Baixar aplicativo
93.18% LOROLOJO: Lord Rord Lort Journey / Chapter 41: Vol II 15『Pelaku Pembakaran』

Capítulo 41: Vol II 15『Pelaku Pembakaran』

"..."

"Se–Senior? Apa ... yang ... sedang ... kau lakukan...?"

Suara lidah yang menjulur keluar dari tempatnya, air liur pun ikut menetes karena tindakan liar tersebut.

Napasnya terlalu realistis untuk dibuat-buat.

Aku tidak menduganya.

Itu benar, maksudku, siapa juga yang akan menduga hal seperti ini bisa kau lihat dalam hidupmu?

Berkali-kali melakukannya untuk merasai sensasinya, cairan-cairan bening yang dihasilkan dalam mulut gadis berambut merah bernama Isaria itu ikut menetes ke luar, menyatu dengan alam.

Aku penasaran jika dirinya menyadari hal tersebut atau tidak.

Atau mungkin ... memang karena kemampuannya sangat hebatlah dia dengan sengaja melakukannya.

"Su–Sungguh ... apa yang sebenarnya sedang kau lakukan ... Senior Isaria...?"

Menjilat-jilati sebuah jejak kaki dengan tentu saja lidahnya yang memiliki warna kemerahan, saliva terus menerus keluar ikut bersamaan ketika ia menjulurkan lidahnya.

Aku benar-benar heran akan hal yang sedang ia lakukan.

Aku sudah salah tanggapan terhadap dirinya...

"..."

"Hey, Senior. Itu sudah cukup."

Tidak mendengarkan kata-kataku, Isaria beralih pada sebuah batu di dekatnya.

Dan tentu saja, ia kembali melakukan aktifitas tersebut ... benar, menjilat-jilatinya.

"Sungguh ... sebenarnya apa sih yang sedang kau lakukan!?"

Aku meneriakinya, tapi ia tetap teguh untuk tidak meresponku.

Ti–Tidak ... ini mulai terasa menjijikkan...

Melihat seorang gadis kenalanmu melakukan hal seperti ini, maksudku, laki-laki mana yang tidak akan merasa jijik?

Aku menggumamkan sesuatu.

"Kalau begini terus, aku mungkin akan berhenti memanggilnya 'Senior'."

Tanpa kuduga, Isaria ternyata mendengarnya dan langsung memasang ekspresi terkejut seolah-olah dirinya tak ingin kehilangan sesuatu yang berharga.

Dengan cepat, ia segera beranjak dan berdiri seperti manusia biasa.

Langsung pergi menghampiriku, ia memasang wajah cemas.

"Ti–Tidak! Ku–Kumohon jangan itu! Apapun asalkan jangan melakukan itu!"

A–Apa ini? Mengapa dia tiba-tiba mau menanggapiku begini?

Padahal sejak tadi ia selalu mengabaikanku...

Oh! Aku tahu. Begitu rupanya ... dia berhenti karena mendengar aku bergumam akan berhenti memanggilnya sebagai 'Senior'-ku, ya.

Dasar. Harusnya kulakukan saja itu dari awal. Dan dengan begitu, mungkin aku tak akan perlu melihat pemandangan menjijikkan seperti yang barusan.

"Ku–Kumohon! Aku tidak ingin itu terjadi!"

Menggengam kedua tanganku, ia berusaha untuk meyakinkanku.

Mengapa matamu terlihat berbinar-binar begitu...?

Aku malah jadi merasa tidak enak dengan dirinya...

"Ba–Baiklah! Baiklah! Aku tidak akan melakukannya jika kau berhenti melakukan apapun yang baru saja kau lakukan tadi."

"Be–Benarkah? Ba–Baiklah. Aku akan berhenti melakukannya. Ta–Tapi, aku ingin kau untuk berjanji."

"Ya, ya. Aku berjanji. Aku berjanji."

"Te–Terima kasih..."

Mengapa kau malah berterima kasih begitu...?

Setahuku, bukankah itu tidak diperlukan?

Dan juga, aku ingat jika dia juga meminta Caka untuk melakukannya waktu itu.

Apa janji semacam itu benar-benar diperlukan...?

Yah, biarlah. Setidaknya, dia akhirnya sudah tenang sedikit.

Sepertinya, dia juga sudah mau mendengarkanku sekarang.

Memandang ke depan, Isaria yang memasang wajah cemas akan sesuatu mulai mempertemukan dua jari telunjuk pada tangannya secara berulang-ulang di hadapan kedua payudara miliknya yang rata.

Itu benar, rata.

Aku mulai kehilangan rasa hormatku padanya. Setidaknya, itulah yang kurasakan sekarang.

Padahal kupikir dia adalah gadis yang baik ... tidak, tidak. Aku tidak boleh langsung menyimpulkannya saja seperti itu.

Aku harus tahu kebenarannya lebih dulu.

Itu benar, itu benar. Pertama-tama, mari tanya alasan mengapa ia melakukan hal tersebut.

"Dari awal, mengapa kau melakukan itu, Isaria?"

"..."

Masih dalam posisi yang sama, perbedaannya adalah sebuah perasaan tidak enak dapat dirasakan jika sedang ia pasang pada wajahnya.

Dia tidak menjawab...? Mengapa?

"Apa kau segitunya tidak ingin menjawab pertanyaanku?"

"Ti–Tidak, bukan begitu."

Eh? Lalu kenapa?

Oi, ayolah. Kau membuatku menunggu, tahu.

Tingkahnya malah jadi semakin aneh sekarang.

Kau membuatku bingung, tahu.

"Ha–Hanya saja..."

"Hanya saja...?"

"Ha–Hanya saja ... kau mulai berhenti memanggilku ... sebagai 'Senior'-mu..."

"..."

Ah, jadi itu, ya...

Namun ... A–Apa-apaan gadis introvert ini!? Pada suatu ketika ,ia bisa terlihat sangat imut. Namun, pada suatu ketika, ia juga bisa terlihat sangat menjijikkan.

Apakah ini yang disebut-sebut sebagai 'Yin dan Yang' dalam kehidupan nyata!?

Tidak, tidak, tidak. 'Yin dan Yang' itu adalah sesuatu yang tertuju untuk kebaikan dan kejahatan. Sedangkan yang satu ini adalah keimutan dan menjijikkan.

Aku menghela napas.

Isaria menyadari sikapku dan membuat sedikit jarak dengan cara menjauh dariku.

Aku menyadari tindakan tersebut dan berniat untuk mengabaikannya.

"Ja–Jadi, Senior. Mengapa kau melakukannya...? Hal-hal yang tidak terpuji seperti itu...?"

"I–Itu ... se–sebenarnya–"

Melihatku yang memasang ekspresi sedikit kesal, Isaria sepertinya sedikit terkejut dan segera melanjutkan kata-katanya.

"–e–erm ... se–sebenarnya, aku melakukannya karena aku takut kau akan kecewa padaku."

Yah, jujur saja aku sudah kecewa terhadapmu, sih.

Namun, aku tetap berusaha untuk terlihat baik dengan mencoba untuk tetap tersenyum.

"Apa kau bisa menjelaskannya dengan lebih jelas?"

"A–Aku pikir kau tidak ingin memiliki seorang 'Senior' yang tidak bisa apa-apa. Ma–Maka dari itu, aku akhirnya kebingungan untuk melakukan sesuatu dan pada akhirnya berakhir dalam kesimpulan seperti itu."

Tidak. Kesimpulanmu itu terlalu jauh, tahu!

Maksudku, siapa juga yang akan bisa berakhir ke kesimpulan seperti itu?

"A–Aku minta maaf. Kau pasti berpikir jika aku adalah orang aneh sekarang. Aku minta maaf, Junior."

"Ti–Tidak, tidak apa-apa, kok. Asalkan kau sudah memberitahu alasannya saja, itu sudah cukup bagiku."

Yah, nyatanya tentu saja aku pasti akan berpikir jika dia adalah orang aneh, sih.

Ah ... image-ku terhadap dirinya semakin menurun...

Maafkan aku, Isaria.

"Ta–Tapi! Aku masih bisa melakukan satu hal lagi."

"Satu hal lagi? Apa itu? Bukan yang aneh-aneh lagi, 'kan?"

"Te–Tentu saja tidak. Aku serius kali ini."

Aku tidak yakin soal itu...

Namun ... jika aku perhatikan dengan lebih baik lagi ... daripada 'loyo', kurasa dirinya lebih tepat disebut dengan 'tidak bersemangat'.

"..."

Tidak, bukan itu juga.

Dia mungkin adalah tipe yang pemalu.

Tidak, kurasa bukan yang satu itu juga.

Bagaimana, ya, mengatakannya ... kurasa Isaria merupakan sosok seorang Senior yang selalu berusaha untuk membuat Juniornya terkesan.

Itu benar, itu benar. Kurasa yang satu itu baru benar.

Selagi memikirkan itu, Isaria membuat satu langkah maju dan berakhir dalam kondisi berdiri berhadap-hadapan denganku.

Dikarenakan memiliki tinggi badan yang lebih rendah dariku, ia pun berusaha untuk melihat ke atas agar bisa melihat wajahku dengan jelas.

Memasang ekspresi serius di wajahnya, Isaria meletakkan kedua tangannya di hadapan dada.

Tindakannya yang tiba-tiba membuatku kebingungan dan aku hanya menanggapinya dengan memasang ekspresi seperti seolah-olah sedang mengucapkan "A–Apa? Apa yang sedang terjadi?" itu benar, ekspresi yang tidak dapat membaca situasi.

Maksudku, aku benar-benar tidak tahu apa yang dia pikirkan saat melakukannya.

Padahal, beberapa saat yang lalu kami masihlah orang asing yang tidak mengenal satu sama lain.

Ya–Yah, tentu saja aku tahu jika hubungan itu juga bisa dibangun dalam waktu yang dekat, sih.

Sama halnya ketika dirimu jatuh cinta pada pandangan pertama.

Tidakkah kau merasa itu terlalu cepat? Kau mungkin akan mengabaikan atau bahkan melupakan hal tersebut karena terkesan tidak penting.

Itu benar, jika cinta saja bisa membuat dirimu 'Lupa', mungkin cinta juga dapat menimbulkan 'Perang'.

"Apa aku boleh bertanya, Senior?"

"Ya–Ya. Kau boleh menanyakan apapun."

"... Mengapa kau berdiri sangat dekat denganku?"

Maksudku, bukankah dia terlalu dekat!?

"A–Ah, ini ... ti–tidak. Aku hanya ingin memastikan sesuatu saja."

Segera berbalik, Isaria mengintip ke belakang dan mengalihkan pandangannya ketika aku melirik matanya.

Sudah kuduga, dia memang sangat aneh.

"Jadi, hal apa itu? Yang bisa kau lakukan? Apa kau bisa menggunakannya untuk mencari teman-temanku?"

"Ya. Secari teori, aku yakin pasti bisa."

Secara teori...?

Tepat ketika aku memikirkan maksud dari perkataannya, angin yang sangat kencang datang menemui kami berdua.

"A–Apa?!"

Ini bukanlah angin sepoi-sepoi biasa.

Apa mungkin itu adalah sihir?

Tidak. Mari kuubah pertanyaanku.

Apa ini adalah perbuatan Isaria?

Suara ribut yang dihasilkan pun menganggu telingaku.

Membuat pendengaranku menjadi sedikit kacau.

Mu–Mungkinkah!? Kemampuan yang Isaria bicarakan tadi–

I–Itu benar. Apa mungkin dia sedang berniat untuk memanggil dewa angin atau semacamnya untuk membantu kami?

Itu bisa jadi!

A–Atau mungkin, bisa saja dirinya berniat untuk memadamkan kebakaran di hutan yang dalam dengan menggunakan kekuatan angin misterius ini!?

Aku sempat berkeinginan untuk segera mencari tempat perlindungan, tapi aku segera mengurungkan niatku ketika aku melihat Isaria yang berada di depanku.

Angin besar itu telah menghilang secara tiba-tiba.

Tidak dihalangi lagi oleh dedaunan yang berterbangan ke mana-mana, aku melihat ke depan.

Di tangan kiri gadis berambut merah tersebut, terdapat seekor burung kecil yang sedang duduk dengan cukup santai.

A–Apa-apaan pemandangan ini? Seekor burung...?

Tidak, ke mana perginya angin kencang tadi?

Kumohon, tolong kembalikan ekspektasiku yang berlebihan tadi.

Masih tidak memahami apa yang terjadi, aku menghampiri Isaria.

Tidak melihat ke arah diriku yang sedang berjalan mendekati dirinya, Isaria bertukar pandangan dengan burung kecil yang ada di tangan kirinya.

A–Apa? Apa yang sedang dia lakukan...?

Meletakkan tangan kanannya ke pinggul, Isaria melakukan beberapa gerakan dengan menggerakkan kepalanya sembari ikut menggerakkan bibirnya.

Sepertinya, benar atau tidak. Mungkin saja ia sedang mencoba untuk berkomunikasi dengan burung tersebut.

Jadi, ternyata bukan hantu, ya...

Aku hanya diam saja memerhatikan karena tidak ingin menganggu Isaria.

Namun, tiba-tiba saja Isaria mengalihkan pandangannya padaku.

"Bagaimana, Junior? Apa kau pikir diriku cukup hebat?"

"...? O–Oh, ya. Te–Tentu saja. Kau sangat hebat, Senior."

"Be–Begitukah? Te–Terima kasih..."

Isaria menggaruk pipi karena merasa tersanjung akan pujianku.

Sepertinya, dia memang merupakan tipe yang senang ketika dipuji.

Yah, karena aku sudah mengetahuinya, lain kali aku akan lebih sering melakukannya.

"Kau benar-benar sangat hebat, Senior."

"A–Ah ... terima kasih sekali lagi ... Junior."

Mengalihkan pandangannya dariku, Isaria memainkan rambutnya.

Aku lumayan menyukai ini...

"Jadi, apa yang dia katakan, Senior?"

"Ah, dia berkata pernah melihat seorang gadis kecil dengan tanduk saat sedang kabur tadi. Apa mungkin itu adalah temanmu? Ah, dia juga bilang jika gadis itu terlihat tertawa-tawa tidak jelas dengan api di tangannya."

"O–Oh, jadi begitu. Syukurlah jika dia baik-baik saja."

"Ya, aku turut senang."

"Eh? Tunggu sebentar."

"Em? Ada apa, Junior?"

Tu–Tunggu sebentar...

Kumohon, tolong tunggu sebentar!

Api!?

Ja–Jangan-jangan...

Si bodoh itu...!

"..."

Saat aku berteriak dalam pikiranku, terdengar sesuatu seperti benda telah terjatuh ke tanah dengan keras.

Suara tersebut segera membuatku kembali untuk tenang.

Aku beralih ke depan untuk melihat asal suara tersebut dan menyadari jika Isaria sudah hilang dari jangkauan pandanganku.

Namun, terdengar suara dedaunan seperti sedang ditimpa oleh barang yang cukup berat berasal dari depanku.

Aku melihat ke bawah.

Itu benar, Isaria-lah yang tadi terjatuh.

Daripada tidak disengaja, dia malah terlihat seperti melakukannya dengan sengaja.

Maksudku, tidak ada satupun hal di sini yang bisa membuatnya terjatuh.

Apa mungkin dia tersandung...?

Tidak, dia tidaklah seceroboh itu.

"Apa kau baik-baik saja, Senior?"

"Ya–Ya, aku baik-baik saja."

Jika benar begitu, lalu mengapa kau bisa terjatuh seperti ini?

"Mengapa kau terjatuh?"

"A–Ah, ini. Se–Sebenarnya, ini adalah efek samping dari menggunakan kemampuan tadi."

Efek samping?

"Apa itu artinya, kau selalu jatuh ke tanah tiap kali melakukannya?"

"Tidak, bukan begitu. Aku hanya akan mual-mual dan sakit perut saja."

"Eh? Apa itu artinya– ti–tidak–––––!"

"Ya–Yah, ini hanya berlangsung sebentar saja. Daripada itu, aku rasa kau lebih baik pergi mencari temanmu sekarang."

"A–Ah, baiklah. Kalau begitu, aku pergi dulu."

"Tunggu. Aku belum memberitahumu harus pergi ke mana."

"Ah, benar. Kau benar juga."

***

"Pergilah, Junior! Pergi dan kejarlah cintamu itu!"

Si–Si aneh itu ... bagaimana dia bisa tahu soal hal itu...?

Seingatku, aku bahkan belum pernah memberitahunya.

"A–Aku akan baik-baik saja...! Jadi jangan khawatirkan aku!"

Tepat setelah kalimat tersebut, aku mendengar suara derita yang keluar dari mulut seorang gadis.

Ya, itu benar. Tenang saja. Aku pasti tidak akan mengkhawatirkanmu.

"..."

Eh. Tapi, apa ini benar-benar tidak apa-apa untuk meninggalkan seorang gadis yang sedang tidak berdaya di tengah-tengah hutan sendirian...?

Memikirkan hal tersebut, aku mengintip ke belakang.

Di sana, aku bisa melihat Isaria yang sedang mengacungkan jari jempolnya padaku.

Itu benar, kurasa dia akan baik-baik saja.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Itu benar, itu benar. Aku hanya perlu fokus pada tujuanku sekarang.

***

Sementara itu, di hutan yang masih belum tersentuh sedikitpun oleh api...

"Meskipun aku bilang begitu, tapi aku sebenarnya tidak tahu bagaimana caranya agar bisa pergi dari sini. Apa aku memang hanya bisa pasrah dan menunggu bala bantuan saja?"

Seekor burung kecil pun terlihat mendarat di dekat gadis berambut merah panjang itu.

"Oh. Hey, apa kabar– UWOOGH–!"

Sekali lagi, ia kembali mengeluarkan cairan yang sangat menjijikkan lewat tempat ia makan sehari-hari.


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C41
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login