Baixar aplicativo
13.68% Twinkle Love / Chapter 26: Bab 26 Pelangi Tanpa Hujan

Capítulo 26: Bab 26 Pelangi Tanpa Hujan

"Loh loh loh!"

Alira menepikan motornya saat merasa ada yang aneh dengan kendaraan yang ia tumpangi. Setelah turun dari motor, Alira melihat salah satu ban motornya kempes.

"Kok kempes lagi? Padahal baru kemarin dipompa," heran Alira.

Kedua mata Alira tampak mengitari bangunan di sekitarnya. Mencoba mencari bengkel terdekat. Atau setidaknya Alira bisa menemukan tempat berteduh.

"Jakarta seluas gini kok ya nggak ada yang buka tamal ban dekat sini coba?" Alira mendengus kesal saat ia tidak menemukan bengkel di dekatnya.

Alhasil, mau tak mau Alira harus mendorong motornya sampai menemukan bengkel terdekat.

"Begini nasib jadi Alira … teretet teretet," Alira terus mendorong motornya sampai menyanyikan lagu ciptaan Koes Plus namun sengaja Alira ganti liriknya.

Hari sudah semakin sore tapi terik matahari tidak kunjung meredup. Tubuh Alira kini sudah dipenuhi oleh keringat yang bercucuran.

"Sabar Al sabar. Orang sabar bakal dapat cogan," napas Alira mulai tak beraturan. Ia berhenti sejenak di bawah pohon mangga yang ada di pinggir jalan.

"Mangganya udah pada mateng," kata Alira sambil menatap buah mangga yang bergelantungan di pohon.

"Ini yang punya siapa ya? Kok di pinggir jalan? Sayang banget kalo nggak dipetik. Keburu busuk terus dimakan kalong," ujar Alira lalu beralih mengeluarkan ponselnya.

Kalau Alira tidak berhasil menemukan bengkel, bagaimana ia bisa sampai ke rumah? Alira tidak mungkin meninggalkan motornya sendirian di pinggir jalan. Nanti kena maling, malah Alira yang sendiri yang repot.

"Semoga hari ini nggak hujan. Aamiin," Alira menengadahkan kedua tangannya seperti sedang berdoa.

Lima menit berlalu. Dan Alira masih dalam posisi yang sama. Belum juga beranjak pergi dari bawah pohon mangga.

"Ya elah. Kalo gue diem kayak gini, sampe Upin Ipin kawin pun kagak bakal nemu bengkel," kesal Alira pada dirinya sendiri.

Tapi kedua kaki Alira terasa berat untuk berdiri. Tadi, Alira sudah mendorong motornya sepanjang satu kilometer. Dengan kondisi perut yang lapar dan tenggorakan yang kering.

Andai saja Alira punya pacar, ia akan segera menelepon pacarnya dan meminta jemputan. Ya. Seperti cerita di novel-novel yang sering Alira baca dan juga Alira buat. Terlihat manis sekali.

Brumm brumm brumm!

Suara motor yang berhenti di depan Alira membuat Alira mengernyit. Helm full-face yang digunakan sang pengendara membuat Alira tidak mengenali siapa orang yang sedang mengendarai motor besar di hadapannya ini.

Baru saja Alira akan bertanya, orang yang duduk di atas motor besar tadi membuka kaca helm yang ia pakai.

"Naik, Al"

Alingga?

Alira tampak menyipitkan kedua matanya untuk memastikan jika yang ia lihat benar-benar Alingga.

"Alira!" panggil Alingga dengan suara lantang. "Ayo naik. Gue anter lo pulang."

Alira menggeleng cepat. Ia tidak bisa pulang tanpa membawa motornya.

"Al!"

"Ban motor gue bocor, Al!" seru Alira karena Alingga tidak mematikan mesin motornya.

Selang beberapa detik, mesin motor Alingga tidak lagi berbunyi. Cowok tersebut sudah turun dari motornya dan berjalan mendekati Alira.

"Biar gue yang urus motor lo," kata Alingga membuat Alira mendongak.

"Di sekitar sini nggak ada bengkel. Mending lo pulang bareng gue aja."

"Dan ninggalin motor gue di sini? Enggak deh. Gue bukan anak orang berduit kayak lo yang bisa gampang beli motor baru," tolak Alira.

Alingga berdecak pelan. Kenapa Alira justru menyangkut pautkan dengan hal lain? Alingga tidak bohong jika ia akan mengurus motor Alira yang saat ini sedang rusak.

"Gue udah hubungi temen gue yang kerja di bengkel. Nggak sampai sepuluh menit, mereka udah sampai di sini," ujar Alingga setelah menerima balasan pesan dari temannya.

Alira masih diam di tempatnya. Ia tidak bisa serta merta mempercayai ucapan Alingga. Bagaimana jika Alingga berbohong? Bagaimana jika Alingga tidak menelpon seorang montir untuk datang ke sini?

"Nih," Alingga menyorodorkan ponselnya di depan wajah Alira. Memperlihatkan isi pesan yang ia kirim pada temannya yang bekerja di bengkel.

"Lo …" Alira menggantungkan ucapannya. "Benaran mau bantu gue?"

"Enggak," jawab Alingga. "Ya iyalah. Lo pikir gue tipe cowok yang suka bohong ke cewek?"

"Engga gitu juga maksud gue. Siapa tau tadi lo cuma bercanda," ujar Alira.

Alingga menggeleng tak percaya. Niat baiknya menolong Alira, justru dikira candaan belaka.

"Alingga."

"Apa?!" jawab Alingga ketus.

"Biasa aja dong nyautnya. Gue panggil baik-baik juga," ujar Alira memberi komentar.

"Iya sayang. Ada apakah gerangan kamu memanggilku?" tanya Alingga tersenyum lebar di hadapan Alira.

"Idih. Geli tau, Al" Alira bergidik ngeri dengan tingkah Alingga.

"Salah lagi salah lagi," heran Alingga.

"Jadi gimana? Mau pulang bareng gue nggak?"

Alira kembali berpikir. Apakah ia harus menerima tawaran Alingga atau tidak. Kalau Alira menolak, jangan-jangan Alingga tidak jadi membantunya mencarikan montir.

"Kelamaan mikir lo. Keburu gue berubah pikiran," kata Alingga.

"Sabar kali," sahut Alira. "Yaudah ayo kalo mau pulang," Alira berjalan lebih dulu dan disusul oleh Alingga.

Kruyuk kruyuk kruyuk …

Suara tersebut membuat Alingga yang sudah berada di atas motor seketika menoleh. Terkekeh pelan melhat satu tangan Alira yang sedang memegangi perutnya.

"Jangan ketawa!" ancam Alira membuat Alingga menutup mulutnya rapat-rapat.

"Buruan naik. Keburu cacing-cacing di perut lo kepanasan," suruh Alingga mulai menyalakan mesin motor.

Maluuu ….

Tentu saja Alira merasa malu. Ia tidak berani menatap wajah Alingga saat mulai menaiki motor cowok tersebut. Kenapa perutnya harus berbunyi di saat ia sedang bersama Alingga?

Sepanjang perjalanan, Alira memilih untuk diam. Alingga juga tidak mengajaknya bicara. Bahkan saat motor Alingga berhenti di depan lampu merah, Alingga hanya melirik Alira dari balik spion motornya tanpa mengucapkan apa-apa.

Lima menit setelah motor Alingga bebas dari lampu merah, Alira dibuat bingung saat Alingga membelokkan motornya di sebuah warung makan.

"Warung Makan Putra Minang"

Alira mengeja tulisan yang terpampang di spanduk yang berada di depan warung makan tersebut.

"Turun bentar, Al" kata Alingga yang segera dituruti oleh Alira.

"Lo ada tanggungan jemuran di rumah?" tanya Alingga setelah melepas helm yang ia pakai.

"Enggak. Gue belum sempet nyuci," jawab Alira jujur.

Alingga mengangguk paham. Ia kemudian berjalan memasuki warung makan. Disusul oleh Alira yang berjalan di belakangnya dengan perasaan bingung.

"Suka rendang, ayam goreng, lele goreng, atau ati ampela?"

Bingung dengan pertanyaan Alingga membuat Alira terdiam. Maksudnya … Alingga ingin Alira memilih menu makan di warung ini? Atau Alingga menyuruh Alira memilihkan makanan untuknya?

"Kenapa? Nggak suka menu Nasi Padang?" tanya Alingga.

Alira menggeleng cepat. "Suka suka."

"Lo pilih dulu mau makan apa. Gue mau ke belakangan bentar," ujar Alingga kemudian berlalu dari hadapan Alira.

Masih dengan perasaan bingung dan heran, Alira menatap ke arah menu masakan Padang yang ada di depannya.

"Pake komplit atau ada yang dikurangi, Neng?" tanya sang penjual dengan ramah.

"Komplit saja, Pak" jawab Alira.

"Lauknya?"

"Pake ayam goreng."

Penjual tadi mengangguk dan mulai meracikkan menu untuk Alira. Sekitar dua menit Alira menunggu, makannya pun siap ia santap.

"Yang ini punya Mas Alingga. Nitip sekalian ya, Neng" penjual tadi menunjuk ke arah piring yang berisi Nasi Padang dengan telor dadar di atasnya.

"Punya Alingga nggak pakai daging, Pak?" tanya Alira.

"Mas Alingga nggak suka daging, Neng. Kalau beli di sini pasti pakenya telur dadar terus," jawab bapak penjual.

"Ooh," Alira mengangguk paham. "Yaudah, Pak. Makasih ya buat makanannya."

Alira membawa baki berisi dua porsi makanan dan memilih tempat duduk yang berada di luar ruangan. Supaya bisa menghirup udara segar dan tidak perlu berebut kipas angin dengan pelanggan lain.

"Nggak pesen es?" tanya Alingga terlihat berdiri di depan Alira lalu kemudian duduk.

"Enggak," jawab Alira.

Melihat menu yang dipesan Alingga, cukup membuat Alira merasa malu. Alingga yang anak orang kaya saja makannya pakai telur dan minumnya air putih. Sedangkan Alira justru memesan ayam goreng dan masih akan memesan es teh atau sejenisnya?

"Makannya pelan-pelan aja. Motor lo udah dibawa ke bengkel sama temen gue," Alingga menyodorkan ponselnya dan memperlihatkan gambar motor Alira yang sudah berada di bengkel.

Hari ini, Alingga benar-benar berbeda dari hari sebelumnya. Apa jangan-jangan Alingga salah minum obat? Tidak biasanya Alingga begitu baik pada Alira.

"Nggak nggak nggak. Gue nggak boleh suudzon mulu sama Alingga. Mungkin aja Alingga emang beneran tulus ngebantu gue," batin Alira memantapkan diri untuk berpikir positif, lalu kembali menyantap makanannya.

***

25102021 (07.05 WIB)


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C26
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login