sudah tidak memikirkan apapun, memang setiap resiko sudah dia pikirkan, tapi apa artinya sekarang dia hidup.

Sejak awal dia hidup, mungkin takdir inilah yang ingin diberikan sang pencipta kepada dirinya.

Setelah mendengar ucapan itu, gadis tersebut tidak bisa lagi berkata. Dirinya, sudah sangat paham, kalau Arzlan memang memiliki tekad yang kuat.

***

Arzlan dan gadis itu, mulai kembali ke desa elf. Arzlan berniat untuk segera pergi, dan melanjutkan tujuannya.

"T-Tuan, Anda sudah kembali!" Pemuda elf yang sejak dari awal menaruh harapan, besar terhadap Arzlan datang menghampiri pria tersebut.

"Ada apa? Kenapa kau terlihat seperti sedang cemas?"

Raut wajah, yang begitu sedih pertanda kalau ada masalah yang baru saja dia dapatkan.

"Sebenarnya, kami tidak tahu harus bagaimana! Kami saat ini, berpikir untuk merencanakan ke depannya! Mendengar ucapan Anda, yang kemarin malam adalah sebuah lelucon, kami semua harus memutar otak, untuk memikirkan solusi dari masalah ini."

"Mudah saja!"

"Eh?"

"Kau hanya, perlu memikirkan bagaimana cara orang lain, untuk tidak lagi mengganggu kehidupanmu! Kau dan seluruh penduduk, harus siap apapun yang terjadi, jika para pihak kerajaan kembali menyerang maka, semua orang yang akan ada di sini, pasti menderita."

Terdengar sangat mudah, bagi Arzlan mengucapkannya, akan tetapi sulit untuk mengucapkan hal tersebut. Kenyataan terlalu kejam, taring takdir selalu memberikan kengerian, tidak ada yang bisa menentang waktu. Mereka hanya bisa pasrah.

"Tuan, apakah kami ini masih memiliki, harapan untuk hidup?"

"Tentu saja! Tidak ada siapapun, yang boleh menghakimi hidup kalian! Hanya dia sang pemilik alam semesta, yang boleh mengambil sesuatu dari kalian, bukan makhluk hidup lainnya!" Arzlan berkata sembari membayangkan, apa yang selama ini terjadi terhadap dirinya. Emosi kemarahan, tergambar dari sorotan matanya.

Pemuda dan orang-orang yang mendengar itu, merasa tersentuh. Kata-kata yang telontar bagaikan, bensin yang langsung menyulut api semangat yang ada di dalam hati mereka.

"Benar! Tapi, bagaimana kami bisa melakukannya, sementara kami ini tidak memiliki kemampuan apa-apa, kami hanya bisa menggunakan panah dan sihir level rendah. Tidak akan mungkin bisa melawan para pasukan kerajaan, yang memiliki banyak prajurit tangguh."

"Apakah kau ingin menyerah?" tanya tegas Arzlan.

"Eh?" Pemuda itu, kembali dibuat merinding.

"Apakah kau ingin menyerah terhadap keadaanmu saat ini? Biar aku ceritakan sedikit, sebuah kisah! Ada seorang anak laki-laki, yang tidak memiliki siapapun, dia selalu dihina dan disiksa. Tapi, bukan berarti sang pemilik takdir tidak memperhatikannya, karena pada akhirnya laki-laki itu memiliki kekuatan untuk menentang dunia yang sudah terlalu kejam untuk dirinya!"

Semua menatap Arzlan, dengan wajah penuh rasa kaget. Mereka sadar, kalau terlalu cepat untuk mereka menyerah akan keadaan yang sedang terjadi.

"Apakah, kalian ingin hal buruk seperti beberapa hari lalu terjadi kembali? Atau kalian ingin, merubah segalanya menjadi jauh lebih baik?" Arzlan mau melihat, sebesar apa tekad dan semangat dari pemuda dan para penduduk.

Semua menundukkan kepala, mereka berpikir keras. Mereka ingin melakukan, apa yang dikatakan oleh Arzlan, akan tetapi mereka tidak tahu bagaimana cara memulainya. Terlalu rumit untuk mereka, yang hanya penduduk biasa, dan rakyat jelata.

"Tuan, kami tidak bisa memiliki keberanian untuk hal itu. Kami tidak ada yang bisa, memimpin dan terus menyalakan api semangat yang ada!" Wajah pemuda itu, tertunduk ke bawah dengan raut wajah layu yang seperti bunga hendak mati.

Begitu juga, para penduduk yang, tidak memiliki semangat lagi di mata mereka. Seolah, sudah tidak ada cara lain, bagi mereka. Selain, pasrah akan keadaan, tekad itu memang ada akan tetapi keberanian akan keadaan yang tidak begitu baik, membuat tekad menjadi surut.

"Huh…." Arzlan sepertinya, harus mengambil tindakan yang cukup ekstrim. "Apakah aku akan baik-baik saja, mengatakan hal ini?" Dia tidak ingin salah langkah, dalam berucap. Jika dia mengatakan suatu perkataan, tanpa pikir panjang seperti sebelumnya, di masa depan pasti perkataan itu akan menuai tanggung jawab yang harus dia pikul.

Pemuda, dan seluruh penduduk menunggu apakah Arzlan, akan mengeluarkan kata-kata yang mampu memberikan semangat api terhadap mereka.

"Dengarkan aku!"

Semua mulai mengangkat kepala, dan mata mereka tertuju kepada sumber pemilik suara lantang dan tegas itu.

"Aku, rasa kalian ini memang pantas untuk dijadikan hewan ternak!" Ucapan yang sungguh kasar, hingga membuat semua orang menjadi sangat terkejut. "Apakah, kalian hanya ingin menjadi budak yang terus dipermainkan oleh makhluk lain?" Tidak ada jawaban, semua terdiam dan malu untuk mengeluarkan ucapan. "Jika kalian, memang ingin hidup sebagai, hewan ternak. Maka aku akan, akan menyembelih kalian, selayaknya hewan ternak!"

Arzlan mengeluarkan pedangnya, tatapan intimidasi terpancar dari badannya. Pemuda dan para penduduk sangat terkejut, mereka tidak bisa bergerak kaki mereka seakan mati rasa. Melihat Arzlan, seperti malaikat maut sungguhan.

Mata Arzlan mengeluarkan sinar merah, dengan angin yang berhembus di kelilingnya, hingga menerbangkan jubahnya. Cukup untuk mereka yang penakut untuk kencing di celana, menyaksikan aura intimidasi dari Arzlan.

Arzlan mulai berjalan, menghampiri para penduduk. Semua mulai ketakutan, mereka tidak bisa melawan.

"Tunggu!" teriak pemuda elf. Tapi tidak dihiraukan Arzlan.

Tetap langkah kaki Arzlan, menghampiri para elf, yang pertama Arzlan incar adalah pria tua yang bersangga dengan kayu rapuh.

Pria tua itu, melotot ketakutan. Pedang Arzlan sudah diangkat, dia ingin sekali menangis melihat kilau pedang yang terkena cahaya sinar matahari.

"Sampai jumpa di akhirat!" ucap terakhir Arzlan, sebelum dia mengayunkan pedangnya.

Pedang lalu berayun sangat cepat. Semua orang tidak bisa bergeming, beberapa dari mereka menutup mata dan memalingkan wajahnya.

Things!

Tiba-tiba, terdengar suara besi berbenturan yang sangat nyaring. Sangat mengejutkan, karena wanita yang bersama Arzlan, telah menghentikan ayunan pedangnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Arzlan dengan nada dingin.

"Cobalah, untuk tidak untuk memberikan mereka penderitaan yang lebih!" balas wanita itu dengan nada geram. "K-Kuat sekali, tekanan pedang yang dia berikan!" Keringat, mulai mengucur. Tangannya perlahan mulai terasa penat untuk terus mempertahankan benturan pedang.

Mata Arzlan lalu mengeluarkan, satu sinar yang berkedip sesaat. "Things!" Dengan sinar itu, dia lalu berhasil menyentak wanita tersebut, dan melempar pedang si wanita hingga cukup jauh.

Wanita itu terduduk, pedang Arzlan sudah berada di depan wajahnya.

"Apakah, kau ingin menghalangi kematian?" tanya Arzlan, tatapan yang sangat mengandung unsur mengerikan terlihat jelas.

"Uh…." Tidak ada kata-kata yang bisa dikeluarkan oleh wanita itu.

__To Be Continued__


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C20
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login