Elise ingin meneriakkan satu kata itu sekuat-kuatnya. Tapi mulutnya seketika susah untuk di gerakkan. Seakan terkatup rapat, seakan menyadari apa yang di rasakan Elise. Suara wanita itu kembali terdengar "Kau tidak apa-apa?" tanyanya lirih.
"Tidak, bibi. Saya tidak apa-apa. Maaf kalau saya mengganggu. Kalau begitu selamat siang." Jawab Elise berbohong sekaligus mengakhiri percakapan lewat telepon itu.
Elise menghela napas berat. Lalu menutup ponsel dan melemparkannya, dia benar-benar bingung. Tidak tahu apa yang harus di lakukannya sekarang selain hanya bisa menangisi nasibnya. Sekarang dia paham kenapa ada perasaan yang begitu aneh di hatinya ketika dia mengantar kepergian laki-laki itu ke bandara. Ternyata ini. Pantas saja Arsen selalu menanyakan masalah janjinya. Derai air mata Elise pun semakin deras ketika baru menyadari kenyataan itu.
Elise memandangi tangan kanannya, memandangi jari manisnya yang sekarang sudah melingkar benda kecil sejak sepuluh bulan terakhir.