*BAB 7*
Saat peristiwa itu berlangsung, usia Xander baru menginjak 10 tahun. Usia yang belum cukup mengerti dengan kondisi saat itu. Namun yang dapat Xander pahami adalah, kondisi keluarganya sedang tidak baik baik saja. Ia sering mendengar kedua orangtuanya beradu mulut, bahkan Daddynya tidak segan untuk bertindak kasar kepada Mommynya. Dan hampir setiap hari, Xander mendengar suara tangisan dari dalam kamar Mommynya.
*_Flashback*_
"Hikss. . "
Xander yang baru saja pulang dari sekolah mendengar suara tangisan dari dalam kamar orangtuanya, ini bukan pertama kalinya bagi Xander mendengar Hellen menangis.
Xander selalu menemui Hellen jika ia sudah pulang dari sekolahnya, jadi ia akan selalu mencari keberadaan Mommynya. Untuk menceritakan apa saja yang sudah ia lakukan hari ini di sekolah. Di usianya yang baru menginjak 10 tahun, Xander memiliki kecerdasan di atas rata-rata, melebihi anak-anak di usianya. Pikiran Xander pun sudah lebih dewasa dari mereka, sejujurnya ia sudah sedikit mengerti dengan keadaan yang sedang terjadi di mansion ini. Apa yang terjadi di antara kedua orangtuanya. Namun Xander hanya berlagak tidak tahu dengan apa yang sedang terjadi.
"Mom." Panggil Xander dengan suara yang lembut, ia juga berjalan dengan perlahan, menghampiri Hellen yang sedang terduduk di tepi ranjang sembari menangis sesenggukan.
"Mommy, kenapa mommy menangis?." Tanya Xander dengan menggenggam kedua tangan Hellen. Matanya yang besar serta tajam menatap manik mata milik Hellen yang di penuhi oleh buliran air mata yang menggenang disana.
Hellen yang tidak menyadari dengan kehadiran Xander, dengan cepat segera menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya. Meski hal itu sia-sia, karena Xander sudah berada di hadapan Hellen sembari menggenggam tangannya.
"Hei anak mommy sudah pulang?.'' Tanya Hellen mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin Xander tahu jika dirinya sedang bersedih. Hellen tidak ingin, Xander
mengetahui apa yang sedang ia alami saat ini.
Xander terdiam sejenak, namun tatapannya tidak lepas dari kedua mata Hellen. Xander sadar jika mommynya sedang mengalihkan pembicaraan.
"Oh God, kau sangat perhatian kepada mommy X."
"Mommy tidak menangis, ini semua karena debu." Jawab Hellen dengan tersenyum hangat, senyuman yang ia paksakan. Agar Xander tidak curiga kepada dirinya. Tangan Hellen mengusap puncak kepala Xander, rambut itu terasa halus di genggamannya. Hellen berusaha mati-matian agar tidak meneteskan air mata kembali. Ia harus kuat, paling tidak ia harus terlihat kuat di hadapan Xander.
Xander tidak menjawab ucapan Hellen, ia justru terdiam sembari memandangi wajah sang mommy tercinta. Xander tahu jika mommynya tengah berbohong, tidak ada debu di mansion ini. Bahkan untuk ukuran gudang sekaligus, karena setiap sudut mansion ini selalu di bersihkan setiap harinya. Semuanya terlihat rapi, bersih, serta mengkilat. Mungkin debu pun enggan menempelkan dirinya di area mansion ini, karena mereka akan selalu tersingkir.
"Mommy berkata jujur sayang, bagaimana mungkin mommy bisa menangis jika memiliki seorang anak yang sangat tampan dan pandai seperti dirimu." Hellen turun dari ranjang, kemudian sedikit merunduk agar posisinya sejajar dengan Xander.
"Mommy sangat menyayangi mu." Ia menarik Xander ke dalam dekapannya, memeluk Xander dengan perasaan yang teramat sedih. Ia tidak tahu bagaimana akhir dari perihal rumah tangganya yang sudah di ujung tanduk.
Hubungan yang sudah hampir terjalin selama 13 tahun, retak begitu saja karena kehadiran orang ketiga di dalam rumah tangganya.
"Berjanjilah kepada mommy, kau tidak boleh menyakiti hati seorang wanita X." Hellen menatap Xander lekat lekat, meski masih terlalu dini ia mengucapkan kalimat ini kepada Xander. Namun Hellen sangat berharap jika saat dewasa nanti, Xander tidak menyakiti seorang wanita.
Xander mengangguk mengerti, kemudian menyatukan kedua jari kelingking mereka.
*_Flashback off_*
"Xander." Teriak Jimmy dengan penuh amarah, ia tidak bisa lagi mengontrol emosinya, Jimmy memang bisa bersabar, namun kesabarannya tidaklah besar.
"Kenapa, apa kau akan menyangkalnya?".
"Hah. . Kenapa kau terus membela wanita itu?." Xander menunjuk Annita menggunakan jari telunjuknya. Otot-otot tanganya terlihat dengan sangat jelas. Menandakan jika Xander berusaha menahan sesuatu di dalam dirinya yang ingin meledak.
"Apa karena dia lebih muda dari Mommy dan dia bisa memuaskan nafsumu?."
"Dan dia lebih sehat, tidak seperti Mommy yang memiliki penyakit?."
"Jawab!!!.'' Teriak Xander dengan tatapan yang menyeramkan, ia mencengkram kerah kemeja Jimmy hingga membuatnya sedikit merasa sesak, karena kesulitan bernafas.
"Xander, tolong hentikan. Kau bisa membunuhnya." Annita berusaha melepas cengkraman tangan Xander di kerah kemeja suaminya.
"Minggir." Tanpa rasa belas kasihan, Xander mendorong tubub Annita hingga membuatnya terguling di atas lantai marmer yang dingin.
"Kau bahkan tidak datang di hari pemakaman Mommy."
"Lagi lagi kau lebih mementingkan wanita itu di bandingkan Mommy dan aku."
"Kau tahu, semenjak hari itu aku sangat membenci dirimu. Rasa benci yang ada di dalam hati ku semakin besar, melebihi rasa sayang ku kepada Mommy."
"Arghhh." Xander mendorong tubuh Jimmy hingga mundur beberapa langkah.
"Apa kau baik-baik saja?." Tanya Annita dengan cepat bangun dari tempatnya terjatuh, menghampiri suaminya yang terlihat begitu syok mendengar penuturan Xander.
Jimmy memberikan kode kepada Annita jika dirinya baik-baik saja. Namun tatapannya tidak terlepas sedikit pun dari Xander, tatapan Xander sangat berbeda, terlihat jika pria itu sangat membenci dirinya. Tatapannya terlihat begitu membara, memperlihatkan rasa benci yang teramat dalam.
"Cepat katakan apa yang ingin kalian bicarakan, aku tidak memiliki banyak waktu.'' Ujar Xander, dengan menatap dingin ke arah mereka. Setidaknya dengan berkata seperti itu, ia bisa cepat pergi dari tempat ini. Karena Xander sudah sangat muak dan benci melihat dua orang itu. Rasa kebencian Xander justru semakin bertambah, dan itu membuat emosinya tidak stabil.
"Daddy ingin kau kembali ke mansion utama keluarga Hampton, dan tinggal bersama kami." Ucap Jimmy penuh dengan keseriusan. Ia sudah memikirkan hal ini dengan matang-matang, tentu saja dengan berdiskusi bersama Annita, istri tercintanya. Dan Annita setuju dengan keputusan Jimmy untuk menyuruh Xander agar tinggal bersama mereka.
Mungkin bagi Annita, dengan cara inilah ia bisa mendekatkan diri dengan Xander, dan mencoba menarik perhatian Xander untuk bisa memaafkan kesalahannya di masa lalu. Tidak hanya Annita saja yang berpikiran seperti ini, namun Jimmy juga memiliki pemikiran yang sama seperti Annita. Ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Xander, dan menebus dosa yang pernah ia perbuat di masa lalu.
"Oh. .Aku pikir ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, ternyata kalian hanya ingin membicarakan omong kosong seperti ini." Xander tergelak mendengar ucapan Jimmy, menurutnya ucapan Jimmy sangatlah aneh dan lucu.
"Daddy mengatakan hal ini dengan serius X." Jimmy tidak suka dengan reaksi yang di berikan oleh Xander, anak itu terlihat sangat meremehkan ucapannya.
"Berhenti menyebutmu dengan sebutan Daddy, karena aku tidak sudi memiliki seorang Daddy seperti dirimu."
"Dan yah kalian bisa pergi dari ruangan ku, karena aku tidak berniat tinggal bersama kalian." Jawab Xander, ia kembali berjalan menuju kursi kebesarannya. Ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan dengan cepat.
"Xander, kau benar benar kurang ajar." Jimmy berjalan menghampiri meja kerja Xander dan menunjuk wajah tampan Xander dengan jari telunjuknya.
"Aish, sialan." Lagi lagi Xander harus kembali berdiri dari kursinya.