Elise uring-uringan di ruang keluarga, menunggu Arsen datang menjemputnya. Laki-laki itu sepertinya datang terlambat. Elise menoleh ke arah asal suara langkah kaki, dia melihat kakaknya yang tersenyum seperti orang gila.
"Elise ku sayang.." panggil Arka dengan gaya berlebihan.
"Ya! Kenapa? Ada apa?" jawab Elise dengan nada kesal.
"Oh! Adikku sepertinya sedang kesal tapi kakakmu ini tidak akan mengganggu dengan banyak kata. Tapi.. kau tahu apa yang terjadi tadi sore..?"
Elise menghela napas "Ya, aku tahu. Kakak pergi bersama Rian dan kalian pasti sedang berkencan berdua dengannya. Sampai kakak melupakan adiknya ini dan kakak meninggalkan ku begitu saja karena memilih diantar pulang oleh Rian dari pada pulang naik taksi denganku. Bukan begitu?"
Arka tertawa lepas dan membelai rambut Elise lembut. Arka yang tadinya berdiri di belakang Elise berjalan memutari sofa dan duduk di samping Elise. "Iya, maaf, maaf. Tapi aku sengaja melakukan itu, supaya kau bisa lepas dari bayangan masa lalumu. Jangan terus bertahan dengannya.."
"Oh! Jadi kakak sekarang beralih profesi menjadi mak comblang? Begitu? Kakak ingin balas dendam karena aku terus menjodohkan kakak dengan Rian begitu?"
"Bukan begitu, Elise adikku sayang… ah, sudahlah, bukankah kakakmu ini sudah minta maaf, jadi kau sudah seharusnya memaafkan ku.."
"Terserah kakak sajalah. Memangnya ada apa dengan senyum kakak hari ini" tanya Elise yang merasa aneh dengan senyum kakaknya yang berbeda dari hari-hari biasanya.
Arka tersenyum lebar "Hari ini kakakmu ini sangat bahagia sekali. Elise. Kau tahu, Rian mengatakan kalau dia sudah sangat lama menyukaiku. Hanya saja saat itu dia masih belum yakin dengan perasaannya di tambah lagi kami sama-sama laki-laki. Dan baru kemarin ketika pulang dari taman bermain dia memberanikan diri untuk mengatakan semuanya padaku. Ah, kenapa aku merasa sangat senang sekali. Elise. Apakah ini perasaan jatuh cinta?"
Elise mengangkat alisnya dengan wajah datar "Hanya itu?"
"Ada lagi. aku yakin kau pasti akan terkejut dengan yang satu ini.."
"Apa?"
"Apa aku boleh memberitahumu?"
Elise menghela napas lagi "Kalau kakak masih menganggapku.."
"Ya! Baiklah!" potong Arka cepat "Rian mengungkapkan perasaannya padaku. Elise.." Arka mengakhiri perkataannya dengan berdehem.
Elise menaikkan alisnya tidak mengerti "Maksud kakak apa?"
"Ya, dia mengungkapkan perasaannya padaku."
"Apa? Dia mengungkapkan perasaannya? Perasaan apa?" Elise masih tidak mengerti.
"Elise sayang, adikku semata wayang.. kau ini kebiasaan sekali, buang jauh-jauh ketidak pekaanmu itu.." suara Arka mulai terdengar kesal.
"Kebiasaan apa? Kakak tuh! Aku kan memang selalu seperti ini..?" lagi-lagi Elise masih tidak mengerti.
"Eliseee!!!!" teriak Arka antara kesal dan gemas dengan adiknya. Sambil mencubit kedua belah pipi Elise.
"Kakak! Kenapa kau mencubit pipiku! Lepaskan! Sakit tahu!" sungut Elise sambil mengelus pipinya yang memerah.
"Kau sendiri yang loading lama, tidak mengerti-ngerti.."
"Lagi pula kakak juga yang bicaranya tidak jelas!" Elise tidak terima di salahkan.
"Ya sudah maaf, tapi kau mengertikan apa yang kakak katakana?"
"Tidak!" jawab Elise enteng.
"Elisee!" suara Arka kembali meninggi, namun sedetik kemudian "Ah sudahlah. Begini tadi sore Rian mengatakan kalau dia mencintaiku." Ulang Arka lebih jelas.
"Hah! Secepat itu?" Elise pura-pura terkejut "Bagaimana bisa?"
"Mm.." kata Arka hilang semangat.
"Lalu bagaimana?"
"Aku terima begitu saja. Lagi pula, sepertinya aku juga.."
"Mencintainya?" sela Elise cepat seakan mengetahui arah perkataan kakaknya.
Arka mengangguk menatap Elise heran. Elise juga menatap kakaknya.
"Kenapa kakak menatapku seperti itu?" tanya Elise bingung.
"Kau tidak merasa jijik.. pada..ku?"
"Kenapa aku harus jijik pada kakakku sendiri?" tanya Elise lagi mode loading lamanya kumat.
"Kau tentu tahu apa yang baru saja aku katakan padamu, kalau aku mencintainya.. rian. dia laki-laki sama sepertiku..! apa kau akan membenciku! Apa kau tidak mau.. apa kau akan mengasingkan ku jauh-jauh.." tanya Arka berlebihan.
Elise menatap kakaknya lama "Aku tidak peduli pada siapa kakak jatuh cinta, dan pada siapa kakak akan pacaran, selama kakak bahagia aku akan lebih bahagia."
"Meskipun itu dengan seorang laki-laki.." tanya Arka lagi seakan meyakinkan dirinya.
Elise terdiam "Aku tidak heran lagi, sejak awal aku sudah menebak kalau Rian menyukai kakak, tapi aku tidak tahu sejak kapan dia menyukai kakak, karena yang aku tahu kalau dia sangat playboy sebelumnya bahkan kakak juga rebutan cewek dengannya.." Elise tersenyum tipis "Hanya tidak menyangka kalau kalian akan berakhir berdua menjadi sepasang kekasih.."
Arka juga terdiam, dia mengingat kembali kenangan masa lalunya apa yang di katakan adiknya memang benar tapi bukankah ini semua juga keinginan dari gadis itu?
"Elise.."
"Mm..?"
"Terima kasih.." kata Arka tulus.
"Untuk apa?"
"Karena sudah menjadi adikku, dan juga mau menerima kekuranganku. Terima kasih.."
Elise menatap kakaknya lembut "Ah, kakak tidak perlu berterima kasih padaku. Bukankah memang sudah seharusnya aku mendukungmu, karena hanya kita berdua yang tersisa jadi kita harus saling mendukung.." jawab Elise bijak. Arka terhanyut. Dia terdiam menanggapi kata-kata itu. "Sudahlah, aku harus keluar dulu.." kata Elise lagi.
"Ke mana?"
"Nanti kakak juga akan tahu.."
"Apa?" tanya Arka penasaran tapi Elise tidak menjawab tepat saat itu bel rumahnya berbunyi. Arka menatap adiknya, dan Elise pun dengan cepat bangun dari duduknya. Uring-uringannya juga sudah hilang. Dia menyambar jaket cokelatnya lalu melangkah keluar menuju pintu.
"Selamat malam Elise. Kau sudah siap?" sapa Arsen tersenyum manis ketika Elise membuka pintu.
Elise tersenyum "Selamat malam.." balasnya ringan.
"Ayo berangkat.."
Elise hanya mengangguk pelan,
Di belakang Arka mengintip sekaligus menguping, matanya menyipit ketika ingin melihat lebih jelas wajah pria yang sedang bicara dengan adiknya. Dan saat itu pula matanya terbelalak lebar. Melihat wajah yang tidak akan pernah dia lupakan karena dia selalu melihatnya di dalam dompet adiknya.
"Dia.. Dia.. bagaimana bisa?" kata Arka tergagap. "Kapan mereka bertemu, di mana? Dan kapan? Sejak kapan?" kata Arka tidak puas.
Dia berpikir kalau adiknya sudah melupakan kekasih kecilnya itu dengan menerima ajakan jalan-jalan dari Daniel tapi kenyataannya jauh dari dugaannya. Arka menghela napas kembali berjalan ke arah sofa di ruang keluarga dengan tatapan linglung.
"Elise benar, jika benar itu adalah Arsen.. maka tidak akan ada yang tahu kalau laki-laki itu umurnya lebih muda darinya, karena wajahnya yang terlihat dewasa di tambah tubuhnya yang besar tinggi. Malah sebaliknya mereka akan mengira kalau adiknya itu sedang pacaran dengan laki-laki tua. Aih, adikku yang malang.." kata Arka sedih.
Tapi dia juga tidak bisa memaksa Elise untuk melupakan kekasih kecilnya, karena jelas terlihat setiap dia meminta melupakannya adiknya itu akan terlihat sangat sedih. Dia tidak bisa melihat adiknya sedih, adiknya harus bahagia.
****