Max bertransformasi dari wujud manusia ke setengah silumannya, tidak sampai maksimum, beberapa persen saja, hanya agar dia bisa melihat dan berlari dengan cepat bersama Rang Rang yang beterbangan di sekitarnya. Wajahnya menerobos angin. Dengan formasi setengah silumannya, kedua matanya jadi bisa melihat secara mendetail setiap objek di depannya. Telinganya bisa mendengar kepak sayap burung di kejauhan. Kakinya bisa ikut merasakan kehadiran kelinci, rusa, dan binatang-binatang lain yang berlompatan, berlarian, dan melata di sekitarnya.
"Sebenarnya, kamu hanya buta arah kan? tapi nggak mau ngaku," salah satu Rang Rang menggoda di telinga Max.
Max menyeringai. Pendaratan kakinya memecah batang pohon tumbang yang melintang horizontal di depannya.
"Waw!" salah satu Rang Rang berseru takjub dengan kekuatan Max.
Max merasakan pujian dan kekuatan alaminya memenuhi seluruh tubuh, itu membuatnya tersenyum. Dia puas dan senang bisa kembali ke sini, setelah ratusan ribu tahun tak menyapa mereka.
Aku senang karena tempat ini tidak hancur. Rang Rang, Melianor, dan semuanya telah bekerja keras untuk menyelamatkan seluruh Pegunungan Sakral. Karena itu, tak masalah bagiku jika mengikuti jejak ayahku mendukung dan mengabdi pada keluarga Melianor.
Sambil terus menggunakan kecepatannya, Max bicara dengan sekelompok Rang Rang di dekatnya.
"Rang Rang, apa yang kalian lakukan selama aku tak ada?"
"Kami? tentu saja kami melakukan tugas kami," jawab Rang Rang. Sayap mereka terus mengepak cepat dan cantik seirama dengan laju Max.
"Selain itu? apa kalian hanya berjaga saja? tidak sekalipun bersenang-senang? aku sangsi. Beberapa hari ini ada yang mengganjal, aku rasa salah satu dari kalain ada yang mencoba menghubungiku."
"Um, tentu saja kami bersenang-senang. Kamu hanya takkan mengerti cara kami bersenang-senang," kata sekelompok Rang Rang.
"Ah, aku agak lupa dengan kalian. Tolong ingatkan aku, mana yang kelompok satu, kelompok dua, dan seterusnya."
"Hei, kami sudah memutuskan nama kelompok," jawab Rang Rang dengan wajah bersungut-sungut tak suka dengan sebutan yang mereka rasa sudah kuno itu.
"Ah, maaf,"
"Ingatanmu sangat payah! Kenapa sih bisa jadi Alpha!"
Max tertawa sambil melompati sebuah bukit kecil. Kakinya mendarat kuat di bukit lainnya. Tanah tempat pendaratannya retak dan ambles sedikit. Max menarik nafas. "Please..." Max pasang wajah imut. Pemandangan di belakangnya sekumpulan bunga anggrek putih.
Para Rang Rang terkejut dua kali. Pertama, terkejut karena Max berhenti tiba-tiba dan membuat para bunga anggrek bergetar. Kedua, karena Max menampilkan ekspresi itu secara tiba-tiba. Beberapa Rang Rang terbatuk-batuk. Banyak di antara mereka yang terdiam.
"Saya rasa, dunia manusia mengajari Anda banyak hal," salah satu Rang Rang buka suara. Max jadi kikuk karenanya. Situasi itu kembali normal ketika Rang Rang cantik muncul di depan Max.
"Mulai dari Saya, Xixi, pemimpin kelompok Rang Rang Angin Putih dari Selatan, selamat datang," Xixi bicara buru-buru, seolah dia tak mau melihat ekspresi Max yang aneh itu lagi, sehingga dia cepat-cepat mengonfirmasi keberadaan dan nama kelompoknya yang baru. Xixi merunduk memberikan hormatnya pada Max. Pose itu membuat Max ingat jati dirinya dan di saat bersamaan bisa melihat bentuk sayap Rang Rang dari kelompok Angin Putih yang didominasi oleh warna putih lembut. Mereka terlihat sangat ringkih, tapi tidak seperti kelihatannya, sayap mereka sangat kuat. Anggota kelompok Xixi berbaris ke belakang. Jumlah mereka mencapai jutaan Rang Rang. Mereka membungkuk hormat pada Max. Beberapa saat kemudian, mereka digantikan oleh Rang Rang warna biru. Ketika Kelompok Angin putih bubar, mereka nampak seperti buih ombak di samudera.
"Saya, Koko, pemimpin dari kelompk Angin Biru dari Barat, selamat datang," Koko dan Kelompok Angin Birunya melakukan penghormatan yang sama dengan yang dilakukan Xixi. Selesai memberikan salam, mereka juga memberikan ruang kepada kelompok yang lain.
"Selamat datang Tuan Muda, saya Terice, Pemimpin dari kelompok Angin Timur, senang berjumpa kembali dengan Anda. Maaf sejak tadi kami kelewatan," Terice dan kelompok Angin Timurnya memberikan tanda hormat pada Max. Anggota kelompok Terice dan Terice sendirilah yang sejak tadi berbicara dengan Max. Dalam situasi formal seperti itu, sikap mereka berubah menjadi sopan.
Kelompok terakhir yang memberi salam adalah kelompok Angin Utara. Wajah pemimpin Rang Rang dari kelompok Angin Utara ini tegas, sepertinya dia juga jarang bercanda. "Saya, Merah, Pemimpin dari Kelompok Angin Utara. Ada yang ingin saya beritahukan kepada Tuan Muda. Saya senang Anda segera menjawab panggilan saya. Sayalah yang berusaha bicara dengan Anda selama Anda di dunia manusia."
Penjelasan Merah menerangkan dan menegaskan Max kembali akan identitasnya. "Ya, inilah alasan lain kenapa aku harus ke sini. Mereka tidak bisa muncul di B'tavia karena aturan batas tiga dunia. Aku mendapatkan pesan Merah ketika aku melihat lampu di pintu depan Bar Jam malam itu. Lampu itu bersinar aneh membentuk simbol kelompok Angin Merah," ingatan Max membawanya ke beberapa saat lalu saat mau memasuki Bar Jam, setelah mengikat Elia di tempat tidurnya.
Max memperhatikan kelompok Angin Merah berkumpul. Sementara itu, kelompok Rang Rang yang lain ada di sekitar mereka. Perkumpulan itu terlihat seperti kelopak bunga mawar mekar.
"Kamu bisa memberitahuku sekarang apa yang perlu kamu beritahukan padaku," Max memperlihatkan kepemimpinannya.
Merah menunduk, sedangkan Max bersiap dengan kabar buruk.
"Baik. Saya tidak akan menyita waktu. Pohon-pohon di Hutan Paling Utara telah habis dibakar," kata Merah. Permulaan ini sudah membuat Rang Rang yang lain bersedih. Max memperhatikan mereka, semua Rang Rang pasti sudah tahu hal ini. Mereka seolah telah sepakat menunggu waktu yang tepat untuk bicara dengannya. Hatinya jadi berdesir tak nyaman ketika mendengar laporan dan sikap mereka.
Merah melanjutkan, "Karena hal itu, para hewan berlarian dan sebagian besar memasuki kawasan Hutan Terlarang. Kami tidak berani ke sana untuk menyelamatkan mereka. Tapi kami khawatir, mereka yang polos berubah menjadi makhluk ganas karena menyerap energi negatif dari Hutan Terlarang. Kami menyesal tak bisa mengarahkan mereka ke Hutan Pegunungan Sakral karena api buatan manusia menghalangi kami," rasa bersalah nampak di wajah Merah. Air mata berwarna merah menetes darinya dan anggota kelompoknya. Itu memicu tangis dari Rang Rang yang lain. Karena itu, sekeliling Max mendadak berubah menjadi gerimis kecil berwarna warni.
"Tenanglah," Max berkata-kata dengan lembut. Dia lalu duduk sila di atas bukit kecil itu. Masih dengan formasi setengah silumannya, dia berkata dengan lembut, "Sekarang ceritakan lebih mendetail, melalui Hutan Terlarang bagian mana mereka masuk," Max bicara lembut, tapi wajahnya dipenuhi tekad.
"Anda akan menyelamatkan mereka?" Merah terkesima.
"Hutan Terlarang tidak hanya bisa membuat mereka jadi ganas, tapi juga bisa menjadi target perburuan manusia, aku tidak ingin mereka berakhir di kandang sirkus atau jadi santapan."
Terdengar pekikan pendek dari para Rang Rang.
"Kami pernah mendengar tentang itu, jadi itu nyata?" Merah gemetaran.
Max menyadari dia telah salah, menyampaikan informasi terlalu banyak bisa menimbulkan ketidakseimbangan mental makhluk-makhluk kecilnya yang berharga. Dia putuskan untuk lekas mengobati kekhawatiran mereka.
"Merah, kalian pasti mengamati daerah mana yang mereka masuki bukan?"
Merah mengangguk. "Karena sudah beberapa hari yang lalu, mereka mungkin sudah menyebar terlalu jauh. Kalau boleh, saya ikut untuk membantu."
"Tidak," Max menggeleng. "Itu berbahaya untuk kalian. Tempat itu juga bisa mempengaruhi kalian."
"Bagaimana dengan Anda? Anda juga bisa dalam bahaya," itu suara Terace yang tiba-tiba mengkhawatirkan Max.
Max tersenyum. "Kau lupa siapa aku sebenarnya?"
"Tapi..." Terace semakin seperti orang tua yang tak ingin anaknya memasuki area berbahaya meskipun tahu anaknya bisa bertahan dan menghadapi bahaya itu.
"Anda pasti kembali bersama mereka kan?" Merah mengonfirmasi sebuah janji.
Terima kasih sudah sampai sejauh ini. Saya harap Anda terhibur.
Salam