Diva dengan telaten menyuapi Ara sampai bubur itu habis, tatapannya beralih pada Jihan yang nampak terdiam sedari tadi, sepertinya wanita itu tengah melamun.
"Jihan, kamu tidak apa-apa?" Diva memegang bahunya menyadarkan wanita itu dari keterdiamannnya.
"Ah, saya tidak apa-apa." Jihan menepis tangan Diva yang tadi menyentuh bahunya, tersenyum paksa.
Sungguh Jihan ingin melakukan apa yang ada di bayangannya tadi, namun Jihan tak cukup berani untuk menampar Dr. Diva terlebih sampai mendorongnya, bagaimana jika baby dalam kandungannya kenapa-napa.
Apakah benar dia anak Gibran? ucapnya dalam hati dengan senyuman getir.
"Sayang, dokter pulang dulu ya. Udah sore, kapan-kapan dokter main ke sini lagi. Ara harus cepat sembuh biar bisa segera pulang dari rumah sakit ini, nanti main ke rumah tante!" ucap Diva sembari mengusap pucuk kepala Ara pelan.
"Oke, dokter cantik." Diva ganti berpamitan dengan Jihan, entahlah dia merasa ada yang aneh dengan Jihan.