"Dallas, ini pukul delapan tiga puluh malam." Apa? Luke membuka lemari di bawah wastafel dan melemparkan handuk untukku. "Jangan pernah melakukan omong kosong itu padaku lagi," katanya, menunjuk jarinya ke arahku. "Berpakaian." Dia menyerbu keluar dari kamar mandi dan aku dibiarkan berdiri di sana merasa seperti orang idiot. Aku mengeringkan badan lalu mengobrak-abrik lemarinya untuk menemukan t-shirt. Luke berjalan ke kamar tidur, di telepon membawa tas ransel.
"Kita pergi sekarang, bawa seseorang ke sini," geramnya ke telepon. "Tidak, bajingan itu berjalan kaki. Dia memakai warna kuning dan biru. Ya, aku yakin, apakah aku terlihat seperti orang idiot bagi Kamu? Matanya menemukan mataku, dan kemudian mengamatiku dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Kamu siap?" bentaknya.
"Aku hanya butuh beberapa celana," gumamku. Apa yang salah? Aku belum pernah melihat Luke begitu marah.