Diva tersenyum menatap keseluruhan keluarga Kenzo yang banyak, entah memang ada pertemuan atau apa di meja makan ini penuh dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan yang berbeda.
"Mari kita makan!" Suara tegas itu terdengar dari meja paling ujung meja sebagai pemimpin yang Diva ketahui bernama Caesar papa Kenzo.
Dia menatap lelaki di hadapannya yang sedari tadi tak henti menatapnya, Diva hanya tersenyum tipis merasa risih pada lelaki itu.
Kenzo yang sedari tadi melihat saudara sepupunya yang terus memperhatikan Diva lantas menatapnya tajam, dia mengangkat pisau steaknya dia arakan pada lelaki itu membuatnya langsung menunduk takut.
Acara makan-makan sudah selesai, mereka semua berbincang kecil membahas hubungannya dengan Kenzo, sedikit gugup namun Diva meyakinkan pada dirinya jika dia bisa.
"Kalian pacaran sudah lama?" Pertanyaan itu berasal dari mama Kenzo, wanita cantik yang nampak lemah lembut itu.
"Em---"
"Dua tahun, ma." Kenzo menyahut membuat Diva langsung menatapnya sinis. Apa dia bilang tadi dua tahun? iya dua tahun adalah perjanjian kontrak pernikahan kita.
"Wah, sudah lama ya. Tapi kenapa hari-hari kemarin wanita-wanita seperti itu yang kau bawa kemari, Ken? kenapa tidak dia?" Itu adalah pertanyaan dari Oma Kenzo.
"Wanita Oma? dia membawa wanita lain ke rumah ini? dan mengenalkannya sebagai calon istri?" Diva menjawab dengan nada kesal? dia seperti seorang kekasih yang marah saat mengetahui kekasihnya selingkuh.
"I-iya sayang." Oma membalas dengan ragu takut jika dia salah.
"Hiks, kenapa Kenzo jahat Oma. Pa-padahal Diva baru saja kembali dari luar negri, dia bilang dia mau menunggu Diva sampai pulang tapi kenapa dia mengenalkan wanita lain sebagai calon istrinya." Diva berakting sedih pura-pura menangis membuat Kenzo memutar bola mata malas.
Tapi akting dia bagus juga bisa menyelamatkan Kenzo dari pertanyaan-pertanyaan aneh orang rumah juga meyakinkan semua orang jika Diva benar-benar kekasihnya.
Diva menginjak kaki Kenzo dengan kesal, kenapa lelaki itu hanya diam tidak membujuknya. "Sayang kau benar-benar mengajak wanita lain dan mengenalkannya pada keluargamu, hiks." Diva menatap ke arah Kenzo dengan ekspresi sedihnya.
Entah kenapa Kenzo yang melihatnya malah geli sendiri, tapi untuk memperlancar aktingnya dia mengusap kepala Diva dan memeluknya untuk menenangkan gadis itu.
"Maaf." Kenzo berucap lirih, namun saat dia memeluk Diva dia membisikkan sesuatu pada gadis itu.
"Kau menggelikan!" bisik Kenzo.
"Berterimakasih lah karena aku telah membantumu!" sinis Diva.
"Sayang sudah jangan menangis, tapi kami tidak menerima para wanita yang di bawa Kenzo kemari karena kami merasa mereka tidak cocok dan bagi kami yang cocok itu kamu!" Mama Kenzo mendekat mengusap kilas pipi Diva dengan senyum manis di bibirnya.
"Memang kamu ke luar negri ngapain sayang?" Emeli, mama Kenzo duduk di sebelah Diva mengusap pelan bahu gadis itu.
"Diva di luar negri belajar tante, empat tahun Diva di sana mengenyam pendidikan kedokteran, untuk meraih gelar doktor spesial bedah."
Orang-orang di sana kagum mendengar ucapan Diva, mereka pikir Diva gadis biasa ternyata gadis cantik itu adalah sarjana kedokteran.
"Kamu sudah selesai wisuda sayang?"
"Sudah, kemarin Diva baru pulang tante, tante tahu Diva dapat penghargaan kelulusan terbaik seangkatan!" ucap gadis itu heboh, Diva sedikit menyombongkan dirinya agar tidak ada yang berani merendahkannya di sini.
"Wah hebat, tante nggak nyangka bisa punya mantu pintar seperti kamu? lantas apa kamu akan buka rumah sakit sendiri?"
"Em, kalau itu tergantung Kenzo sih tan. Kalau Kenzo mau ya Diva dengan senang hati mau buka rumah sakit sendiri!" ucap gadis itu dengan senyum manis ke arah Kenzo.
Apa maksudnya, gadis ini benar-benar. Belum-belum dia sudah ingin memerasku!
"Pasti Kenzo dukung dong sayang, sayang banget kan kalau sarjana kamu. Kamu anggurin gitu aja! atau kamu bisa bekerja di rumah sakit papa Caesar."
"Bisa kan sayang?" tanya Emeli pada suaminya.
"Bisa." Caesar membalas dengan singkat, dia hanya menjadi pendengar. Dia tersenyum saat melihat istrinya yang nampak sangat bahagia.
"Wah benarkah?" Diva tentu saja senang mendengarnya, meski dia belum mempunyai rumah sakit sendiri tapi di beri pekerjaan di rumah sakit besar tentu sudah menjadi kebanggan tersendiri untuknya.
"Makasih, om, tante." Diva tersenyum manis menatap keduanya.
"Kok tante sih, kan Diva calonnya Kenzo jadi harus panggil mama dong!" balas Emeli membuat Diva tersenyum.
"Makasih, mama." Diva lantas memeluk erat tubuh Emeli membuat wanita itu tersenyum, Emeli mengusap rambut panjang Diva dengan sayang.
"Jadi kapan kalian akan menikah!" Caesar ikut berbicara, itulah yang sedari tadi ingin dia katakan.
"Dua hari lagi, pa. Kenzo sedang mempersiapkan semuanya! kalian tenang aja, ya kan sayang!" ucap Kenzo pada Diva.
"Iya." Diva membalasnya dengan senyum paksa, malas sekali menikah dengan lelaki menyebalkan seperti Kenzo.
"Sudah malam, Kenzo antar Diva pulang dulu ya, ma." Kenzo bangkit membuat Diva ikut bangkit dia memeluk singkat tubuh Emeli.
"Diva pulang dulu ya, ma." Pamit Diva sopan, rasanya dia bisa melihat sosok ibu dari diri Emeli yang hangat.
"Padahal mama masih pingin ngobrol sama kamu!" ucap Emeli.
"Besok kita bisa ngobrol bareng lagi, ma. Besok mama anter Diva fitting baju pengantin kan!" Emeli dengan senang mengangguk.
"Iya, besok mama anter! mama akan pilihin baju yang bagus buat kamu, biar di pernikahan kamu nanti kamu terlihat seperti putri."
"Mama bisa aja!"
Setelahnya keduanya pergi setelah sampai di luar Diva segera melepas pelukannya pada Kenzo dia merasa malas berdekatan dengan lelaki menyebalkan itu.
"Pintar juga kamu mengambil hati orang tua saya!" ucap Kenzo setelah mereka sampai di mobil.
Diva tersenyum bangga, memang apa yang tidak dirinya bisa. "Diva, jangan di ragukan lagi. Dan saya harap Anda hati-hati!"
"Hati-hati kenapa?"
"Hati-hati jangan sampai Anda jatuh cinta pada saya!" ucap Diva dengan sombong. Kenzo berdecih mana mungkin dia akan jatuh cinta pada gadis gila seperti Diva.
"Selera saya bukan wanita sepertimu! jadi kau tidak usah kegeeran!" dengus Kenzo, Diva hanya mengangguk dia mendekatkan tubuhnya pada Kenzo lantas berbisik lirih tepat ditelinga lelaki itu.
"Saya hanya berkata hati-hati bukan, bukan berarti saya kegeeran. Memang siapa sih yang tidak jatuh cinta pada pesona saya, pesona seorang Diva!" Sombongnya.
"Cepat keluar! kau terlalu banyak bicara." Kenzo menunjuk keluar saat mobil telah berhenti tepat di halaman rumah Diva, gadis itu tersenyum tipis.
Cup
"Sampai jumpa esok hari calon suami Diva." Setelah mengecup singkat pipi Kenzo gadis itu langsung berlari masuk ke dalam membiarkan Kenzo yang mematung setelah mendapat kecupan dari Diva.
"Gadis itu benar-benar!" Kenzo dengan kesal menghapus bekas ciuman Diva di pipinya.
Pagi-pagi sekali Kenzo sudah di perintah sang mama untuk segera menjemput Diva, lelaki itu berdecak kesal. Kenapa semua orang sangat menyukai wanita menyebalkan itu.
"Cepat Kenzo, setelah ini kita akan fitting baju!" ujar Emeli, wajah wanita cantik itu sangat berbinar menandakan jika dia sudah tidak sabar bertemu dengan Diva.
Caesar yang melihatnya pun tersenyum senang, dia mendekat mengusap pelan kepala istrinya. "Kau bahagia?"
"Sangat, makasih." Emeli mengecup singkat pipi suaminya, Kenzo yang melihatnya memutar bola mata malam, dia sangat benci melihat kedua orang tuanya mesra-mesraan di depannya.
"Kenzo cepat bangun, setelah menjemput Diva kamu akan ikut papa untuk meeting dengan klien."
"Loh kok gitu pa, nanti gimana? Kenzo kan juga harus ikut fitting baju." Emeli menyahut, Caesar mengusap pelan kepala istrinya.
"Hanya sebentar sayang, setelah mengantarmu nanti biar dia ikut meeting bersamaku, hanya tiga puluh menit."
"Baiklah, Kenzo. Cepat jemput Diva, biar kita bisa sarapan bersama!" Kenzo mengangguk melangkah dengan kesal, kenapa Diva sangat di istimewa kan oleh keluarganya
Kenzo masuk ke dalam mobil mengambil ponselnya di saku dia akan mengabari Diva terlebih dulu karena dia tidak ingin jika di suruh menunggu lama.
Kenzo: bersiaplah! aku sudah perjalanan ke rumahmu. Sampai sana kau harus sudah siap! jangan membuatku menunggu, atau kau akan ku hukum!
Setelah mengirim pesan itu Kenzo segera melenggang melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah.
****
Diva yang baru selesai memasak melihat notifikasi pesan yang di kirim sepuluh menit yang lalu dia membuka pesan itu membacanya dengan bola mata yang membulat.
"Gila!" Setelahnya Diva langsung berlari menuju kamar mandi, sepertinya Kenzo sebentar lagi akan sampai.
"Dia memang tidak bisa tidak berbuat hal gila, lelaki menyebalkan. Awas saja kau!" dengus Diva.
"Diva, kamu di mana nak. Ada Tuan Kenzo di luar!" teriak mamanya.
"Ya ma, Diva lagi mandi." Setelah selesai dengan acara mandinya dia segera memakai bajunya, menyisir rambutnya dengan cepat tanpa memoles apapun ke wajahnya.
Diva memilih membawanya di tas, karena dia akan berias nanti di mobil, Diva keluar dengan penampilan sederhana dan wajah yang natural tanpa make up.
"Ayo!" Kenzo melenggang pergi setelah berpamitan pada orang tua Diva, Diva menyusul berjalan di belakang Kenzo dan langsung masuk ke dalam mobil.
"Kau telat lima menit! membuang waktuku saja, sebagai gantinya kau akan ku hukum nanti!" ucap Kenzo datar.
"Kau gila, kenapa sebelumya kau tidak mengabariku. Tidak bisakah kau sehari saja tidak berbuat hal gila dan seenaknya!" maki Diva.
"Berani kau melawanku!" ucap Kenzo dengan tatapan tajamnya.
"Kenapa tidak? memang kau makan apa sehingga membuatku tak berani melawanmu?" ucap Diva menantang.
"Kau!" Kenzo merasa geram namun memilih tidak meladeni wanita yang bisa membuatnya darah tinggi.
Diva mengeluarkan alat make up nya, mulai memoles wajahnya dengan make up dan juga mengoles bibirnya dengan lipstik.
Kenzo menolehnya kilas. "Untuk apa kau bersolek? ingin menggoda saudaraku seperti kemarin?" sinis Kenzo.
"Kalau bisa kenapa tidak? ku pikir memiliki dua lelaki kaya sangat menyenangkan, jika aku bosan denganmu aku bisa bersama dengannya." Diva menatap menantang ke arah Kenzo rasanya dia tidak perlu takut menghadapi lelaki seperti Kenzo.
"Kau benar-benar!" Rasanya Kenzo sungguh kesal dengan jawaban Diva, bagaimana nanti ketika mereka tinggal serumah tidak bisa dia bayangkan akan sesial apa hidupnya.
Mobil memasuk pekarang rumah besar Kenzo, setelah mobil berhenti Kenzo juga Diva segera keluar, seperti kemarin Diva merangkul lengan tangan Kenzo dengan senyum manis di bibirnya.
Kenzo menatapnya datar, selalu merasa kesal dengan wanita yang ada di sampingnya ini. "Berhentilah menebar senyum kau ingin memikat siapa di rumah ini, hah!" bisik Kenzo lirih namun mencekam.
"Kenapa kau selalu berpikir buruk tentangku, terus maumu gimana? kau ingin aku diam menatap datar ke semua orang seperti dirimu?" Sebal Diva.
"Hm." Diva mendengus kesal namun senyumnya mengembang saat melihat Emeli di hadapannya.
"Mama." Diva memeluk hangat tubuh Emeli, dia sangat menyukai Emeli melihat Emeli seketika mengingatkannya pada mamanya.
"Hai sayang, ayo kita sarapan dulu setelah itu baru ke butik. Mama akan antar kamu cari gaun pengantin yang indah buat kamu."
Diva duduk di meja makan dia sempat mengambilkan makanan untuk Kenzo, sengaja Diva mengambilkan nasi yang banyak pada Kenzo.
"Makan yang banyak sayang, biar kamu semangat kerjanya." Diva tersenyum manis kepada Kenzo dengan satu alis terangkat.
Kenzo menatapnya tajam namun sebisa mungkin dia mengiyakan ucapan Diva. Kenzo menatap datar ke arah makanan yang sungguh banyak Diva ambilkan.
Dia benar-benar keterlaluan, awas saja kau!
Semua menikmati sarapan pagi ini, sedangkan Kenzo sudah merasa kenyang sedangkan makanannya masih tersisa banyak.
"Sayang, kenapa tidak kau habiskan?" Diva kembali bersuara membuat Kenzo rasanya ingin mencekik wanita itu sekarang juga.
"Aku sudah kenyang, kau terlalu banyak mengambilkannya." Kenzo bersuara dengan nada rendah meski dia sangat geram pada kelakuan Diva.
"Oh maaf, baiklah aku juga sudah selesai." Diva meletakkan sendoknya lantas mengambil air putih meminumnya.
Semua orang telah menyelesaikan acara makannya, masing-masing mulai bangkit menjalankan aktivitas mereka masing-masing.
"Ayo sayang!" Emeli mengandeng tangan Diva membiarkan suaminya juga Kenzo berjalan di belakang mereka.
Kenzo sebagai supir dia yang menyetir dengan Diva di sampingnya sedangkan Emeli dan Caesar duduk di belakang.
Di perjalanan hanya terisi perbincangan Emeli juga Diva sedangkan para lelaki hanya diam mendengarkan.
Mobil melaju dengan cepat membelah keramaian ibu kota, sampai mobil Kenzo berhenti di sebuah butik besar dengan nama 'Butikana' itulah butik besar langganan Emeli pemilik butik itu adalah temannya.
Emeli dan Diva turun setelahnya mobil Kenzo melaju menuju kantor, Emeli mengandeng tangan Diva untuk masuk.
"Kana!" ucap Emeli pada temannya, mereka berdua berpelukan, cipika-cipiki seperti teman lama bertemu.
"Emeli, kau ingin mencari apa?" tanya Wanita cantik itu.
Emeli menunjuk ke arah Diva, membuat temannya turut melihat ke arah Diva. "Aku ingin mencarikan gaun pengantin untuk calon menantuku, bisa kah kau carikan baju yang bagus untuknya?"
"Wah dia calon menantumu? sangat cantik. Di mana kau menemukan gadis secantik ini?" ucap wanita itu.
"Terimakasih tante." Diva tersenyum manis lantas Kana pemilik butik itu mulai mencarikan gaun pengantin yang cocok untuknya.
"Lihatlah gaun ini sangat cantik bagaimana cantik?" Kana memperlihatkan gaun pengantin putih yang panjang dengan hiasan manik-manik di sekitar dadanya, juga mutiara yang bertebaran di bagian rok bawah.
"Sangat cantik, bagaimana? apakah kamu mau sayang?" Diva yang baru saja melihatnya sudah di buat jatuh hati pada gaun pengantin itu.
"Sangat indah, ma. Diva mau!" ucapnya dengan binar di matanya, jika pernikahan ini atas dasar cinta sungguh Diva akan sangat bahagia namun pernikahannya kali ini atas dasar keterpaksaan, atau dirinya tak lebih dari gadis penebus hutang.
Você também pode gostar
Comentário de parágrafo
O comentário de parágrafo agora está disponível na Web! Passe o mouse sobre qualquer parágrafo e clique no ícone para adicionar seu comentário.
Além disso, você sempre pode desativá-lo/ativá-lo em Configurações.
Entendi