Baixar aplicativo
2.61% Mirror Seizes The Soul / Chapter 8: Anak Panah Iblis

Capítulo 8: Anak Panah Iblis

Namun tiba-tiba, terdengar suara. Suara bariton yang sebelumnya terdengar bersama dengan si perempuan yang berada di kaca.

"Ternyata kamu menguping."

Nada yang tengah merangkak merasakan jantungnya yang langsung memompa dengan sangat cepat, ia bukannya melanjutkan untuk pergi dari toilet, malah menghentikan gerakannya.

Deg-degan adalah perasaan yang saat ini dirasakan oleh dirinya, tentu saja ia takut! Apalagi si perempuan di dalam cermin yang mengatakan 'mereka' akan melahap tubuhnya. Yang berarti, ini semakin membuat peluang besar bagi Nada untuk masuk ke dalam cermin sana. Peluang? Persetanan dengan peluang karena kini dadanya berdebar-debar dengan sempurna.

Tidak ada yang Nada lakukan selain diam dengan posisi merangkak pada lantai, ingin membalikkan tubuh pun rasanya lemas dan tidak sanggup.

"Hei, berbalik badan lah."

Entah mengapa, suara tersebut menjadi terdengar melembut. Menjadikan perasaan takut Nada sedikit memudar, berganti menjadi helaan napas. Ia mencoba untuk membalikkan badan, tiba-tiba saja memiliki keberanian.

Dan ya, betapa beruntung dirinya sudah menjauh dari kaca, jadi jikalau 'mereka' ingin mengambil dirinya, tidak bisa menjangkau karena jarak sudah cukup jauh.

Satu hal yang menjadi pendapat Nada saat ini, sosok yang mengajaknya berbicara itu sangat menyeramkan. Ya, menyeramkan seperti spesies mereka pada umumnya yang tidak perlu lagi di sebutkan bagaimana wujud mereka. Bedanya, si sosok ini memiliki lingkaran seperti layaknya malaikat di atas kepala.

Nada masih diam, tidak berniat untuk merespon karena kalau seseorang berada di posisinya, maka orang itu mungkin sudah pingsan tak sadarkan diri. Ia diam hanya untuk memperkuat batin saja.

"Kau ingin berjalan-jalan di dunia ku? Kalau ingin, ayo masuk dan akan ku jaga."

Sosok tersebut berbicara dengan sangat meyakinkan, bahkan menjulurkan tangan sampai menembus ke dunia Nada saat ini. Tubuh kereka memang bisa menembus, tapi tidak bisa sepenuhnya keluar dari cermin karena ibaratnya kutukan, mereka abadi di dalam sana.

Nada tentu saja menggelengkan kepala. Walaupun dunia cermin sama saja dengan pantulan dunia manusia, namun tetap saja isinya beraneka ragam para iblis dan moster kelaparan. Iblis yang memakan para manusia yang tanpa berdasarkan suatu tindakan yang memang dimana manusia tersebut pantas mendapatkan ganjaran.

Sebenarnya, apa yang istimewa dari orang-orang terpilih seperti si perempuan kuno dan juga Nada?

Belum ada yang bisa menjelaskannya, karena perjalanan seorang Nada masih sangat panjang.

"Tidak, kamu pasti tengah mencuci otak ku. Aku tidak akan pernah mau masuk ke dalam sana," Nada berbicara sambil mendekatkan tubuhnya ke arah pintu, yang kalau ada apa-apa bisa langsung kabur dari kamar mandi.

"Aku tidak pernah percaya dengan iblis, terlebih kalian yang membunuh kekasih ku."

Menyesak. Banyak sekali gumpalan emosi yang berada di dalam tubuh Nada, menjadikan perasaan yang seakan-akan menghimpit hatinya, meninggalkan jejak perih mengingat satu-satunya penyemangat hidup tewas begitu saja di depan mata. Entah bagaimana mereka melakukannya.

Terdengar tawa iblis.

'Tuh kan,' batin Nada yang memang tidak akan pernah percaya.

Walaupun perawakan iblis tersebut menyerupai malaikat dengan ring bercahaya di atas kepalanya, namun tidak dapat di pungkiri kalau sosok malaikat tentunya tidak akan terlihat buruk seperti itu.

Benar apa firasat Nada, mana ada iblis yang mengajak berjalan-jalan seperti layaknya tour guide saat berliburan.

"Aku diam-diam ingin mencicipi otak seorang perempuan yang hidupnya sangat menyedihkan."

Nada menaikkan sebelah alisnya, ia menatap marah sosok tersebut. "Hei! Itu tidak benar!"

"Memiliki Ibu tiri bukanlah hal yang bagus, iya kan? Tersiksa, tidak pernah mendapatkan kasih sayang."

"Kata siapa?!" seru Nada, merasa tidak terima. Walaupun apa yang dikatakan sosok itu adalah sebuah kebenaran. Semenjak tinggal bersama Ibu tiri, rasanya seperti berada di neraka. Hidupnya yang warna warni tinggal bersama sang ayah, kini menjadi abu-abu dikala wanita penggoda dan kasar itu datang.

"Lebih baik hidup bersama kami, kami buat menderita fisik secara langsung, tapi batin mu terselamatkan."

Cih

Nada berdecih, ia menatap sosok menyeramkan itu menjadi tanpa takut. "Dunia mu adalah dunia yang jelek, jangan berharap bisa mengerahui segala kehidupan ku."

"Dan dunia yang jelek ini kelak akan menjadi dunia mu. Kutukan yang menyebalkan karena aku tidak bisa menyebrang ke dunia mu."

Nada pelan-pelan membuka knop pintu, lalu membukanya dengan perlahan namun berdecit.

WUSH!

Tiba-tiba, satu buah anak panak mendarat tepat di atas telinganya, membuahkan luka sobek walaupun hanya kecil.

Napas Nada memburu, bagaimana bisa tubuh 'mereka tidak bisa seluruhnya menyebrang ke dunia manusia, sedangkan benda-benda kematian mereka bisa?

Di saat itu juga, Nada langsung beranjak dari duduknya dan keluar dari kamar mandi dengan tergesa-gesa sampai lupa membawa kembali kotak perkakas yang masih berada di wastafel.

"AAAAAA IBUUUUUUUUUU!!!!" teriaknya dengan heboh, melewati cermin panjang di kamarnya, dan melihat sosok yang serupa. Namun ternyata bukan sosok itu yang melontarkan anak panah, namun sosok lainnya yang memiliki wajah sangat hancur bahkan tidak berbentuk, tapi kedua bola mata masih berada di tempatnya.

Berlari cepat seolah-olah tengah menjadi peserta lomba marathon. Ia melesat begitu saja, mengerahkan seluruh kemampuannya untuk berlari secepat tenaga. Dan ya, ia sudah berada di luar kamar dengan pintu yang di tutup dengan sangat kencang sehingga menghasilkan suara BRAK yang menggelegar.

"Selamat… Lagian kenapa juga sih udah mindik-mindik mau keluar malah ketauan? Tajem banget telinga mereka, astaga hampir tewas."

Menghembuskan napas lega sambil mengatur napas, ia berkali-kali melafalkan banyak surah di dalam hati supaya terhindar dari makhluk yang entah apa namanya itu.

Apa mereka juga manusia yang berubah menjadi iblis? Atau murni iblis yang mengangkut manusia HANYA untuk di jadikan santapan?

Ia berjalan dengan lesu menuruni anak tangga satu persatu dengan perasaan yang sangat tidak enak, bahkan kini tubuhnya panas dingin.

"Nih, kamu ngepel. Ngapain manggil-manggil Ibu teriakan begitu kayak habis lihat setan? Ini rumah, bukan hutan!"

Tuk

Baru saja menginjakkan kaki di lantai dasar, gagang kain pel sudah mengenai keningnya sampai berbunyi. Nada meringis, lalu melihat Bela yang menatapnya dengan sinis.

"Inget ya perjanjiannya, kamu jadi babu Ibu selama mata kuliah kamu sudah selesai."

"T-tapi, Bu—"

"Gak ada tapi-tapian! Ibu mau pergi ke salon, mau mempercantik diri biar ayah mu lebih membela Ibu dibandingkan anak perempuannya."

Nada menahan tangan Bela, namun dihempaskan dengan kasar sehingga tubuhnya mundur beberapa kali. "Sakit, Bu."

"MANJA! udah sana kerjain, jangan bawa siapapun ke rumah tanpa izin Ibu!"

"Tapi, Bu. Aku takut di rumah sendirian," Nada kembali mengingat anak panah yang nyaris mendarat dengan mulus di kepalanya.

Bela memutar kedua bola mata, setelah itu pergi meninggalkan Nada dengan begitu saja, tanpa mengucapkan kata apapun lagi.

Kini, Nada sendirian di rumah yang tidak besar, namun lumayan memiliki banyak space yang masih kosong. Dan sekarang, ia sendirian dan tentu saja pasti akan di intai oleh 'mereka'.

"Aku akan menghubungi teman ku, tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Ibu."

Be careful, the devil is stalking you.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C8
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login