Baixar aplicativo
5.04% BIBI DAN DUNIA BAWAH / Chapter 22: Tiba-tiba Dilayani

Capítulo 22: Tiba-tiba Dilayani

Cahaya dari sebuah jendela besar menyilaukan mata. Korden putih tipis tertiup angin. Seorang laki-laki bertubuh ringkih memperhatikan Elia yang masih tertidur. Nyaman sekali tidurnya, pikirnya. Dia lalu memalingkan wajahnya ketika merasakan angin berhembus dari sisi jendela. Dia jadi merasa perlu untuk menutup jendela. Senja akan segera tiba, angin sore tak baik untuk orang sakit. Dia menutupnya dengan pelan, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Pada saat daun jendela tengah terkunci, dia mendengar seseorang merintih. Siapa lagi kalau bukan dia, seraya menoleh dia merasa lega bisa melihat Elia berusaha menekan kepalanya sambil bergerak bangun.

"Sebaiknya kamu tidak memaksa diri."

Theria menghampiri pot tea yang telah disiapkan oleh Melianor sebelumnya. Dia menuang segelas tea lotus. Diletakkannya teh itu di meja agar bisa membantu Elia duduk dengan baik lebih dulu baru memberikan teh itu padanya.

"Minum ini, kesadaranmu akan membaik."

Elia menatapnya dengan curiga.

"Kamu siapa?"

"Aku Theria," jawab laki-laki itu setelah kebali berdiri dengan sopan.

"Di mana Sunshine?"

Theria agak terkejut ketika Elia memanggil atasannya secara casual.

"Ah, beliau sedang ada urusan, saya ditunjuk untuk mengurus Anda sampai beliau kembali."

"Lalu Max, kamu tahu laki-laki yang datang bersamaku, namanya Max."

"Ya, saya mengenalnya. Dia juga sedang pergi dan belum kembali."

Elia mengangguk mengerti, meskipun agak ragu, dia mencoba menerima keadaan.

"Apa yang terjadi padaku?"

"Kamu pingsan saat membaca kartu."

Secepat kilat, Elia jadi ingat dengan apa yang dilihatnya terakhir kali. Tubuhnya mengigil. Di samping ingat dengan gambar terakhir yang dilihatnya, dia juga bermimpi buruk. Dia lalu meminum tehnya setelah mencium aromanya. Suhu dingin dari teh dan aromanya segera membuatnya kepalanya terasa lebih ringan. Aroma teh itu seperti menyingkirkan sisa-sisa mimpi buruk dari ingatannya. Air teh lotus yang masuk ke tubuhnya seperti memiliki daya magis untuk membersihkan kotoran di dalam dirinya. Karena merasakan efek yang ajaib, dia menenggak habis teh itu. Dia lalu menatap Theria. Seperti sudah kenal lama, Theria segera mengerti apa yang diinginkan Elia. Dia mengambil gelas teh dari tangan Elia dan mengisi ulang.

"Sangat menyegarkan bukan?" kata Theria sambil mengisi ulang.

Elia mengangguk malu-malu.

"Minuman apa itu?"

"Ini hanya teh lotus. Lotusnya dibudidayakan sendiri oleh Madam Melianor di tamannya."

"Melianor? siapa itu?" Elia merasa asing.

"Ah, madam belum menyebutkan nama aslinya? Melianor adalah nama asli Madam Sunshine."

"Sunshine itu Melianor?" Elia mengulangi nama itu seperti takut salah. Theria mengangguk seraya mengangsurkan gelas tehnya. Dia berdiri menunggu di posisinya, berjaga-jaga kalau Elia ingin mengisi ulang lagi.

Sementara itu, Elia mencium aromanya. Padahal sudah dingin, tapi bisa kucium aromanya, pasti dibudidayakan dengan baik, perawatannya setelah dipetik juga pasti sangat hati-hati, Sunshine punya banyak bakat, tak hanya bisa bikin kue dia juga bisa membuat teh dari lotus. Selain itu ternyata nama aslinya cantik juga, Melianor. Dia lalu ingat bagaimana Max memperhatikan Melianor. Tatapannya teduh seperti menemukan tempat berlindung. Kalau dibandingkan saat menatapku, itu sangat berbeda. Apa mereka berkencan?

Elia menghela nafas dalam-dalam. Dia memejamkan mata. Aroma lotus ikut tercium olehnya. Dengan itu, dia merasa tak pantas cemburu pada Melianor. Dia lalu menyesap tehnya. Rasa dan aromanya bahkan seperti bisa mengobati sakit jiwa.

Sementara itu, Theria mengira Elia sangat menikmati aroma teh lotus. Dia tersenyum, bangga dengan hasil karya atasannya. Dia sudah siap memberikan isi ulang saat Elia meminta.

Setelah meneguk teh, Elia menoleh pada Theria.

"Umm, sudah berapa hari lewat sejak aku pingsan?"

"Baru sehari."

Elia mengangguk dengan gamang. Dia melihat sekitar. Kamar tidurnya sangat luas, terasa seperti sebuah penthouse. Kemudian, dia merasa perlu mencari topik pembiaraan lain yang bisa membuatnya lebih rileks dan melupakan hal mengerikan yang dilihatnya.

"Ah, aku penasaran dengan sesuatu."

"Ya? apa itu?"

"Umm, kalau namanya Melianor, kenapa dia memakai nama Sunshine? apa itu karena bisnis?"

"Itu pasti akan menjadi alasan yang disebutkannya setiap kali ditanya seperti itu. Sebenarnya, nama itu pemberian sahabatnya. Dulu sekali dia memiliki sahabat yang dikasihinya, seorang penulis. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, Miss writer, begitu aku menyebutnya menyarankan Madam Melianor untuk menggunakan nama Sunshine untuk tokonya, katanya itu akan disukai oleh manusia."

Elia mencoba memahami dan sekali lagi dibuat takjub. Fakta bahwa Melianor sangat menghargai sahabatnya membuat hatinya merasa hangat. Dia mendapat kesan Melianor seorang wanita yang kuat, luar dalam. Selain itu, sepertinya Melianor juga penuh kasih.

"Apa sahabatnya itu manusia?"

Theria mengangguk.

"Kalau begitu, apa yang terjadi pada sahabatnya?"

"Dia telah meninggal."

Elia sudah menduganya. Meskipun begitu, kata-kata itu tak mudah untuk tidak membuatnya merasa iba ketika didengarnya secara langsung.

"Oh maaf."

"Tak masalah. Madam tak pernah sedih tentang fakta itu. Madam tahu pasti, bahwa perpisahannya dengan sahabatnya pasti akan tiba. Madam selalu mengenang sahabatnya dengan membaca karya-karyanya."

"Jadi, sahabatnya berhasil menjadi penulis?"

"Ya, di dunia manusia, dia sangat terkenal."

"Oh, siapa namanya?"

"Apa kamu membaca novel juga? kalau kusebutkan mungkin kamu akan segera mengenalinya."

Elia ingin menutupi fakta kalau dirinya bukan seseorang yang hobi membaca. Hanya sesekali. Pernah juga membaca novel, tapi bukan karya penulis yang disebut oleh Theria.

"Aku bukan kutu buku, tapi mungkin saja aku pernah mendengarnya. Kalau dia sangat terkenal, pasti namanya pernah masuk media massa bukan?"

"Benar, dia sangat terkenal."

Theria lalu menyebutkan nama. Elia tidak menyangka nama itulah yang akan didengarnya. Dia pernah mendengar beberapa nama penulis terkenal, tapi untuk yang satu ini memang agak sedikit di luar dugaannya. Di dunia manusia dia pernah mendengar kalau penulis itu mendapatkan kemampuan menulisnya dari setan. Desas-desus soal itu sangat ramai. Karangan-karangannya sering dibicarakan memiliki kemungkinan bersumber dari dunia lain. Akan tetapi, tidak ada yang mampu membuktikannya secara konkrit. Meskipun banyak yang mengkritik, karyanya tetap dicintai sehingga membuatnya masuk ke dalam daftar 100 penulis fiksi terkaya di dunia. Kini, ketika dia mendengar nama itu disebutkan oleh Theria, rasanya asumsi para pengkritik itu ada benarnya. Karya-karyanya dibanderol dengan harga ratusan ribu rupiah. Ada yang hampir setengah juta per eksemplar. Di luar negeri, karya-karyanya juga diterima dengan baik, para pengkritik membicarakannya setiap kali merilis novel. Aku tak menyangka orang itu memiliki hubungan dengan Melianor.

"Apa kamu pernah membaca novelnya?"

Elia menggeleng.

"Ah, walaupun aku tahu namanya, tapi karena bukan penggemar novel, aku jadi tidak pernah memerhatikan novelnya. Kadang-kadang, aku mendengarnya dikritik dan dicurigai berhubungan dengan dunia bawah, manusia menyebutnya telah menjadi pemuja setan."

Theria tersenyum ganjil karena menahan tawanya.

"Miss writer tidak seperti itu. Dia hanya sering mendengar curhatan Madam Melianor. Karena itu dia bisa mengembangkan cerita sedemikian imajinatif. Nona Melianor sangat suka pada caranya bercerita."

"Kalau begitu, dia pasti punya koleksinya bukan? apa aku boleh meminjamnya?"

Theria berpikir sebentar.

"Ya, aku rasa kamu boleh. Madam pernah berkata siapa saja boleh mengakses perpustakaannya."

"Bagus!" Elia bersemangat. "Antar aku ke sana."

Theria ragu sejenak. "Tapi, kenapa tiba-tiba antusias?"

"Ah itu karena Melianor dan Max tidak di sini, tidak ada orang yang bisa aku ajak bicara selain kamu sekarang. Masalahnya aku tidak punya topik pembicaraan lain."

"Benar juga, kita baru kenal jadi tidak ada yang bisa dibicarakan. Kalau begitu, aku akan mengantarmu ke sana setelah kamu makan sesuatu. Aku akan minta seseorang membuatkan makanan. Kamu suka makan apa?"

"Apa saja. Daging atau ikan aku suka. Aku juga suka sayuran."

"Baiklah. Sementara itu, silahkan bersantai. Kamar ini juga dilengkapi kamar mandi, jadi kamu juga bisa mandi dulu sebelum makan."

Elia melihat pakaiannya ketika Theria mengatakan kata mandi.

"Oh, benar juga. Aku juga akan menyuruh seseorang menyiapkan pakaianmu."

"Makasih."

Theria lalu minta ijin untuk melakukan tugasnya. Elia tentu saja hanya bisa mengiyakan. Suasana itu sangat baru untuknya. Dia jadi merasa istimewa. Aku jadi merasa sebagai perempuan kaya raya yang punya banyak pelayan dalam semalam. Ngomong-ngomong di awal tadi dia sopan padaku, pakai kata 'saya' untuk menyebut dirinya sendiri, lalu dia menggunakan 'aku' yang lebih casual? waw, perubahannya cepat sekali. Jadi tidak ada hierarki antara aku dan dia? Yah, aku lebih suka begitu sih.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C22
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login