Baixar aplicativo
3.99% Last Emperor / Chapter 16: Pulang Telat

Capítulo 16: Pulang Telat

Melihat wajah Sinto seperti itu, "Hayo kita masuk. Nanti aku jelaskan sejelas-jelasnya." Ucapnya sambil kedua tangannya mempersilahkan anak itu masuk ke dalam rumah tersebut.

Tanpa ragu. Sinto melangkah masuk ke dalam rumah. Sedangkan di belakangnya di ikuti oleh gurunya. Yang ternyata sekaligus adalah pengawal pribadinya, bisa di katakan seperti itu.

Di dalam rumah, mereka berdua di sambut oleh satu orang lagi. Sepertinya pengurus rumah tersebut.

Orang itu membungkukkan badan pula ketika melihat Bu Evelin dan Sinto masuk.

Sinto hendak membalas dengan hormat juga, akan tetapi Bu Evelin segera memegang tangan anak tersebut untuk tidak membalas memberi hormat terhadap pengurus rumah. Sambil menggelengkan kepala.

Setelah orang itu memberi hormat, "Tuan muda mau minum apa?."

"Air teh saja." Sahut Sinto dengan melemparkan senyumannya.

"Duduklah." Ucap Bu Evelin kembali mempersilahkan anak itu untuk duduk.

Sambil duduk Sinto berkata lagi, "Seharusnya aku sudah pulang nih. Nanti si siapa nama sopirnya pak Bramana itu?"

"Jaya, tuan muda." Kata Bu Evelin mengingatkan.

"Iya si Jaya. Aku takut nanti si Jaya yang di marahi oleh Pak Bramana. Bisakah kamu mengantar aku pulang." Pintanya dengan tatapan memohon.

"Alasannya apa tuan Bramana memarahi Jaya?" tanya Bu Evelin sambil menatatap mata tuan mudanya. Lalu perlahan-lahan ia malah menundukkan wajahnya.

Kemudian terdengar suara si pengurus rumah, "Tuan muda. Silakan tuan muda makan siang dahulu."

Mendengar perkataan si pengurus rumah itu, Bu Evelin terkejut. Ia pun mengangkat wajahnya kembali sambil berkata, "Sebaiknya kita makan siang dulu saja."

Sambil bangkit berdiri Wali kelas itu berkata lagi, "Sambil makan saja kita bicarakan tentang Jaya itu."

Mau tidak mau Sinto ikut beranjak berdiri. Dan mereka berdua berjalan ke ruang belakang.

"Tuan muda itu minumnya." Kata si pengurus rumah tersebut sambil menunjuk ke atas meja.

"Loh, kok hanya satu gelas saja?" tanya Sinto ketika melihat di atas meja tersebut.

"Biar saja. Si Non kan bisa ambil sendiri." Ucap si pengurus rumah itu sambil cekikikan. Setelah itu ia menghilang ke dalam ruangan yang lain.

Bu Evelin hanya tersenyum. Lalu ia mengambil sendiri sebuah gelas dan di tuangkan air putih ke dalam gelas tersebut.

Mereka berdua menikmati makan siang itu bersama-sama.

"Wah. Makanannya enak. Namanya apa ini?" tanya Sinto dengan nada memuji.

"Yang kamu makan namanya gado-gado." Kata Bu Evelin menjelaskan.

Lalu lanjutnya lagi, "Masa sih enak. Aku sudah beberapa kali makan masakan dia. Tetapi rasanya biasa saja." Kata Bu Evelin sambil mengernyitkan dahinya.

"Kamu engak percaya. Nih cobain." Kata Sinto sambil menyodorkan satu sendok gado-gado ke dekat mulut wanita itu.

Di perlakukan seperti itu tampak wajah Bu Evelin semakin memerah. Ia lalu menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Tidak usah. Buat kamu saja."

Tetapi Sinto sedikit memaksa. Pada akhirnya Wali kelasnya itu sedikit membuka mulutnya. Dan membiarkan anak berusia tujuh belas tahun itu menyuapi gado-gado tersebut ke dalam mulutnya.

Begitu Bu Evelin mengunyah gado-gado dan merasakan rasanya di dalam mulut, "Wah, Asli. Gado-gado ini enak banget."

Lalu Bu Evelin berteriak, "Sinta!"

Wanita yang menjadi pengurus rumah itu segera berlari penuh semangat menemui majikannya.

"Iya non?" tanyanya setelah berhadapan dengan Bu Evelin.

Dengan nada di buat-buat, "Kamu ya. Kenapa kalau buatkan gado-gado untuk saya selalu tidak enak. Tetapi buat tuan muda. Sumpah. Rasanya enak banget."

Balas si pengurus rumah yang ternyata bernama Sinta itu, "Nona. Nona janganlah marah dahulu. Sesungguhnya aku buatnya biasa saja. Karena Tuan muda dari Luar Negeri. Mungkin belum pernah mencicipi gado-gado sama sekali. Jadi wajar saja bagi dia. Makanan bikinan Sinta ini enak sekali."

"Sinta. Kamu jangan bohong. Aku kenal betul buatanmu itu tidak enak. Ini buatan siapa coba. Jangan-jangan kamu beli di restoran ya." Sergah Bu Evelin sambil bangkit berdiri dan berkacak pinggang.

"Maaf, nona. Sinta tidak berani berbohong." Ucapnya sedih dan matanya sambil melirik-lirik ke arah dalam ruangan yang lain.

Melihat itu Sinto langsung mendekati Bu Evelin sambil berkata, "Sudahlah. Jangan marah-marah seperti itu."

Mendengar suara Sinto yang tenang dan adem itu, membuat suasana hati Bu Evelin terasa di ayun-ayun.

Bersamaan dengan itu muncul seorang wanita lain dari dalam ruangan. Lalu ia memberi hormat sambil berkata, "Selamat datang tuan muda. Dan nona Evelin. Maaf kedatanganku tidak saya beritahu. Karena ini adalah perintah dari bos kita."

"Bos apa bos. Begitu kau tahu di foto itu siapa yang datang. Kamu pun segera menyusul ke sini kan." Kata Bu Evlin sambil kembali berkacak pinggang.

"Janganlah marah-marah dulu nona. Kenalkanlah aku kepadanya." Ucapnya sambil mengerlingkan matanya ke arah Sinto.

"Sinto ini Karla."

"Karla ini Sinto."

Sinto pun hendak membungkuk memberi hormat kepada Karla. Tetapi Bu Evelin sekali lagi menahan pundak pemuda itu sambil berkata, "Janganlah seperti itu. seharusnya dia yang memberi hormat kepadamu."

"Karla. Janganlah kamu kurang ajar. Cepat beri hormat kepada tuan muda kita."

"Maaf tuan muda." Katanya sambil cepat-cepat memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya setengah badan.

"Sudah. Tidak ada orang. Tidak perlu seperti ini." ucap Sinto.

Bu Evelin segera membangunkan Karla agar berdiri tegak kembali.

Wali kelasnya itu segera mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Tadi kamu bilang. Pak Bramana akan memaki Jaya. Jika kamu tidak pulang tepat waktu."

"Iya. Karena kemarin saja. Karena suatu hal yang berhubungan bukan dengan aku saja. Kata Dinda putri pertamanya sendiri memberitahu aku. Kalau Jaya pernah di marahi karena kesalahannya. Bahkan istrinya sendiri tante Resty pun ikut di marah-marahi."

"Wah. Kasihan ya." Ucap Wali kelasnya itu.

Kemudian ia melirik ke arah jam di dinding ruang makan.

"Kamu harus sampai di rumah jam berapa?" tanya Bu Evelin yang matanya masih menatap ke arah jam di dinding itu.

"Sekarang sudah hampir jam setengah tiga. Sebaiknya kita kembali sekarang. Karena jam setengah empat. Aku harus sudah tiba di depan rumah."

"Kalau begitu tunggu apa lagi. Hayo kita segera berangkat." Kata Bu Evelin sambil sedikit menarik tangan Sinto. Dan bergegas keluar menuju garasi rumah tersebut.

Dalam perjalanan menuju rumah Pak Bramana, "Alasan apa yang nanti kamu berikan kepadanya?"

"Mudah saja, aku habis les privat denganmu. Dan karena masih kurang. Jadi kita akan menambah lesnya lagi. Gampangkan."

"Apa?!" teriak Bu Evelin dengan nada terkejut. Hingga ia harus kembali mengerem secara mendadak pada kendaraannya itu.

"Mana dia percaya dengan omonganmu. Dia pasti tahu kamu anak pintar. Alasan yang tidak masuk akal tahu." Ucap Bu Evelin dengan nada agak tinggi.

"Lantas alasan apa?" tanya Sinto penasaran.

"Begini saja. Kebetulan kan ada lomba antar sekolah. Kamu akan menjadi salah satu wakil dari sekolah kita. Jadi kamu harus mendapatkan bimbingan tambahan pelajaran. Bagaimana?"

"Wah, Ide bagus. Jadi selama les tambahan. Kamu bisa menceritakan apa saja tentang dirimu dan bosmu itu kepadaku."

"Baiklah." kata Bu Evelin yang kembali melanjutkan perjalanan mereka kembali ke rumah Pak Bramana di mana Sinto saat ini tinggal di situ.

"Oh iya. Ibu tahu di mana alamat saya tinggal?" tanya Sinto penasaran.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C16
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login