"Za,mau ke mana!!?" teriak Bobo memanggilku,anak bertubuh gempal itu memegangi bola di tangan kirinya layaknya pemain sepak bola profesional.Melupakan perut besarnya yang menjulang ke depan,mungkin dia merasa memiliki tubuh yang atletis.
"Mau ganti baju!" balasku berteriak.
"Loh,jangan!! Main bola dulu aja!" pintanya berteriak juga.
"Iya,Za.Lagian main bola bentar juga" sahut Rasya mendukung Bobo, mereka berdua sangat bersemangat sekali untuk bermain sepak bola.Sedangkan aku sudah malas karena terlalu sering bermain bola bersama mereka.
"Bentar lagi jadwalnya Bu Anik,kalian mau dihukum?" tanyaku memperingati.
"Ya ampun Za,sekali kali dihukum kan gak papa.Sayang banget sama matematika" ejek Bobo dari seberang.
"Terserah kalian deh" aku mengacuhkan mereka dan kembali melanjutkan langkahku.
Baru tiga empat langkah kedua mataku mendapati segerombolan teman temanku yang entah sedang menonton apa.Aku mendecak sebal karena itu.Tubuhku reflek berbalik dan berjalan kembali ke tempat tadi.
Bobo dan Rasya yang tadi sibuk saling mengoper bola pun menghentikan kegiatan mereka kala melihatku berjalan kembali,"Wah,kenapa Za? Berubah pikiran?" tanya Rasya menyindir.
Aku tetap melangkah sambil menunjuk nunjuk mereka,"Daripada main bola terus,mending lakuin hal terpuji dengan nolong seseorang"
Mereka menganga lebar lebar,saling melempar pandangan satu sama lain.Kemudian melempar pandangan bingung ke arahku.
"Sekarang cari Pak Wahyu bilang kalo ada yang di bully di sana" aku menjelaskannya sambil menunjuk gerombolan di seberang tadi.
Kepalaku kembali menengok ke arah Bobo dan Rasya.Wajah mereka terlihat sangat kesal.
Bola di tangannya di pantul pantulkan ke tanah sambil menatapku galak,"Yang pengen nolongin itu kan kamu,kenapa kita yang harus repot?" tanya Bobo kesal seraya mengencangkan hentakan bolanya ke tanah.
Aku mendengus,lalu melipat kedua tanganku di depan dada.
"Yang belum ngerjain PR itu kan kamu,kenapa aku yang harus repot?" mendengar jawabanku barusan urat urat kemarahan di wajah Bobo pun mulai mengendur hingga kembali datar.
Aku melirik ke sebelah Bobo,Rasya tetap saja memandangku galak."Apa liat-liat!!?" sungutnya kesal.
"Aku udah ngerjain PR,jadi jangan harap bisa ngancem aku" jelas Rasya kesal.
Pelan aku menggaruk tengkuk,berpikir keras serangan ultimatum apa yang bisa membuat seorang Rasya Andreas mati kutu tak berkutik sama sekali.
Rasya itu pintar,tak seperti Bobo yang jika hanya diancam tak dikasih contekan PR pun langsung luluh.
Kalau Rasya dia lebih memilih menolak daripada menurut.Aku harus benar benar memikirkan ide brilian agar Rasya mau.
"Nanti aku traktir di kantin selama seminggu deh" kata kata itu meluncur dengan bebas tanpa ku sadari.Aku hanya mengucapkan apa yang terlintas di pikiranku.
Namun,ternyata keuntungan yang kutawarkan barusan mampu membuat Rasya langsung tersenyum sumringah,"Deal!"
Sesuai perintah Bobo dan Rasya langsung berlari pergi mencari Pak Wahyu.Sedangkan aku masih melamun, memikirkan apa yang baru saja kuucapkan.
"Sial!" geramku kala mengingat apa yang kuucapkan.
"Mungkin dia ngelihat hantu lagi" aku kembali menoleh ke arah gerombolan tadi,barusan salah satu dari mereka mengatakan hantu?
Mendadak aku tertarik ke arah mereka,pusat keramaian itu menarikku seperti magnet.Ujung kakiku sedikit berjinjit-jinjit untuk melebihi tinggi teman temanku, agar aku bisa tahu apa yang sebenarnya sedang mereka tonton sampai sampai seheboh ini.
Seorang gadis duduk ketakutan dengan kedua kakinya yang terlipat di depan dada.Tangannya memeluk erat kakinya saking takut.
"En" panggilku lirih setelah menyadari bahwa gadis itu adalah En,anak yang tadi pagi ku temui di bus.
Kami memang baru pertama kalinya bertemu tadi pagi dan sekarang adalah kedua kalinya.Meski begitu, sepertinya antara satu sama lain,kita saling mengenal dengan baik.Aku hafal betul dengan jam tangan putih yang melingkar di tangannya.
Dia mendongak dan menatapku lekat.Dari tatapan matanya seperti memintaku untuk membela dan menariknya pergi dari sana.
Namun,aku sama sekali tak bergeming.Aku terlalu fokus menatap wajah manisnya beserta pendapat pendapat yang berterbangan tak beraturan di kepalaku.
Dia bisa melihat hantu?
Kepalaku miring ke samping sambil lebih menajamkan penglihatan ku ke arahnya.Sungguh aku tak percaya jika En benar benar bisa melihat hantu.
"Loh,ada apa ini!?" tiba tiba Pak Wahyu datang membuyarkan keramaian ini.
Bersamaan dengan itu tubuhku pun terasa tertarik entah ke mana,aku hanya pasrah mengikuti arah tubuhku ditarik oleh entah siapa pelakunya.
"Hayukk,ke kantin sekarang!" mataku langsung terbuka lebar lebar.Di depanku sudah berdiri Bobo dan Rasya dengan wajah girang dan bahagianya.
"Ngapain?"
"Ish! Jangan bilang tadi cuma boongan!" Bobo meninju pelan lengan kiriku.Walau pelan tapi tetap saja sakit.
"Emang aku tadi bilang bakalan traktir kamu?" tudingku kepada Bobo.
"Loh,tadi kan kamu bilang bakalan traktir seminggu" jelas Bobo bingung.
"Itu kan buat Rasya,kalo kamu kan aku kasih contekan PR"
"Loh,masak aku gak ditraktir sih?"
"Ya udah di traktir,tapi kamu gak aku kasih contekan PR" telunjukku bergerak ke kanan dan ke kiri tepat di wajah Bobo yang mulai memerah.
"Pilih salah satu,gak boleh dua" ucapku melanjutkan perkataan.
"Hayolo Bo pilih salah satu tuh,kamu pilih PR apa jajan?" sahut Rasya menggodanya.
"Embuh!"
"Kalo pilih PR berarti kamu gak aku traktir,kalo pilih ditraktir berarti kamu gak dapet contekan PR" aku sengaja mengulang ngulang perkataanku agar Bobo semakin kesal.
Wajahnya ketika kesal akan memerah seperti buah tomat yang sangat merah.Ditambah lagi bentuk badannya yang gempal,sangat mendukung menyerupai tomat.
Bobo terdiam,entah sedang berpikir memilih yang mana atau malah sedang menahan emosi yang sebentar lagi akan meledak ledak.
"Satu...." telunjukku kembali teracung di depan wajah Bobo,memberi aba aba hitungan agar tak membuang buang waktu lama.
"Dua...." ujar Rasya ikut ikutan.
"Ti.... ga!" aku memekik sambil mengacungkan tiga jariku di depan Bobo,dan tak terduga ternyata Bobo telah menbuat keputusannya,"Aku pilih jajan!"
Reflek aku dan Rasya tersentak."Terus PR mu gimana?" Rasya mencoba menanyakannya.
Bobo menjawab dengan menepuk pundak Rasya kemudian merangkulnya,"Tenang,kan aku punya dua teman yang baik.Kenza yang traktir aku....,dan Rasya yang kasih contekan PR...." Bobo berujar demikian sambil menarik panjang panjang hidung milik Rasya.
"Lepasin atau nanti gak aku kasih CONTEKAN!!!!" teriakan Rasya berubah histeris karena Bobo yang semakin kuat menarik hidungnya.Hingga berwarna sangat merah.
Aku terkekeh,lalu mengendap ngendap dan pergi dari sana."Aku traktir waktu istirahat!!" teriakku di sela sela berlari.
***
Bunyi bel istirahat berbunyi di setiap penjuru sekolah.Suaranya memang sedikit menganggu dan memekakan telinga,tetapi bisa sedikit membantuku bernapas lega.
Aku memijat pelan pelipisku yang terasa pusing selama pelajaran tadi.Hari ini setelah olahraga pelajaran Matematika langsung nenyambutku tak ramah.
Pelan pelan aku menata buku buku dan lembaran kertas yang berserakan akibat Matematika.
Selesai itu aku beranjak mengambil kotak bekalku,inilah aku.Selalu terpojok dan menyendiri.
Ini bukanlah kemauanku,tetapi keadaan yang membuatku seperti ini.Andai jika aku seperti anak anak yang normal tentu tidak akan ada yang takut atau enggan untuk berteman denganku.
Aku melumat lambat lambat telur gulung bekalku.Lalu memasukkan sesendok nasi goreng ke mulut.
Rasa nasi goreng yang aneh tadi pagi seakan hilang sekarang.
Mungkin,karena pikiranku yang terlalu fokus memikirkan kesendirianku.
"En" aku tersedak akibat sapaan yang mendadak.Aku menepuk pelan dadaku kemudian berusaha minum air sebanyak banyaknya.
Tanpa rasa bersalah sedikit pun ia malah tertawa senang.
"Lucu,kayak ikan buntal" celotehnya seraya menoel noel pipiku yang menggembung karena terlalu banyak meminum air.
Dengan susah payah aku menelan air di mulutku lalu menyeka blepotan yang tercipta.
"En, sendirian kah?" tanyanya dengan tatapan yang tak berpaling dari wajahku.
"Enggak,aku ada temen.Percaya gak?" jawabku sedikit berbisik seraya mencondongkan badanku mendekatinya.
Ken menggeleng,matanya mengedar ke setiap penjuru mencari orang yang ku maksud.
"Siapa?" Ken bertanya keheran heranan.Tetap saja ia mencari carinya walau sudah tak menemukan siapa siapa.Aku ganti tertawa karenanya.
"Sampek besok atau setahun pun kamu gak bakal bisa temuin dia" ucapku dengan sisa tawa yang masih terdengar.
"Kenapa?" tawaku langsung terhenti,wajahku mendadak terasa menegang.
Baru pertama ini ada yang sangat penasaran kepadaku.Aku menopang kepalaku dengan sebelah tangan.Memerhatikan lebih teliti mahluk apa yang sebenarnya ada di depanku saat ini.Hantu atau manusia?
Ken mengernyit saat telunjukku menyentuh ujung hidungnya.Telunjukku sama sekali tak menembus hidungnya,itu berarti dia manusia.
"Kenapa?" tanyanya lagi sedikit menaikkan nada bicaranya.Mungkin dia kesal karena pertanyaannya tak kunjung ku jawab.
"Di sana ada anak cowok yang selalu nemenin aku" aku menunjuk tiga bangku sebelah kanan tengah dari tempat ku.
"En,gak ada siapa siapa di sana"
"Dahlah,kamu gak bakal bisa liat dia" aku beranjak berdiri untuk pergi.Percuma menceritakannya,Ken tak akan pernah mengetahuinya.
"KEN!!!" aku yang tadi hendak melangkah pergi otomatis berlari kembali lagi saat melihat vas bunga yang melayang bebas ke arahnya.Dengan sigap aku mendorong tubuhnya untuk menghindar.
Kami pun terjatuh bersamaan ke lantai.Mataku kupejamkan serapat mungkin sebelum kepalaku membentur lantai.
Bugh!
"En" perlahan aku membuka mata,rasa sakit yang harusnya terasa sama sekali tak ada.
Sesuatu yang hangat seperti membelai kepalaku sekarang.Mataku bergerak ke atas,memandang wajah Ken yang berjarak sangat dekat denganku.
Kemudian aku beralih melihat tangan Ken yang memegangi kepalaku agar tak membentur lantai.
"Eh,maap" aku langsung bangkit karena merasa tak nyaman.
Vas bunga tadi kini hancur berkeping keping menghantam dinding dengan kencang.Coba bayangkan jika dinding itu kepala Ken yang ada bukan hanya vas bunga saja yang pecah bisa saja-
Ah sudah tak usah dibahas!
"Gimana ceritanya vas bunga ini bisa kelempar?" Ken mendekati serpihan vas yang berserakan dengan penasaran.
"Itu,karena anak tadi" jawabku horor.
"Siapa? Di sana gak ada siapa siapa En" kekeh Ken.
"Ken,gak tau kamu percaya atau enggak....." aku menggantungkan ucapanku sesaat.
"Percaya apa?" tanyanya penasaran.
"Aku bisa ngelihat hantu" jawabku lirih.
Raut wajah Ken yang tadi penuh kebingungan sekarang berganti dengan wajah tegangnya.
Terjadi keheningan cukup panjang diantara kita.Apalagi hanya ada kita berdua saja di kelas.Yang lain sedang asyik bermain di luar ataupun di kantin.
Tiba tiba Ken melangkah sangat cepat ke arahku dan menarik tangaku untuk keluar kelas.Meski mendadak pintu kelas tertutup sendiri,itu sama sekali tak menghentikan langkah kakinya.
Bahkan aku hampir kewalahan untuk menyamai langkah kaki Ken yang terbilang sangat cepat dan memburu.
Hingga kita sampai di lorong menuju kamar mandi,dengan santainya Ken menyeretku melewati lorong itu tanpa mempedulikan aku yang meronta ronta menolak untuk lewat.
Perjalanan cepat ini akhirnya berhenti di halaman belakang sekolah,di sana ada sebuah ruangan kosong terbengkalai mirip gudang yang sangat kotor.
Aku tersentak ketika melihat ada banyak mereka di dalam sana.Mereka bermunculan secara bergantian dengan tatapan lurus menatapku.
"Ken,jangan!" sergahku ketika Ken hendak membawaku masuk ke dalam.
Sekuat tenaga aku mencegahnya.Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika kita berdua masuk ke sana.Aku masih terlalu kecil untuk menghadapi semua ini dan mereka sangatlah berjumlah banyak.
"Ken,please jangan KE SANA!!!!" tangisku pun pecah di sana.Aku langsung lemas dan berjongkok, menenggelamkan wajahku di antara lipatan kaki.Kenapa Ken sangat memaksa untuk masuk ke sana?
Sebenarnya apa yang ingin dia tunjukkan?
Aku tak mau ke sana,terlalu banyak mereka di sana dan suara suara aneh yang menusuk telingaku terus terusan.
"Apa yang kamu lihat barusan?" tanya Ken seperti tak peduli dengan tangisanku.Aku menyudahi tangisanku,beranjak berdiri menatap manik mata Ken dengan sangat serius.
"Apa pun yang aku lihat kamu gak bakal tau"
"En,jawab aja apa yang kamu liat" kini Ken kembali lebih lembut seperti biasanya.
Aku termenung,hingga akhirnya aku menarik napas dalam dalam,"Aku lihat ada wanita tua,bapak bapak,anak anak yang wajahnya itu....."
"Apa?"
"Serem banget,mereka natap aku sinis" aku mendekat ke telinga Ken dan berbisik.
"Ada pocong?" tanya Ken berbisik balik di telingaku.Aku pun menggeleng.
"Ada vampir?" tanyanya lagi dengan berbisik.Lagi lagi aku menggelengkan kepalaku.Tiba tiba dia tersenyum lebar ke arahku.
Tangannya terulur menepuk nepuk puncak kepalaku."Aku percaya En kalo kamu bisa lihat.....mereka" ucap Ken sambil menoleh ke ruangan kosong tadi.
"Ken bisa lihat mereka?" jujur aku sangat penasaran akan hal itu.Bagaimana mungkin ada orang yang bisa langsung percaya begitu saja pada kemampuanku ini.Ayah dan ibuku saja tak mau mengerti ataupun percaya.
"Jangan di sini ngomongnya" Ken meraih tanganku lagi dan menarikku pergi bersamanya.Lagi dan lagi aku melewati lorong dan kamar mandi yang selama ini benar benar aku hindari.
Sekarang kita berhenti di ujung tangga.Ken segera menarik tangaku agar aku ikut duduk dengannya di anak tangga.
"Di sini baru tepat" aku mengangguk setuju,pasalnya di sini aku sama sekali tak melihat mereka berkeliaran.Mungkin saja tempat ini punya sebuah perisai pelindung yang mampu mencegah mereka untuk berlalu lalang dengan bebas di sini.Damai sekali rasanya.
"En,senang?"
Aku mengangguk cepat.Senyumku tak henti hentinya merekah.Sepertinya Ken melihatku tersenyum senang,karena itulah dia bertanya seperti itu.
"Mau tau gak aku bisa ngelihat mereka apa gak?"