*BAB 19*
Dengan keadaan setengah mabuk, Violette berusaha mengendarai mobilnya dengan mata yang terbuka dan berusaha untuk tetap fokus. Dini hari jalanan ibu kota yang ia lintasi menjadi sangat sepi, hanya ada beberapa kendaraan saja yang berlalu-lalang. Hal ini membantu Violette dalam berkendara. Ia melalui jalanan lengang ini dengan santai.
Perlahan mobil yang Violette kendarai masuk ke dalam area mansion, gerbang besar nan megah menyambut kedatangan Violette dalam keadaan setengah sadar.
"Brukkk. . " Violette menutup pintu mobil dengan kasar.
"Nona." Ucap salah seorang anak buah Jimmy yang bertugas di malam hari. Mansion ini di jaga 24 jam oleh para anak buah Jimmy, mereka memiliki shift masing-masing harus di jalani.
"Argh aku tidak apa-apa.'' Balas Violette, tubuhnya sedikit terhuyung ke depan dengan tangan yang memegangi kepalanya yang terasa berat.
Minuman alkohol, selalu menyiksa seseorang namun juga sangat candu bagi peminatnya.
"Saya akan membantu anda nona." Tawar pria berbadan tegap itu, kebetulan ia sedang berjaga di garasi ini. Garasi yang menjadi tempat untuk memarkirkan berbagai jenis mobil. Sejujurnya ruangan ini justru lebih terlihat seperti showroom mobil. Mulai dari jenis, ukuran, hingga warna tersedia di garasi ini.
Yeah, Jimmy memang gemar mengoleksi mobil mewah.
"Tidak perlu." Violette menepis uluran tangan pria itu. Ia lebih memilih berjalan dengan kakinya sendiri, meski harus berjuang agar tidak ambruk di atas lantai marmer yang dingin. Bahkan Violette sampai melepas high heels yang ia kenakan sebelumnya.
"Maafkan saya Nona." Kata pria itu dengan sopan. Namun meskipun begitu ia tetap mengawasi Violette dari jauh, berjaga-jaga jika terjadi sesuatu pada majikannya.
Keadaan mansion ini sangatlah sepi, beberapa lampu pilar utama sengaja di matikan. Bukan karena untuk menghemat dana untuk pembayaran listrik, namun lebih pada kepedulian terhadap bumi.
"Ceklek. . . "
Violette mendorong pintu kamarnya dan segera memasukinya. Ia sudah tidak bisa menahan rasa pusing di kepalanya lagi.
"Bruk. . "
"Argh kepala ku pusing sekali.'' Gumam Violette dengan menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang yang empuk. Ia bahkan tidak mengganti pakaiannya terlebih dahulu atau sekedar mencuci wajahnya.
Di tempat yang berbeda, Xander tengah berada di dalam mobil miliknya. Ia akan menuju ke bandara siang ini. Dengan berat hati, Xander harus meninggalkan negara ini dan kembali ke negara dimana ia dilahirkan.
Sedari tadi Xander tidak berhenti memberi sumpah serapahnya kepada Jimmy dan Annita, ia sangat kesal kepada dua orang itu. Meski ia terlihat tenang namun hatinya dipenuhi oleh rasa kekesalan dan dendam.
Xander tidak mengerti apa yang sebenarnya di inginkan oleh Daddynya. Bukankah sama saja jika ia tetap menjabat sebagai CEO di kantor ini. Mengapa ia diharuskan untuk pindah dan kembali menetap di mansion itu.
"Argh sial." Umpat Xander dengan suara rendah.
"Apa anda mengatakan sesuatu Tuan?.'' Tanya Paul yang seperti mendengar jika Xander telah mengatakan sesuatu. Ia melihat wajah Xander melalui kaca yang berada di dalam mobil.
"Coffe shop." Jawab Xander singkat, dalam keadaan seperti ini ia membutuhkan secangkir ice americano untuk kembali menjernihkan pikirannya. Xander memang pecinta kopi, dan yeah ia sangat gemar meminum ice americano yang memiliki rasa pahit.
Bagi Xander kopi mewakili perasaannya, bukan hanya itu saja, kopi seperti kehidupan Xander yang terasa sangat pahit.
"Baik Tuan." Paul mengangguk mengerti.
Xander menatap ke arah luar jendela mobil, entah apa yang Xander khawatirkan. Balas dendam atau justru hal lainnya.
"Kopi anda Tuan." Paul memberikan segelas ice americano. Yang langsung di terima oleh Xander dengan tatapan bingung. Entah sejak kapan mobil yang ia tumpangi berhenti di depan coffe shop. Argh, sepertinya Xander terlalu fokus pada lamunannya.
Mobil mewah itu kembali melaju membelah jalanan ibukota yang banyak dilalui oleh kendaraan roda dua maupun empat. Xander akan kembali menggunakan pesawat pribadinya. Pesawat pribadi hasil jerih payah Xander sendiri, Xander baru membelinya dua tahun terakhir ini. Karena biasanya Xander akan menyewa pesawat pribadi untuk membawanya pergi ke luar negeri.
Sejujurnya Xander memiliki banyak uang, ia bahkan bisa mendirikan perusahaan yang ia inginkan sendiri. Namun entah apa alasan Xander ia masih bertahan di perusahaan milik Daddynya.
"Kita sudah sampai Tuan." Ucap Paul membuyarkan lamunan Xander.
Dari dalam mobil sudah terlihat sebuah pesawat pribadi berwarna putih yang bercampur dengan warna hitam yang bertuliskan nama inisial Xander "X" di bagian sisi pesawat.
Disana berdiri da dua orang pramugari, serta pilot yang akan bertugas dalam perjalanan kali ini. Di dekat mobil ada beberapa anak buah Xander yang sedang berjaga dan menunggu kedatangannya.
"Silahkan Tuan." Anak buah Xander mempersilahkan Xander untuk keluar dari mobil.
Xander keluar dari mobil dengan sangat gagah, ia sedikit merapikan jas hitam yang melekat di tubuhnya serta memperbaiki letak kacamata hitam miliknya. Xander terlihat seperti dewa yang turun dari sebuah mobil mewah.
Aura Xander membuat dua orang pramugari itu tidak berkedip ketika melihatnya. Takdir mereka sepertinya cukup beruntung karena bisa bekerja di bawah Xander, bahkan mereka dapat melihat Xander dari jarak yang sangat dekat.
"Oh lihatlah dia sangat tampan dan gagah." Puji salah seorang pramugari dengan berbisik kepada rekan kerjanya.
"Kau benar. Namun dia terlihat sangat dingin."
"Dia tidak memberikan senyuman sama sekali." Meskipun begitu, tidak mengurangi kadar ketampanan seorang Xander Hill Hampton. Justru itulah yang menjadi daya tarik Xander. Dingin, angkuh, serta tak tersentuh oleh siapapun.
"Tutup mulut kalian. Dan berikan salam kepada Tuan Xander." Kata seorang pilot yang mendengar pembicaraan mereka berdua.
"Aa-aah baiklah." Jawab mereka sedikit gugup karena melihat Xander berjalan ke arah mereka dengan langkah angkuhnya.
"Selamat datang Tuan Xander. Lama tidak berjumpa dengan anda." Sapa seorang pilot yang mungkin usianya tidak beda jauh dengan Xander. Namun kepribadian mereka jelas terlihat berbeda sekali.
"Bagaimana cuaca hari ini?.'' Tanya Xander, ia tidak memperdulikan apa yang diucapkan oleh pilot itu. Karena cuaca hari ini lebih penting daripada membalas ucapan pria itu.
"Cuaca hari ini cukup bagus Tuan."
"Aku tidak ingin berlama-lama."
"Baik Tuan." Pilot itu memberi kode kepada yang lainnya untuk segera bersiap-siap.
Xander berjalan menaiki tangga menuju ke dalam pesawat lalu diikuti oleh yang lainnya. Ia duduk di salah satu kursi di dekat jendela pesawat lalu memasang seat belt.
"Pesawat sebentar lagi akan lepas landas Tuan." Ucap salah satu pramugari kepada Xander. Meski pilot sudah memberitahukan jika pesawat ini akan segera lepas landas, pramugari itu tetap melakukannya kepada Xander. Pramugari itu ingin memastikan jika semua penumpang yang ada di dalam pesawat pribadi ini telah menggunakan seat beltnya masing-masing.