Baixar aplicativo
21.78% Dibalik Kegelapan yang Mencekam / Chapter 22: Seperti Kekasih

Capítulo 22: Seperti Kekasih

"Terimakasih Yang Mulia." ucap Rose saat Stevan menurunkan dirinya di halaman istana utama.

"Aku tidak ingin ucapan terimakasih. Cukup temani aku tidur siang." Stevan berbicara untuk membalas Rose.

"Baik Yang Mulia." Rose mengikuti keinginan pemuda itu.

Sang raja menuntun si gadis peri ke ruang kerjanya. Menyuruh Rose duduk di sofa panjang sehingga dirinya bisa merebahkan diri di pangkuan sang gadis.

"Pijat kepalaku." Stevan memerintah.

"Apa Anda tidak beristirahat dengan baik, Yang Mulia?" Rose bertanya saat tangan putihnya memijat pelipis sang pemuda.

"Hm. Itu salahmu." Stevan menjawab dengam gumaman.

"Kenapa itu menjadi salahku, Yang Mulia?" si gadis peri melayangkan protes.

"Kau menolak tidur bersamaku." pemuda itu menjawab sambil menutup mata.

Rose secara refleks menghentikan pijatan tanganya. Kata-kata pemuda itu sangat mudah menyebabkan orang lain salah paham. Ia merasa lega karena tidak ada orang selain mereka berdua.

"Lalu bagaimana dengan sebelumnya Yang Mulia?"

"Apakah Yang Mulia tidur dengan orang lain juga untuk meredakan sakit kepala yang Anda derita?" Rose bergumam dengan suara kecil.

"Tidak. Mereka berbeda denganmu." Tidak disangka, pemuda itu menjawab pertanyaan dari sang peri.

Deg

Deg

Deg

Jantung gadis peri itu berdetak lebih cepat dari biasanya. Perkataan pemuda itu benar-benar dapat membuat gadis manapun memiliki harapan lebih kepada sang raja.

Rose merasa heran. Dimana perasaan ketakutan yang Ia miliki terhadap lelaki itu. Diperlakukan secara berbeda dengan wanita lain oleh pemuda itu membuatnya merasa seperti wanita yang sedang jatuh cinta.

"Apakah ini hal yang baik untuk dirinya?" batin gadis itu.

Dia adalah orang yang ingin merebut hati sang raja, tetapi diperlakukan dengan lembut oleh sang penguasa malam membuat dirinya merasa lemah. Bolehkah jika dirinya juga memberikan hatinya kepada pemuda itu.

Rose menunggu sekitar setengah jam sebelum pemuda itu terbangun dari tidur siangnya. Wajah pemuda yang baru saja bangun tidur itu terlihat menggemaskan di matanya.

"Apa kakimu sakit?" Stevan bertanya penuh perhatian kepada Rose.

"Tidak Yang Mulia." gadis itu menjawab sang raja.

"Berbaringlah di pangkuanku." ucap Stevan.

"Tidak perlu Yang Mulia. Aku benar-benar merasa baik-baik saja." Rose menolak saat pipinya terasa sedikit terbakar.

"Ini perintah Rosalia. Bukan permintaan." Stevan bersikukuh membuat gadis itu tidur di pangkuanya.

Tidak mempunyai pilihan lain, Rose berbaring di pangkuan pemuda itu. Segera setelah sang peri merebahkan diri di pangkuan pemuda itu, Stevan membelai surai pirang milik Rose.

Belaian yang lembut dan perlahan, membuat Rose merasa nyaman. Tidak lama kemudian, gadis itu didera oleh rasa kantuk dan tertidur di pangkuan sang pemuda.

"Sudah bangun?" Stevan bertanya kepada Rose yang masih mencoba memulihkan seluruh kesadaranya.

Rose melihat raja dari ras zeros itu sedang memegang sebuah dokumen di tanganya. Kepalanya masih berbaring dengan nyaman di pangkuan pemuda.

"Kenapa Anda tidak membangunkan saya, Yang Mulia?" Rose bertanya saat melihat jendela besar ruang kerja Stevan menunjukan matahari yang hampir tenggelam.

"Bersihkan dirimu. Makan malam akan segera siap." Stevan berkata kepada Rose. Tidak menjawab pertanyaan sebelumnya gadis itu.

"Kalau begitu, saya permisi Yang Mulia." Rose mengundurkan diri.

"Hm." pemuda itu hanya bergumam saat menjawab pertanyaan gadis itu.

Stevan menghela nafas setelah kepergian sang peri. Jika ditanya kenapa, dirinya juga tidak tahu. Dia hanya merasa sangat damai saat menyaksikan gadis itu tertidur dengan nyenyak di pangkuanya.

***

Rose menatap pantulan dirinya di cermin. Ini adalah ketiga kali dirinya melihat ke arah cermin. Sang peri menggunakan kedua telapak tangan untuk menutupi wajahnya. Gadis itu merasa malu karena tingkahnya yang memalukan.

tok.. tok.. tok..

Terdengar ketukan pintu kamar gadis itu.

Rose kembali memperhatikan penampilanya di cermin untuk terakhir kalinya sebelum membukakan pintu. Gadis itu melihat Zizi yang menjemputnya tepat waktu seperti biasa.

"Silahkan lewat sini, Tuan Putri." Zizi berbicara sopan.

Rose mengikuti pelayan itu menuju ruang makan utama.

"Apa Yang Mulia sudah datang?" Rose bertanya kepada si pelayan.

"Yang Mulia selalu datang lebih awal tuan putri." Zizi menjawab pertanyaan gadis itu.

"Apa pakaian yang dikenakan oleh Yang Mulia?" Rose kembali pertanya.

"Pelayan ini tidak tahu, tuan putri." Zizi melirik peri cantik itu sebelum menjawab.

Rose ingin bertanya beberapa pertanyaan lagi, tetapi merasa tidak enak karena reaksi pelayan itu tetap datar seperti biasanya.

"Silahkan masuk tuan putri." Zizi membukakan pintu untuk sang peri.

Awalnya Rose tidak sabar untuk menunjukan penampilanya kepada sang raja. Namun, itu semua berubah saat dirinya melihat seorang wanita cantik yang duduk di kursi yang sebelumnya Ia tempati.

Sang raja muda dan gadis itu mengenakan pakaian merah yang serasi sedangkan dirinya menggunakan gaun biru langit yang berbeda. Perasaan wanita memang sangat mudah berubah.

Kemarin mereka menyukai buah apel, sekarang mereka lebih memilih buah anggur. Sebelumnya Rose merasa canggung dan tercekik saat berada di dekat sang raja, tetapi sekarang dirinya tidak ingin wanita lain mendekati pemuda itu.

Seperti kekasih yang tengah cemburu, Rose merasa suasana hatinya menurun dengan cepat.

"Apa yang sedang kau lakukan. Kemarilah." Stevan memperhatikan gadis cantik yang baru saja masuk.

"Salam kepada Yang Mulia dan Nona Irish." Rose menyapa dengan formal saat sudah mendekati mereka berdua.

"Duduk di sebelahku." Stevan mengerutkan kening saat mendengar nada sang peri yang berbeda dari biasanya.

"Yang Mulia, saya belum mengenal nama gadis cantik ini." Irish seolah melupakan fakta bahwa dia dan bibinya yang mengabaikan Rose selama pertemuan pertama mereka. Mengisyaratkan bahwa peri itu tidak mempunyai sopan santun untuk memperkenalkan diri.

"Maafkan kekasaran saya Nona Irish. Perkenalkan, saya Rosalia Devonia Razak dari Ras Peri." Rose tersenyum cantik mengabaikan hatinya yang ingin meledak.

"Bagaimana kau bisa bertemu dengan Yang Mulia? wilayah Ras Peri terletak sangat jauh dari wilayah kami." Irish bertanya kepada Rose.

"Saya bertemu dengan Yang Mulia di istana Ras Vampir Nona Irish. Saat itu sedang ada pesta dansa dan Yang Mulia mengajak saya untuk berdansa bersama." Rose menjawab dengan lembut namun menusuk.

"Sungguh ada kebetulan seperti itu?" Irish meminum jus nya untuk menutupi cibiran kepada gadis itu.

"Mungkin itu bukan kebetulan Nona Irish. Tetapi takdir yang mempertemukan kami berdua." Rose tersenyum penuh kebahagiaan yang membuat Irish ingin merobek sesuatu.

"Benarkah? Jika berbicara tentang takdir, saya dan Yang Mulia dibesarkan oleh ratu sejak kecil. Bukankah itu artinya kami berdua ditakdirkan bersama?" Irish berusaha membuat sang peri marah.

"Irish, jika kau hanya ingin membuat masalah, lebih baik kau keluar dari ruang ini."

"Aku tidak suka jika ada orang yang mengusik gadisku." Stevan berbicara membela Rose.

Kemarahan sang peri sedikit mereda saat mendengar pernyataan pemuda itu. Dirinya menatap wanita yang duduk berlawanan darinya dengan senyum penuh kemenangan.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C22
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login