Baixar aplicativo
2.23% Keperawanan Sari Terenggut / Chapter 6: Pantai Patah Hati

Capítulo 6: Pantai Patah Hati

Mobil mulai memasuki area pantai, dan menemukan ruangnya untuk terparkir menunggu para gadis ini melepaskan kepenatannya di pantai Salju ini.

"Oke ladies, kita sudah sampai semoga liburan hari ini menyenangkan ya," sorak Abra memberikan semangat.

Pantai terlihat sepi, karena ini memang bukan hari libur pada umumnya biasanya pantai kan ramai-ramainya saat weekend tapi sebenarnya lebih nyaman seperti ini tidak terlalu ramai jadi lebih merasakan keindahan pantai yang sesungguhnya apalagi buat yang hobi foto, saat sepi seperti ini akan mendapatkan gambar yang estetik.

"Kayaknya di bawah pohon itu enak deh, kesana yuk poto-poto," ajak wati.

"Iya, ayo kesana yuk," ajak Sari juga.

Mereka sepertinya sangat menikmati liburan sederhana mereka hari ini, puas berlari kesana-kemari dan berfoto ria di tempat-tempat yang indah.

"Ternyata Mas Abra baik ya, mau nganterin kita, fotoin kita," Sari membuka pembicaraan.

"Iya ternyata walaupun dia adiknya bos kita, tapi dia bisa wellcome ke kita, kaya anggap teman aja gitu," tambah Dita.

"Iya pengen ihh lebih dari sekedar teman sama Mas Abra," sahut Wati centil.

"Jadi teman aja udah bersyukur, nggak usah berharap lebih deh," cetus Dita.

Mereka kini melepaskan penat mereka diatas tikar dibawah pohon jambu, sambil menyantap beberapa cemilan yang sengaja mereka bawa dari rumah sambil ngobrol-ngobrol ringan.

"Eh si Wati uda molor aja," Dita terkejut melihat temannya sudah terlelap ditiup angin pantai.

"Iya lelap banget, ditambah ditiup angin pantai udah deh," Sari menyahuti.

Sedangkan icha asyik sendiri memandangi hasil selfie nya di hp android miliknya, Dita dan Sari tak peduli akan apa yang Ica lakukan, yang jelas mereka sedang terlibat obrolan yang seru sampai-sampai mereka tidak menyadari icha sudah tidak bersama mereka lagi.

* Ica pov*

'Mas Abra kemana ya? Kok ga kelihatan habis foto-foto tadi' aku bertanya sendiri dalam hati.

Dari kejauhan ternyata nampak mas Abra sedang di dekat mobil sambil menerima telepon dari siapa aku pun tak tahu, tetapi beberapa menit kemudian mas Abra masuk ke dalam mobil sepertinya dia sudah selesai menelepon dan berbaring di dalam mobil, mas Abra tampak  agak sedikit kelelahan.

Aku mencoba mendekati mas Abra, kulihat dia memejamkan matanya di dalam mobil sambil memiringkan kursi duduknya, kubuka pintu mobil dengan pelan-pelan supaya  tidak mengganggu tidur mas Abra.

Ku pandangi wajahnya yang tampan, ternyata lebih dekat semakin tampan dan menggoda, ku usap kepala mas Abra sehingga dia semakin terlelap, entah mengapa mataku beralih tertuju pada bibirnya yang menggoda, tak begitu merah namun tak juga hitam dan timbul rasa ingin sekali aku menggigit bibirnya. lama ku perhatikan dan mas Abra semakin terlelap sehingga membuat diriku semakin berani mendekatkan wajahku ke wajah mas Abra. Hembusan nafas mas Abra kini sangat terasa dekat di wajahku, jantungku berdebar semakin kencang bahkan sangat kencang, ku pejamkan mataku dan semakin ku dekatkan wajahku ke wajah mas Abra.

"Ehem.." eheman mas Abra mengagetkanku, aku segera menjauhkan wajahku, beruntung mata mas Abra masih terpejam, lalu tak lama kemudian dia terbangun dan kaget.

"Eh icha, sudah lama disini?" Abra segera duduk sambil menegakkan kursi yang ditidurinya.

"Baru kok mas, soalnya disana panas banget jadi aku pengen ngadem di mobil," jawab Ica gugup.

"Oh iya, nggak apa-apa lanjut aja, saya sudah lumayan kok tidurnya," Abra bergegas merapikan baju dan segera membuka pintu mobil.

"Ahhh mas tunggu," cegah icha sambil memegang tangan Abra.

Abra sedikit kaget melihat tingkah icha, tapi dia berusaha tetap santai.

"Eh itu Mas, ada hal yang mau ku tanyakan," lanjut Ica..sambil ia mengambil air mineral di kursi belakang, dan tak sengaja membuat dressnya semakin naik ke atas sehingga paha mulusnya semakin terekspos.

Jelas saja, Abra lelaki normal yang bergetar jika melihat keindahan, apalagi keindahan benar-benar depan mata, dan ditambah fisik Ica yang mendukung, bodinya yang sintal dan kulit putih mulusnya membuat dia semakin berani menggoda Abra adik bos nya itu.

"Iya mau tanya apa ca?" Abra penasaran.

"Mas, kalo aku suka sama mas, kora-kira mas Abra marah ga?" Icha bertanya dengan berani namun khas dengan nada manjanya.

"Ehemm.." Abra membersihkan tenggorokannya yang sebenarnya tidak gatal demi menutupi kecanggungannya.

Abra tak menyangka, karyawan mba Asya ini punya nyali tinggi juga, berani menyampaikan sesuatu yang yaaa agak sedikit tabuh untuk para wanita ucapkan ke laki-laki, namun tak bisa dipungkiri ibarat kucing dikasih ikan segar mana mungkin menolak, hanya kucing kekenyangan yang menolak dan itu pun belum bisa dipastikan.

Namun sepertinya Ica tak terlalu mengharapkan jawaban dari Abra, Ica mendekatkan badannya ke arah Abra, dan dengan berani melingkarkan tangannya ke leher Abra spontan Abra mengikuti pergerakan Ica kini wajah mereka semakin dekat nafas satu sama lain bisa dirasakan, tak hanya Ica tapi juga Abra merasakan degupan jantung yang semakin cepat dan bergemuruh.

Mata mereka sama-sama terpejam, Ica mendorong dirinya ke arah Abra dan kini bibir mereka telah menyatu, diam dan terpaku hanya itu yang Abra lakukan seolah pasrah akan sikap Ica tapi tidak dengan Ica, dia dengan lihai melumat bibir seksi Abra dan tentu saja Abra menikmati bibir Ica yang memanjakan bibirnya, mereka terhanyut dalam buaian ciuman tanpa ikatan apapun, ahh tak penting yang penting mereka menikmati sensasi yang tak terduga ini.

*Di lain tempat*

"Dit, dari tadi kita ngobrol haus juga ya," Sari sambil mencari-cari botol minuman.

"Yahh minumnya abis lagi," Dita kesal mendapatkan botol kosong.

"Yauda aku ambil di mobil dulu, kayaknya masih ada air mineral satu botol disana," sari menawarkan.

"Oke, tapi aku ga kesana ya, pengen bobo juga kaya si Wati,kayanya enak banget," sahut Dita.

" Oke deh." jawab sari.

*Sari pov*

"Hmm kok aku nggak lihat Ica, ke mana dia ya?" Sari bertanya pada dirinya sendiri.

Aku berjalan menyusuri pasir-pasir putih ini ya sesuai dengan namanya pantai Salju, tidak salah karena pasirnya yang putih bersih diiringi hembusan angin yang membelai tubuhku terasa begitu sejuk namun menyenangkan, seperti kunjunganku bersama teman-temanku hari ini terasa begitu menyenangkan.

Aku sudah hampir sampai di belakang Mobil silver milik Mas Abra, teringat dulu di kampung aku hanya bisa melihat tetanggaku pak Raden orang terkaya di kampung yang bisa keluar masuk dari mobil mewah seperti ini, tapi sekarang hampir setiap hari aku bisa merebahkan badanku di jok mobil yang empuk itu.

"Aah nikmat tuhan manakah yang kau dustakan," aku mengucap syukur atas apa yang terjadi pada diriku saat ini, ya aku sangat bersyukur telah diberi pekerjaan yang aku sukai, diberi teman-teman yang baik dan asyik dan dianugerahi keseharian yang begitu berkesan bagiku  yang dulu hanya seorang gadis kampung 'minderan' ini.

Tanganku hampir menyentuh gagang pintu mobil ini tapi entah mengapa pandanganku yang tadinya hanya terpana pada pasir-pasir yang menempel di kakiku, tiba-tiba memandang ke arah depan mobil dimana  sudah tampak seorang perempuan dan laki-laki yang posisi mereka begitu dekat bahkan sangat dekat hingga  bibir mereka menyatu bahkan saling bertaut, bisa persis potongan adegan film barat yang pernah ku tonton di televisi 14 in keluargaku di kampung.

Tubuhku tiba-tiba gemetar, jantungku berdegup kencang, dan telapak tanganku dibanjiri keringat aku tak percaya dengan apa yang aku lihat, ya bagiku ini suatu hal yang sangat amat baru karena selama ini aku melihatnya hanya di film itupun hanya sekali, karena aku lebih suka nonton acara dangdut ketimbang film barat soalnya capek baca artinya, maklum kamus bahasa inggrisku sekedar yes no aja hehe.

Aku mengurungkan niatku mengambil barang yang ku inginkan, aku berbalik dan berjalan pelan agar tidak mengganggu keromantisan eh.. lebih tepatnya kemesuman kedua sejoli itu, setelah dua meter dari mobil aku pun berlari kencang menuju warung minuman yang kulihat tadi, aku mencoba menenangkan perasaanku sendiri sambil mengambil sebotol minuman dari sana.

'Oh tuhan, aku sakit hati aku patah hati hiks,' keluhku.

"Kenapa Mas Abra bisa ciuman sama Ica ya?"

"Apa mereka sudah pacaran, atau mungkin mereka memang saling cinta," OMG pertanyaan ini berdatangan di otakku yang membuatku hatiku makin dongkol.

Langkahku semakin mendekati Dita dan Wati yang masih terbaring diselimuti angin-angin pantai, aku merubah mimik wajah yang tadinya layu  jadi agak sedikit bersemangat, biarlah hanya aku yang tahu, karena kalau aku ceritakan ke Dita dan Wati berarti aku menggosipkan Ica temanku sendiri, eh tapi ini kan bukan sekedar gosip belaka tapi ini fakta yang aktual.

*Dibawah pohon*

"Gaess bangun donk, sudah hampir jam tiga ni , kita siap-siap pulang yuk!!" Kedatangan dan Suara Ica mengagetkan Sari.

"Eh ca, kamu dari mana aja kok baru kelihatan sih," tanya Wati.

"Ya jelas baru kelihatan, kamu aja baru melek kok hahah.." ejek Dita ke Wati.

"Aku dari sana, duduk di warung itu sambil ngobrol sama tukang warung," jawab Ica tanpa kegugupan sama sekali.

"Ya udah yok, pengen cepat nyampe rumah pegel semua ni badan," sahut Sari dengan nada bete, ya mungkin bete habis nyaksiin kejadian yang tak terduga di mobil tadi.

Mereka pun segera membereskan barang-barang mereka, dan tidak lupa memunguti sampah-sampah dari bungkus cemilan serta kulit buah yang mereka santap. eitss jangan sampai ada yang tertinggal ya, karena kebersihan pantai harus dijaga agar tetap indah dilihat,  dan itu semua tanggung jawab semua orang bukan hanya pengelola pantai tapi pengunjung pun harus ikut serta menjaga dan melestarikan kebersihan dan keindahan pantai. 

"Oke ya semua, ga ada yang ketinggalan kn???" Tanya Abra kepada empat gadis penumpangnya.

"Ga ada mas, udah beres semua kayaknya," jawab Dita. 

"Barang sih ga ada, tapi kalo perasaan ada mas hihi," goda Wati centil.

"Perasaan jangan ditinggal donk say, tapi diungkapin," sahut icha tanpa canggung.

Abra hanya merespon dengan ekspresi senyum dikulum, bingung hendak berkata apa atau mungkin bibirnya masih kaku akibat lumatan menggoda dari Ica setengah jam yang lalu, Sementara Sari hanya diam dan melemparkan pandangannya keluar kaca mobil seakan beban pikiran sedang merundungnya.

'Selamat tinggal pantai Salju, hmm mungkin bagiku namanya Pantai patah hati,' jerit Sari di dalam hatinya.

Suasana hening di dalam mobil, Abra fokus dengan setirnya sementara Ica asyik dengan ponsel androidnya, sepertinya dia sedang sibuk mengedit foto yang akan di upload ke sosial media supaya lebih kelihatan cantik. Di jok belakang mereka tampak Sari, Dita dan Wati menikmati perjalanan sambil memejamkan mata.

45 menit kemudian mereka sampai di Asrama, keempat gadis jomblo ini segera turun dari mobil.

"Makasih banyak ya Mas Abra," ucap mereka berempat kompak.

"Iya sama-sama." jawab Abra tersenyum.

Hmm kira-kira akankah Dita dan Wati tau tentang kejadian ajaib itu, atau masihkan Sari berharap ingin menjadi kekasih hati mas Abra yang jelas-jelas dilihat dengan mata kepalanya sendiri berbuat mesum bersama temannya sendiri.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C6
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login