Hidup diperbatasan kota besar seperti ini pasti jenuh.
Apalagi kalo pergaulanmu dikelilingi teman yang 'High Class', Hedon, bahkan Metroseksual.
Indin, cewek yang sering nunggu angkot dipertigaan Universitas Kristen terkenal di Kecamatan bahkan Kota ini. Setiap kali pulang sekolah kami selalu berpapasan.
Sekali, dua kali, dan akhirnya aku yakin, setiap kali pulang sekolah ia mengamatiku.
Jelas saja, 'Self Development'-ku sudah kumaksimalkan dalam dua tahun ini.
Ibu tiriku meninggalkanku dua tahun lalu, sejak umurku 13 tahun.
Dan itu artinya Kebebasan!
.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.
Setelah Prosesi Nikah Siri sekaligus Kawin Kontrak pagi tadi, kami berdua kini berada di kawasan Puncak Bukit. Kawasan yang terkenal dengan legalitas Kawin Kontrak.
Pemandangan hijau khas perbukitan terhampar sejauh mata memandang. Perkebunan, Sawah, Peternakan, adat desa dengan semua kesederhanaan masyarakatnya.
Jangan khawatir dengan Tensi! Dia langsung kembali ke kota kami begitu prosesi berakhir. Yah, dengan sedikit 'Dramatisme' pelukan, cipika-cipiki, seolah kami nggak akan pernah ketemu lagi.
Dia duduk tenang disampingku. Land Cruiser memang paling cocok dengan medan seperti ini. Dan sampai detik inipun dia nggak pernah penasaran dengan semua harta yang kutunjukkan.
Padahal sejauh ini semua kulakukan untuk memancing reaksi dan emosinya.
"Kalo Kedinginan, AC-nya kumatikan, sayang."
Kesekian kalinya aku mengucap kata 'sayang' tanpa perasaan, dan sekarang itu makin terasa ringan dibanding ketika awal mencobanya.
"Justru asik, makin dingin makin ngangenin."
Senyumnya yang seperti ini yang bikin semua cewek leleh. Tanpa menoleh dia bisa bikin hati cewek klepek-klepek dengan kata-katanya.
Bangke... Geli juga di hati, kalo kena rayuan gini tiap saat, lama-lama luluh juga aku dibikinnya.
Dengan ucapan ringan gitu aja nggak sadar aku juga ngelempar senyum groggy kearahnya, speechless...
"Sayang aku belum 18 tahun."
Denger sendiri 'kan?
Ngomongnya irit, tapi ambigu bener.
Yoga Sukmadewa, gimana caranya dalam usia sedini ini Psikologisnya terpatri setajam dan selembut ini.
filsafat pedang, cowok sepertinya ibarat 'Katana Jepang'.
Diayunkan dengan ringan, bahan yang tipis, lembut, tapi dengan tehnik yang tepat akan menebas rapi benda apapun.
Berbeda dengan cowok dewasa kebanyakan, mereka mapan secara finansial, dominan, berwibawa, dengan gadget, style dan fisik yang mahal, ibarat 'Zweihander Greatsword' dari Jerman. Pedang yang menimbulkan kerusakan besar yang nggak perlu.
Dibandingkan Katana yang memotong rapi tanpa cacat, memiliki kharisma khas tersendiri.
Seperti itulah Yoga kugambarkan dengan pedang.
Sampai titik ini aku harus berhati-hati agar rencanaku untuk membuka kedoknya nggak terbongkar. Ini seperti 'Adu Kecepatan'.
Kawin Kontrak dan Nikah Siri ini adalah idenya yang menuntunku untuk semakin dekat dan mudah menyelidiki latar belakang dan kepribadiannya lebih dalam.
Selama ini aku sendiri berusaha menjaga agar Privasi dan latar belakangku tak terbaca sedekat apapun hubungan kami, dan selama ini juga hubungan kami berjalan rapi seolah ia nggak berharap untuk mengenal terlalu dalam latar belakangku.
Cih, sampai sini apa aku yang sudah terlalu dalam masuk kedalam langkah tenangnya?
-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-
Setelah berbagai Gadget, Tehnologi, dan 'Tumpangan' mewah ini, mana mungkin aku nggak penasaran sedikitpun.
Cewek Dewasa sepertimu pasti sekarang dalam perasaan ragu.
Disaat cowok remaja 16 tahun kebanyakan pasti terkejut, dan kagum dengan pencapaian materi seperti ini.
Aku akan tetap berjalan seperti biasa, dan sudah sewajarnya sebagai istri dan cewek dewasa untuk mematuhi suami dan bersikap bijak.
Itulah yang akan menggiringmu dalam kekalahan.
Selain itu, sedikit-demi-sedikit, sikap alami yang kulakukan akan meluluhkanmu seiring kedekatan kita setelah pernikahan ini.
Sejak awal takdir dan kodrat, hukum alam nggak akan berubah.
Cewek akan mengutamakan Perasaan, Cowok akan mengunggulkan Pikiran.
Untuk makhluk seperti mereka, yang gampangnya ngerusak masa depan cowok muda, nggak akan ada sedikitpun perasaanku yang tersisa.
.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.
Ayah kandung Yoga menikahi Ibu Tirinya sejak ia masih berumur 8 tahun.
Satu tahun berlangsung tanpa masalah hingga suatu malam terjadi sesuatu yang nggak bisa dilupakan pelajar Sekolah Dasar seusianya saat itu.
"Malam ini nggak bisa pulang lagi mas?"
Dalam satu bulan, ini kali keduanya ayahnya nggak pulang dan bermalam diluar kota selama beberapa hari.
Yoga hanya bisa mendengar apa yang Liliana, ibu tirinya katakan.
Ia menutup telponnya dan melihat kearah anak tirinya dengan wajah ramah.
"Ayah nggak pulang lagi, jadi malam ini mas Rangga menemani kita tidur supaya ibu dan kamu nggak sama-sama tidur sendirian."
Raut wajah Yoga berubah cerah seketika, cowok polos itu mengangguk diiringi usapan lembut dan senyum hangat ibu tirinya.
Anak seusia itu belum pernah membayangkan terlalu jauh apa arti dari kata 'Menemani Tidur' yang dimaksud oleh Ibu tirinya.
Seperti yang ditunggu-tunggu oleh anak yang semangat ditemani oleh Sopir Pribadi ayahnya yang masih muda-dengan fisik yang membuat siapapun, terlebih bocah kecil seperti Yoga kagum- Dan akhirnya saat-saat tidur bersama dengan mas Rangga, dan Ibunya-yang selama ini begitu perhatian dan menyayanginya- datang.
"Tadi susu hangat yang ibu buat untuk Yoga sama Mas Rangga udah diminum ya?"
Dengan ramah dan sedikit usapan dikening, Liliana meyakinkan kasih sayang yang tak dimengerti oleh bocah kecil itu.
Yoga mengangguk menyertai pertanyaan ringan itu.
"Yang punya Mas Rangga itu bikin 'Kuat', yang punya Yoga bikin 'Tenang'. Jadi ntar Sebelum tidur Ibu sama Mas Rangga mau pijat gantian ya."
Setelah lima menit berlalu pertanyaan itu terlontar bukan tanpa alasan, Yoga yang merasa mulai lemas dan mengantuk kini hanya mengangguk dan menghampiri ranjang yang ada dihadapannya.
Sementara kedua orang dewasa didekatnya yakin benar bahwa bocah kecil ini akan kehilangan sebagian 'Ingatan'nya sebelum kesadarannya benar-benar lumpuh.
"Beneran nggak apa-apa bu?"
Cowok muda berkulit cokelat dan berpenampilan segar itu mulai menanggalkan pakaiannya satu-persatu.
Liliana paham itu hanya basa-basi, walaupun Yoga belum sepenuhnya tidur, pandangan kabur yang dilihatnya nggak akan berpengaruh apapun ketika ia bangun nanti. Dan itu menjadikan alasan bagi keduanya untuk tetap tenang dan memenuhi hasrat mereka.
"AC-nya nyala, kok Mas Rangga sama Ibu malah buka baju..."
Rangga gugup, sementara wanita sekelas Liliana sudah sangat berpengalaman dengan kejadian serupa dan menanggapinya dengan tenang.
"Nggak apa-apa Rangga, dia diantara batas bawah sadar."
Wanita paruh baya itu tetap mendesak pemuda itu dan menggapai tubuhnya tanpa ragu.
"Ketika bangun nanti juga dia nggak bakal ingat apapun bahkan omongannya sendiri."
Persis seperti apa yang diucapkan Liliana, Yoga melihat adegan yang belum pernah dilihatnya, otaknya nggak sanggup mencerna dan berpikir dengan baik. Tubuhnya lemas, otaknya nggak berfungsi maksimal, tapi kesadarannya nggak lekas terlelap.
.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.
Kejadian Mas Rangga sama Wanita Jalang itu kira-kira sudah berapa kali ya?
Heheh, Kalo cuma sekali nggak mungkin 'Long Term Memory' bisa tetap bertahan sampai sekarang.
Meskipun detil rinci dalam setiap kejadiannya nggak jelas, tapi sekarang ingatan yang diputar kembali kemasa itu sudah paham apa yang mereka lakukan.
Belum lagi kejadian-kejadian setelahnya...
Dan jangan pernah berpikir cewek manapun bisa ngelakuin hal yang sama lagi.
-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-
Semakin jauh hubungan kami.
Semakin dekat rasanya aku mengejarnya.
Pandangan yang menatap jauh tapi kosong itu kini semakin sering kubaca.
Apa yang ada dimasa lalunya? Apa yang dilihatnya dimasa depan?
Apa yang dipikirkannya saat ini?
Sering tergelitik hati ini untuk bertanya...
'Kamu lagi mikirin apa, Yoga?'
Tapi, demi profesionalitas aku harus menekan bahkan membunuh rasa iba.
"Kita makan siang di warung tegal didepan sana ya, sayang."
Kali ini aku akan memastikannya.
Aku menoleh kearahnya sambil melontarkan pertanyaan itu.
Dan ketika sampai pada kata 'Sayang', ekspresinya benar-benar nggak berubah, malah seketika senyum tersirat dan membalas "Boleh, sayang..."
Masih tetap, pandangan teduh yang kosong dan gelap diujung tujuannya.
Kenapa aku jadi ngerasa perih.
Aku merasa jadi penjahat kejam yang usil dan seenaknya masuk kedalam masa lalu dan aib pemuda dibawah umur ini.
Nggak! untuk menguak alasan dibalik semuanya aku harus memilah semuanya dengan baik dan tetap menjernihkan pikiranku!
Karena temanya berat, POV dan alur ceritanya sekalian dibikin maju-mundur ya! Dengan alur maju atau mundur satu arah dan POV yang stagnan cerita ini jadi terlalu renyah untuk dikonsumsi, IMO.
Silahkan masukannya selalu ditunggu ya!