Baixar aplicativo
10.07% Keperawanan Sari Terenggut / Chapter 27: Kesepian Melanda

Capítulo 27: Kesepian Melanda

Sari melirik pintu kamar teman-temannya yang masih tertutup rapat. Karena hari libur jadi mungkin sengaja teman-temannya bangun lebih siang dari biasanya. Tapi tidak dengan Dita, semalam pulang kerja ia langsung meluncur ke rumah kakaknya.

Melihat baju-baju yang sudah memenuhi ember penampung baju kotor itu terpaksa membuat Sari harus bangun pagi dan segera mencucinya. Mencepol rambut menjadi satu, memakai tanktop dan hotpants rumah adalah costum ternyaman bagi Sari melakukan aktivitas dirumahnya.

Sari mulai menyikat satu persatu baju miliknya, dan dengan telaten ia membilas serta merendamnya dengan cairan pewangi.

"Siap juga akhirnya," ucap Sari yang berkacak pinggang menatap ember yang isinya sudah siap ia jemur.

"Rajin banget ri.. pagi-pagi dah siap nyuci aja." Sapa Ica yang mencuci mukanya di keran tempat Sari mencuci tadi.

"Iya.. cucian gue banyak banget." Jawab Sari yang mulai menggantung baju-baju itu di hanger.

"Gue udah nyuci semalem," sahut Wati dari pintu.

"Lo suka banget sih nyuci malem-malem?" Tanya Sari ke Wati.

"Iya.. soalnya kalau malam ada yang nemenin lewat telepon, jadi gak terasa capek nyucinya." Sahut Wati riang.

"Asekk…. Enak Lah ya ti," sahut Ica.

"Enakan lo lah ca, gak perlu nyuci tinggal kasih laundry aja." Timbal Wati.

"Ohh.. pantes gue gak pernah liat lo nyuci lagi ca, elo laundry terus sekarang?" Tambah Sari.

"Dia kan bakal jadi nyonya ri, masa nyonya nyuci sendiri sih," goda Wati.

"Apaan si lo ti, gue tu laundry soalnya gue gak sempat nyuci." Jawab Ica.

"Kalo gue jadi lo juga, gue ga bakal mau nyuci lagi, kan udah ada doi yang kasih jatah bulanan." Cecar Wati.

"Ah.. lo bisa bae ti, lo juga kan sekarang dah punya doi." Ejek Ica ke Wati.

"Iya.. tapi ga setajir doi elu." Jawab Wati.

"Keren.. temen gue dah pada punya doi ya sekarang, terus gue gigit jari dong," suara Sarii terdengar melas.

"Makanya buruan cari yang baru!" Suruh Ica.

"Carinya yang tajir kaya Ica aja, gak papa dewasa yang penting duit nomor satu hahah." Wati terkekeh.

"Yang dewasa lebih terasa lho gaess," goda Ica yang langsung bergegas ke kamarnya.

"Beruntung banget si Ica ya ti, dapet pacar kaya terus gak pelit lagi." Sari menyenggol siku Wati.

"Iya ri, tapi ya itu.. si Ica kan juga pandai service pacarnya." Sahut Wati.

"Service.. maksud lo ti?" Sari sedikit bingung.

"Ah elo macam gak tau aja, ya ngelayanin pacarnya lah!" 

"Iya gue tahu, ngelayanin gimana maksudnya neng?"

"Sini gue bisikin!" Wati menarik bahu Sari.

"Ohh… gitu ya ti caranya." Jawab Sari polos.

"Kata Ica sih gitu, gue belum nyoba.. makanya gue mau nyoba ke cowok gue, ya.. mana tau dia jadi nambahin uang belanja gue." Timpal Wati.

"Tar siang makan bakso yuk ti!" Ajak Sari 

"Aduhh.. sorry banget ri, bukan gue gak mau tapi gue udah janjian sama cowok gue mau makan di cafe yang baru buka itu." Wati merasa gak enak sama Sari.

"Hmm… iya deh, yang udah punya janji."

"Sorry ya sayangku, aku mau mandi dulu ya," Wati mencubit manja kedua pipi empuk Sari.

"Iya.. iya.. he fun ya kalian!" 

...

Mau tak mau hari ini Sari harus menikmati liburnya sendiri dirumah, tampak ia kini sedang memasak nasi goreng untuk sarapannya.

"Duhh.. wangi banget ri masakanmu, aku pergi dulu ya ri." Pamit Ica yang mengambil kotak sepatunya yang terselip di bawah meja dapur.

"Oke ca." Bau parfum Ica yang tertinggal bersaing dengan aroma nasi goreng Sari.

"Sarapan ah, enak kayaknya." Mata Sari berbinar melihat nasi goreng pedasnya.

"Sari.. makan apa?" Tanya Wati menghampirinya.

"Nasi goreng, makan gih," tawar Sari.

"Coba dong sedikit!" Wati memasukkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya.

"Lagi dong.. kok sedikit banget." Ucap Sari.

"Udah say, takut kenyang tar gak selera makan disana." Jawab Wati.

"Udah di jemput?" 

"Kayaknya udah deh,, didepan dia."

"Gue mau lihat donk dari jendela," pinta Sari.

"Yaudah ayok!"

Sari meninggalkan sebentar sepiring sarapannya dan mengikuti Wati kedepan menghampiri mobil yang menunggunya. Dan Wati memasuki mobil itu segera.

"Gue jalan dulu ya ri," Wati melambaikan tangannya.

"Oke.. hati-hati ya." Sari membalas lambaian Wati dan tersenyum melihat pacar Wati yang lebih dulu tersenyum padanya.

Sari pun segera kembali ke dalam dan melanjutkan sarapannya. Ia melahap nasi goreng itu dengan cepat.

"Hmm.. sepi banget sih, semua pada pergi." Keluh Sari yang kini terdiam sendiri di dalam kamar.

Ia menatap keluar jendela, dilihatnya daun-daun yang berjatuhan tertiup angin, dan suara dentingan jarum jam yang semakin menjelaskan kesepiannya saat ini.

"Mas.. biasanya kamu telepon aku, atau kamu ajak aku keluar, tapi sekarang kami gak ada kabar sama sekali. Aku sendirian disini mas, aku kesepian." Rintih Sari yang berhasil membuat kristal bening itu melewati pipinya.

Disaat ada teman-temannya mungkin ia bisa lupa akan Abra, namun disaat hening, sepi dan sunyi seperti ini entah kenapa rasa perih di hatinya semakin mencuat dan amat terasa. Apalagi Abra adalah lelaki pertama yang telah mengukir kenangan indah di dalam hidupnya.

'mas Abra,' rintih batin Sari.

Kring.. kring...kring

Suara dering handphone menghentikan lamunan Sari yang meratapi kehilangan Abra.

'bu Asya, kenapa dia telepon aku.. tumben,' batin Sari menatap layar panggilan itu.

"Hallo.. Sari kamu di asrama?"

"Iya bu, ada apa?"

"Saya butuh data customer yang dicatat Dita kemarin,"

"Dita gak ada dirumah bu."

"Iya.. saya sudah hubungi Dita, katanya ambilkan di kamarnya buku kecil diatas meja, catatannya ada disana."

"Oh.. baik bu."

"Sebentar lagi saya hampiri ke rumah sebelum pergi."

"Baik bu."

Sari pun segera melakukan apa yang diperintahkan bos nya, perlahan ia membuka pintu kamar Dita yang tak terkunci itu.

"Maaf ya Dita, aku masuk kamar kamu." Lirih Sari pelan.

Kamar Dita terkesan simple dan rapi, tak banyak pernak pernik, yang ada susunan buku-buku tertata rapi di samping tempat tidurnya dan di meja kecil itu tergeletak buku kecil yang di maksud bu Asya tadi. Sari pun segera mengambilnya.

Tit...tit...tit…

Suara klakson membuat Sari berlari hingga lupa menutup pintu kamar Dita, Sari segera menghampiri mobil bosnya yang menunggu di depan. Tampak kaca pintu di sisi Asya sudah terbuka lebar.

"Sini Sari!" Perintah Asya.

Sari menyerahkan buku kecil itu ke tangan Asya, dan disamping Asya tampak suaminya yang menyetir mobil dan memberikan senyum segaris pada Sari. Dan Sari pun membalas senyuman tipis suami bosnya itu.

"Oke ya Sari." Ucap Asya sinis sambil menutup kaca mobilnya dan segera berlalu.

"Jutek banget sih.. gak mau senyum dikit gitu kayak suaminya," gerutu Sari kesal masuk kedalam rumah dan menutup pintu kamar Dita.

'itu suaminya bu Asya, aku baru liat agak jelas.. ganteng juga ya suaminya." Desis Sari.

"Ah.. tapi tetap aja istrinya ngeselin, udah ngancurin hubungan gue sama Abra. Mentang-mentang gue karyawannya terus gue gak pantas pacaran sama adiknya. Dasar belagu!!" Ketus Sari teringat wajah Asya dengan lipstik warna maroon andalannya jika bepergian.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C27
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login