Perjalanan dari rumah keluarga Veerle sampai rumah sakit tempat Sophie di rawat cukuplah jauh. Namun dengan menaiki sado, perjalanan seakan tak terasa. Aryanti menuntun Liesbeth untuk menuju ruangan di mana Sophie di rawat. Sesampainya di sana, Liesbeth mematung saat melihat seorang bayi mungil dan cantik yang saat ini tengah berada di pangkuan Sophie. Matanya mulai memanas, tak terasa air matanya runtuh. Ia tak kuasa menahan rasa rindunya terhadap anak perempuannya itu. Liesbeth juga tak percaya dengan adanya bayi mungil di pangkuan Sophie.
"Sophie!" panggil Liesbeth dengan sangat pelan. Namun, panggilan Liesbeth ternyata terdengar oleh Sophie. Sophie menengadahkan kepala yang semula menunduk menatap sang buah hati, ia begitu terkejut saat melihat sang ibu yang kini tengah berdiri di ambang pintu ruang inapnya.
"Mama ...," lirihnya pelan bersamaan dengan air mata yang mengalir. Tak bisa dipungkiri, ternyata Sophie juga sangat merindukan keluarganya. Walaupun ia tidak bisa melupakan perlakuan ayah dan ibunya beberapa bulan lalu.
Liesbeth berlari kecil mendekati Sophie dan memeluknya begitu erat. Si bayi mungil menangis dengan keras karena terjepit oleh tubuh Liesbeth dan Sophie. Liesbeth melepaskan pelukannya dan menatap bayi mungil itu.
"Maafkan Omamu ini, Sayangku. Apa kau kesakitan?" tanya Liesbeth kepada si kecil sembari menggendongnya. Sophie terkejut saat mendengar ucapan Liesbeth. Ia tak menyangka jika Liesbeth akan menganggap anak itu sebagai cucunya.
"Siapa nama cucuku ini, Sophie?" tanya Liesbeth sembari terus menciumi si kecil dengan penuh kasih sayang, walaupun si kecil tak berhenti menangis.
"Kath… Kathriena… Kathriena Widjaja," balas Sophie dengan ragu. Liesbeth berhenti menciumi bayi mungil yang diberi nama Kathriena itu.
"Mengapa nama belakangnya tidak kau pakai nama keluarga Veerle, Sophie? Mengapa kau pakai nama belakang lelaki itu?" Sophie hanya diam dan menunduk, ia tak berani menjawab pertanyaan Liesbeth.
"Apa dengan memakai nama belakang lelaki itu kau akan merasa bahagia? Apa kau tak akan ingat dengan kejadian itu jika memakai nama belakangnya? Aku rasa kau harus mengganti nama belakang anak ini, Sophie! Lagipula, lelaki itu belum resmi bahkan tak akan resmi menjadi suamimu," lanjut Liesbeth. Sophie tersentak mendengar ucapan Liesbeth.
"Lihatlah, Ma! Dia begitu mirip dengan Jaka. Warna rambut dan wajahnya benar-benar mirip dengan Jaka, hanya hidung mancungku saja yang aku turunkan kepadanya. Bahkan warna kulit pun tak jauh berbeda dari Jaka, hanya sedikit lebih putih saja."
"Tapi, Sophie, aku tak ing-"
"LIESBETH, DI MANA KAU?" Teriakan seorang lelaki mengejutkan Sophie, Liesbeth, dan Aryanti juga Kathriena, ia menangis begitu keras. Maryanti yang tengah tertidur di atas tikar pun terperanjat mendengar teriakan itu. Ia juga terkejut melihat nyonya besarnya berada di sana.
"Astaga, Nyonya. Kenapa Nyonya ada di sini? Aryanti, kenapa kau tak bangunkan Ibu?" tanya Maryanti kepada Liesbeth dan Aryanti.
"Tidak apa-apa, Maryanti. Aku tak ingin mengganggumu, aku sengaja tak menyuruh Aryanti untuk membangunkanmu. Aku ke sini hanya ingin bertemu dengan cucuku saja," balas Liesbeth dan diangguki oleh Aryanti.
"Baiklah, Nyonya."
"LIESBETH!" Suara lelaki itu kembali membuat terkejut, bersamaan dengan datangnya seorang lelaki tua ke ruangan ini. Wajahnya begitu marah dan memancarkan kebencian. Siapa lagi jika bukan suami Liesbeth, Sebastiaan. Ia datang dengan membanting pintu dengan sangat keras.
"APA-APAAN INI? Mengapa kau memegang anak sialan itu, Liesbeth?" bentak Sebastiaan yang terkejut melihat Kathriena di pangkuan Liesbeth. Sophie dan yang berada di dalam sana begitu terkejut mendengar ucapan kasar Sebastiaan.
"Dia darah dagingku, Pa. Seharusnya Papa tidak berbicara kasar seperti itu terhadap anakku!" balas Sophie.
"Dasar anak kurang ajar!" Sebastiaan mendekati Sophie dan menampar pipi Sophie dengan sangat keras. Tubuh Sophie tersungkur dan hampir terjatuh dari ranjangnya. Untung saja, Aryanti sigap menahan tubuh Sophie. Tangis Sophie pecah bersamaan dengan tangisan Kathriena yang semakin keras.
Sebastiaan merebut Kathriena dari pelukan Liesbeth dan membawanya pergi dari ruangan itu. Sophie menjerit melihat anaknya dibawa, sementara Liesbeth dan Maryanti mengejar Sebastiaan. Aryanti masih berada di samping Sophie, ia memeluk Sophie untuk menenangkannya. Ia juga merasa tak tega melihat kondisi keluarga Sophie yang semakin hancur.
"Aryanti, cepat pergi! Cari anakku dan bawalah dia pergi jauh dari kota ini. Bawa dia bersamamu dan berjanjilah kepadaku, kau akan merawat dan membesarkannya hingga ia memiliki seorang suami. Aku sudah tak ingin hidup lagi, Aryanti. Aku sudah lelah dengan kelakuan Papa. Jika nanti aku bersembunyi bersama anakku, aku yakin, Papa pasti akan mencariku dan membunuh anakku. Aku tak ingin itu terjadi. Jadi, tolonglah cari anakku dan bawalah ia pergi! Aku mohon kepadamu, Aryanti! Hanya kau yang dapat aku andalkan. Ku mohon!" Aryanti benar-benar terkejut dan tubuhnya melemas mendengar ucapan panjang Sophie. Perlahan air mata yang ia tahan sedari tadi terjatuh, membuat sebuah sungai kecil di pipinya.
"Aku tak bisa, Sophie. Kenapa harus aku? Aku rasa aku tak akan sanggup melakukan itu semua. Aku terlalu takut untuk berhadapan dengan Tuan Sebastiaan," tolak Aryanti dengan hati-hati.
"Ayolah, Aryanti! Hanya kau yang bisa melakukan itu. Apa kau ingin melihat kematianku bersama dengan anakku?"
"Jangan berbicara seperti itu, Sophie! Mana mungkin aku sanggup melihatnya. Baiklah! Aku akan membawa anakmu pergi jauh, tetapi kau harus ikut dengan kami."
"Nee… Nee, Aryanti. Itu tidak mungkin, kau dan anakku akan terancam. Aku tak ingin itu terjadi."
"Aku tidak bisa jika tak bersamamu, Sophie!"
"Kau pasti bisa, Aryanti. Ini ada beberapa gulden untukmu pergi jauh dari kota ini. Bawa anakku dan jangan lupa pula, bawa Ibumu. Aku juga tak ingin terjadi sesuatu terhadap Ibumu." Sophie memberikan sebuah kantung berisikan gulden kepada Aryanti.
"Aku tidak bisa menerima gulden ini," tolak Aryanti.
"Jika kau tetap menolak, aku akan marah besar kepadamu. Dan aku akan-"
"Baiklah… Baiklah, Sophie! Percuma aku menolak, kau keras kepala. Baiklah, aku akan mencari dan membawa anakmu pergi dari kota ini. Tapi kau sendiri bagaimana?" Aryanti sudah tak bisa menolak permintaan Sophie yang cukup berat itu. Ia sudah tahu sifat Sophie yang amat sangat keras kepala. Ia akan terus mengancam jika Aryanti menolak permintaannya.
"Tinggalkan aku, biarkan aku berada dirumah sakit ini. Aku cukup merasa nyaman berada diranjang ini," balas Sophie sembari tersenyum memandangi langit-langit ruang inapnya.
"Cepat pergi, Aryanti. Waktumu tak banyak."
"CEPAT PERGI!!!" Aryanti berlari meninggalkan ruangan serba putih itu. Air matanya terus mengalir, ia begitu tak tega meninggalkan Sophie sendirian di sana. Beban yang diberikan Sophie juga cukup berat untuknya. Aryanti tak tahu jika ia akan berhasil atau tidak untuk membawa pergi Kathriena dari Batavia ini. Sesungguhnya ia tidak sanggup untuk melakukan itu semua, namun demi kebahagiaan dan kesetiaannya terhadap Sophie, ia harus berani melakukan apapun untuk Sophie.
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.