Kita seperti sajak yang berbicara
saat nada tak lagi mampu melantunkan suara
ketika kata tak cukup mampu mengutarakan rasa
*****
"Ya udah, kita makan dulu yuk, Beib. Di bawah ada warung bambu. Menu andalannya rica-rica mentok pedas. Enak banget. Udah lama gue nggak makan di sana," ajak Al.
"Wait, aku geli dengan semua panggilan-panggilan sayang. Never do that. Biasa aja panggil Embun," ujar gadis itu.
Embun memang jijik dengan panggilan-pangilan mesra semacam yang, beib, cin, dan lain-lain.
"Hahaha. Lo emang beda banget ma cewek lain, Mbun," kata Al sembari tertawa.
"Justru karena itu kan kamu suka ma aku. Coba aku sama kayak cewek-cewek lain, bakalan kamu pakai sehari dua hari terus dibuang." Embun mencibir pada Al.
"Dih, itu kan masa lalu-"
"Iya masalahlu, bukan masalah gue," potong Embun sambil tertawa.
"Daripada bahas masa LA-LU, mending bahas masa depan kita. Iya nggak?" Al sengaja menekankan kata LA-LU supaya Embun tidak lagi ngeles kaya bajaj.
"Gayanya, masa depan. Tumben banget sih serius gitu? Biasa juga pecicilan nggak jelas." Embun mencibir lelaki itu.
Embun sebetulnya senang dengan perubahan sikap Al. Lelaki ini terlihat dewasa dengan cepat hanya karena jadian dengan dia. Semoga saja bisa berubah jadi pria yang lebih baik.
Perubahan itu menunjukkan bahwa Al memang serius menjalin hubungan dengan dia. Satu hal yang tak pernah ia lihat dari seorang Alaska sebelumnya.
"Karena gue bener-bener serius sama lo, Mbun. Dih, gue jadi lebay ya. Jijik sendiri gue." Alaska tertawa sambil menggaruk-garuk kepala yang sebetulnya tidak gatal.
"Nggak papa. Itu tandanya mulai dewasa. Aku seneng kok," puji Embun.
Tiba-tiba wajah Al menjadi merah padam.
"Idih, kenapa muka kamu merah? Kayak anak perawan lagi dilamar aja."
Embun tertawa keras sekali. Dua tahun mengenal pria ini, belum pernah dia salting apalagi tersipu seperti sekarang. Al adalah tipe pria selengekan yang selalu bebas melakukan apapun yang dia mau tanpa peduli perasaan orang lain.
Malu, tersipu, mungkin dua kata yang hilang dalam perbendaharaan di otaknya.
"Shut up. Anjir dah. Sekarang jadi lo terus yang godain gue. Biasa juga gue. Kenapa jadi kebalik ya?"
Alaska menutup wajahnya. Berusaha agar perasaanya netral lagi. Muka terasa memanas.
"Itu resikonya orang jatuh cinta. Hahaha. Eh, once more, jangan pernah ajak aku aneh-aneh ya. Kita baru boleh awok awok setelah menikah. No awok awok sebelum nikah. Janji?"
Embun menyodorkan jari kelingkingnya.
"Foreplay, gimana?" Al mencoba melakukan penawaran. Dih, kaya orang beli sayur aja pakai nawar.
"No," jawab Embun singkat dan menarik kembali kelingkingnya.
"Huge and kiss please," kata Al pantang menyerah.
"Peluk boleh. Kiss di pipi dan dahi boleh. Tidak di bagian selain itu," jawab Embun tegas.
"Alamak, nasib gue. Sedih banget." Al pura-pura tersedu.
Embun ngakak melihat kelakuan pacar barunya ini.
"Eh, ada lagi. No raba-raba, no pegang-pegang selain tangan," tambah Embun.
"Idih, bisa meledak ini kepala gue," gerutu Alaska.
"Kepala yang mana meledak?" Embun terbahak-bahak.
Alaska terlihat cemberut. Kebiasaan buruknya tiba-tiba harus dipangkas habis. Ibarat orang ke tukang cukur, ini langsung gundul plontos.
"Apa kayak gini ya resikonya orang jatuh cinta. Anjir," gerutunya dalam hati.
"Deal nggak? Lebih baik deal, daripada nggak dapet apa-apa sama sekali," kata Embun dan kembali menyodorkan jari kelingking.
"Hah, ya sudahlah. Deal," jawab Al lesu sembari mengaitkan jari kelingkingnya.
"Hahaha."
Embun tertawa penuh kemenangan. Akhirnya, bisa juga menaklukkan jiwa mesum Al. Gadis ini ingin membantu Alaska menjadi pria yang lebih dewasa dan matang. Sifat tengil juga kekanak-kanakan lelaki ini harus dikurangi.
"Kamu itu mirip banget sama artis loh, Al," kata Embun mencoba menghibur Alaska yang manyun.
"Artis horor!"
Pria itu menjawab dengan ketus. Hari ini dia bahagia karena akhirnya bisa mendapatkan Embun sebagai kekasih. Ada perasaan yang tak bisa ia jabarkan. Rasa yang tidak pernah dirasakan Al ketika jadian dengan gadis-gadis lain sebelumnya. Tapi Embun yang seolah tidak bisa disentuh sedikitpun, tentu membuat jiwanya juga berontak.
"Dih, kok sewot gitu. Kamu jadi seperti anak perawan ditinggal kawin sama pacarnya," goda Embun.
"Habisnya, punya pacar tapi nggak bisa dipegang," gerutu Al.
"Kita benerin dulu pikiranmu yang korslet itu ya, Al. Yang normal adalah boleh pegang dan lain-lain itu after married. Kalau belum, memang nggak boleh. Jadi, bukan aku yang salah dalam situasi ini, tapi kamu." Embun mencoba menjelaskan.
"So, please. Berubahlah. Coba lebih dewasa menyikapi," lanjut Embun.
"Justru karena gue dewasa, makanya gue bisa lakukan adegan dewasa. Nggak kayak lo, masih anak-anak. Makanya nggak berani kan? Cuman berani pegangan tangan. Kayak anak TK tuh yang lagi pacaran. Pegangan tangan, main ayunan, main prosotan, lari-lari. Dih," cerocos si Al.
"Astaga. Otak kamu ini ya, kalau dibongkar isinya mesum doang. Belajar bahagia dengan pacar tanpa harus mesum. Kalau yang kamu butuhkan cuma mesum, mending sama cewek lain aja deh. Belum terlambat kalau mau dibatalin perjanjian kita," ancam Embun.
"Ssssh, ini kan ceritanya gue yang lagi ngambek. Lo mustinya yang bujuk-bujuk gue dong. Malah ngancem-ngancem. Masa baru jadian dah diancem putus sih. Nggak asik."
Pria itu makin manyun.
"Oh, jadi maunya dibujuk-bujuk gitu? Kayak anak kecil aja. Tadi katanya udah dewasa. Orang dewasa itu nggak perlu dirayu-rayu. Kita bisa bicara baik-baik, discuss. Ya udah, kita mampir swalayan dulu habis ini," kata Embun.
"Mo beli apa?" Al heran, lagi marahan kok tahu-tahu bahas swalayan.
"Mau beli permen yupi sama kinder joy. Buat ngebujuk dan ngerayu kamu biar nggak manyun lagi. Hahaha." Embun terpingkal-pingkal melihat Al berhasil kena jebakan.
"Asem lo. Emangnya gue balita!"
Alaska akhirnya ikut tertawa.
"Gadis ini memang berbeda," pikirnya.
"Ya udah, Bu Hajjah Embun Swastika yang suci tanpa noda, dewasa tanpa awok awok, gue nurut deh. Gue nggak paham dewasa dalam pemikiran lo tuh kayak gimana. Tapi gue nurut deh, daripada gue kehilangan elo," ucap Al tulus.
"Dewasa itu soal berpikir dan berperilaku. Bukan awok awok. Kita bisa dilihat kedewasaan kita dari bagaimana menyikapi masalah. Bersikaplah jantan tanpa harus mengandalkan alat kejantananmu, tapi jantan dalam sikap dan tanggung jawab."
"Widiw, Bu Hajjah ceramah," ledek Al.
"Ish, dikasih tahu malah nggak serius. Males ah." Embun pura-pura ngambek.
"Iya, didengerin kok. Soal kejantanan kan tadi? Gue mah udah ahli kok kalo soal menggunakan kejantanan gue. Tenang aja. Dijamin lo puas, sampe lemas," goda Alaska.
"Hadeh. Tuhan, kok ada manusia kayak gini. Mesumnya ampun dah," teriak Embun.
"Tapi ngomong-ngomong, lo tahu nggak sih bedanya orang yang sudah dewasa sama yang belum kalo lagi tidur?" Alaska memandang gadis di sampingnya.
"Orang dewasa tidurnya sama pasangan, yang belum dewasa sendirian," jawab Embun.
"Salah. Yang belum dewasa, tidurnya merem. Kalo udah dewasa, tidurnya merem melek." Alaska tertawa gembira.
"Dih, itu mah bedanya tidur sama ditidurin. Kalau tidur, merem. Kalau ditidurin merem melek. Dasar kadal mesum." Embun ikut tertawa.
"Eh, tumben jadi kadal mesum. Biasa juga buaya mesum," kata Al.
"Iya, karena aku yakin kamu akan berubah jadi lebih baik," jawab Embun lembut.
Al lagi-lagi tersipu dibuatnya.
Rupanya ini rasanya jatuh cinta, Al terkekeh dalam hati.