Tempat yang paling pertama akan kami kunjungi adalah sebuah kafe maid. Terdengar biasa-biasa saja, karena memang pada awalnya kupikir jika tempat itu merupakan sebuah kafe normal seperti pada umumnya.
Aku dan Träger sudah berada tepat di pintu masuk. Merasa gugup untuk masuk ke dalam kafe, aku menghentikan tangan kananku yang hendak membuka pintu masuknya.
--Ini pertama kalinya bagiku pergi ke kafe maid... aku merasa sedikit gugup...
Träger yang berada di belakangku pun menyadari tingkah anehku dan bertanya,
"Ada apa? Kenapa kau tidak membukanya?"
"Daripada itu, mengapa kita malah pergi ke sini?"
"Bukankah sudah kukatakan padamu? Ini diperlukan untuk meng-upgrade senjata kecilmu itu."
Saat dia mengatakan "senjata kecil" i feel it...
Aku tidak yakin mengenai ini... apa kau benar-benar bisa memperkuat senjatamu dengan pergi ke kafe seperti ini...? Tapi ini adalah dunia paralel fantasi, hal apapun seharusnya bisa terjadi di sini. Meskipun itu adalah hal yang paling aneh sekalipun.
Aku membuka pintu kafe dan masuk ke dalam.
Meskipun pada awalnya aku berpikiran yang pesimis, tapi sekarang aku harus mengakuinya, jika kafe maid yang ada di dunia ini bisa terbilang sangat istimewa dibandingkan dengan maid kafe yang biasa.
Meskipun aku merasa jika diriku tidak berhak untuk mengatakannya seperti itu karena ini adalah pertama kalinya bagiku untuk pergi ke kafe maid, tapi aku bisa mengatakannya. Alasannya...?
Interior atau bagian dalam kafe ini memang terlihat biasa saja, perpaduan warna terang yang sepertinya terbuat dari kayu asli. Komponen yang ada di dalam kafe pun terlihat sangat cantik dan mendukung suasananya.
Hal yang paling membuatku terkejut karena saking uniknya kafe ini tentu saja adalah para pelayannya. Betul, para pelayan yang diperkerjakan di kafe ini rata-rata adalah seorang demi-human.
Demi-human adalah ras non-human yang memiliki karakteristik layaknya manusia. Perbedaan antara demi-human dan manusia yang mungkin paling mencolok dan paling terlihat dengan jelas ialah ekor dan telinga hewan yang mereka miliki, termasuk seperti telinga runcing ataupun permata yang menonjol di suatu tempat yang ada pada tubuhnya.
Hewan-hewan seperti anjing ataupun kucing memang terbilang identik dengan yang namanya keimutan. Dan kombinasi yang berasal dari karakteristik hewan yang menonjol itu jika diperpadukan dengan tubuh manusia akan meningkatkan keimutan suatu makhluk sehingga membuatnya lebih 'moe'.
Telinga hewan biasanya selalu terlihat sangat lembut dan selalu membuat dirimu merasa tidak tertahankan karenanya. Dan itu jugalah yang sedang terjadi pada diriku saat ini.
Melihat wanita-wanita cantik berseragam maid dengan telinga hewan serta ekor yang bisa menggoda baik laki-laki ataupun perempuan. Tidak heran jika kafe ini disebut-disebut sebagai 'Surganya para pecinta Kemonomimi' sepertiku.
Dengan kombinasi yang membuatnya terlihat semakin imut itu, menjadikan orang-orang yang ada di sini termasuk diriku menjadi tidak bisa mengendalikan diri.
Pelanggan yang datang ke kafe ini pun terlihat cukup banyak, kemungkinan mereka yang menyukai kemonomimi lah yang sering datang ke sini.
Para pelayannya juga terlihat sangat ramah kepada para pelanggan. Tidak heran jika aku sering mendengar rumor yang serupa sebelumnya, jika para petualang tingkat atas membela-belakan dirinya hanya demi untuk datang ke tempat ini.
Pada awalnya, aku merasa sedikit ragu untuk datang kemari. Tapi setelah melihat para pelayan yang sangat imut ini, keraguanku pun menghilang seketika, tergantikan dengan perasaan bersyukur karena telah datang kemari.
Aku dan Träger pun pergi duduk di meja kosong yang ada di dalam kafe.
Mencoba untuk menyembunyikan rasa penasaranku sembari sedikit melirik ke arah gadis-gadis bertelinga kucing dan anjing itu, aku memerhatikan ekor dan telinga pelayan-pelayan yang ada di sana dalam jarak yang sedikit jauh, itu membuat diriku menyadari sesuatu dan menjadi penasaran karenanya.
Merasa tidak dapat menyimpannya sendirian saja, aku pun mengungkapkannya pada Träger.
"Hey-hey, Träger. Apa kau tidak penasaran...?"
"Penasaran? Dengan apa?"
"Itu lo! Apa kau tidak penasaran jika para gadis-gadis bertelinga hewan itu memiliki telinga manusia normal seperti kita...?"
"Kalau dipikir-pikir, benar juga apa yang kau katakan. Rambut mereka selau terlihat menutupi(nya), jadi wajar saja jika kau dapat berpikir seperti itu. Yah, itu juga berhasil membuatku sedikit penasaran sih."
"Benar kan? Benar kan?"
"Hmm... tetapi, kurasa sebaiknya kau hentikan saja rasa penasaranmu itu."
"Eh? Kenapa?"
"Ini hanya rumor sih... dulu sekali, aku pernah dengar jika rata-rata seorang demi-human itu sedikit sensitif dengan seseorang yang ingin menyentuhnya. Jika kau memaksanya, tidak menutup kemungkinan jika dia akan jadi sangat membencimu."
Eh...?
Yah, jika seseorang tiba-tiba muncul entah darimana dan tiba-tiba saja memaksa ingin menyentuhmu tentu saja orang tersebut akan marah sih. Jadi aku bisa lumayan paham perasaannya.
Tetapi, perkataan Träger yang barusan tetaplah tidak bisa membuatku menyerah dan menghilangkan rasa keingintahuanku yang sangat besar.
Ini untuk sains...
Benar, untuk ilmu pengetahuan! Aku perlu menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman seluruh makhluk hidup dari berbagai segi kenyataan yang ada pada kehidupan...!
Untuk sains, untuk sains.
Baiklah, akan kulakukan.
Aku memanggil salah satu pelayan yang berdekatan dengan tempat kami duduk dengan nada agak gugup.
Pelayan yang kupanggil itu pun mendengar dan menghampiri kami.
"Ada perlu apa, tuan dan nyonya?"
Pelayan yang datang itu adalah seorang gadis berambut putih pendek. Sepertinya tinggi badannya tidak terlalu jauh berbeda dengan Barten dan Rord, impresi pertamaku terhadapnya ialah seseorang yang sangat ramah.
Terlihat seperti gadis yang lugu dan polos. Gadis mungil ini memiliki telinga hewan buas berwarna putih di kedua sisi kepalanya, serta ekor yang juga berwarna putih dengan bentuk yang lumayan mirip dengan ekor kucing yang tumbuh tepat di atas pantatnya.
Rambut putihnya itu tumbuh sampai ke bahu, dan ia memiliki kedua mata yang berwarna merah, membuat dirinya seperti mengeluarkan aura dari hewan buas.
Kulitnya berwarna putih merona dan itu membuat dirinya semakin terlihat mulus. Kelihatannya ukuran payudaranya adalah A Cup, kira-kira sekitar 1 inci atau lebih.
Dikombinasikan dengan seragam maid berwarna hitam-putih serta roknya yang satu set itu membuat dirinya semakin terlihat imut.
Memerhatikannya dari jarak dekat, membuat diriku jadi semakin gugup. Aku pun tidak menyadari jika diriku secara tidak sengaja sudah berada sangat dekat dengannya.
Dalam posisi itu, aku pun menyadari jika gadis bertelinga hewan ini hanya memiliki satu stocking berwarna putih saja yang kemudian ia pakai di kaki kanannya. Sedangkan pada kaki sebelah kirinya, ia terlihat hanya memakai satu buah kaus kaki pendek berwarna putih serta semacam pita kain sempit yang juga berwarna putih yang diikat dengan tali berwarna hitam di pahanya.
Dan itu membuat dirinya terlihat sedikit seksi karena orang-orang yang berada dekat dengannya akan dapat melihat kakinya yang sangat mulus itu dengan jelas.
"A--Anu, tuan?"
Gadis kecil itu memanggil diriku yang sedang melihat bagian bawah tubuhnya yang mungil itu.
Saat aku melihat ke asal suara itu secara reflek, aku menyadari jika diriku sedang berada tepat di hadapannya.
Aku diam selama beberapa detik, dan secara spontan kembali ke tempat dudukku.
"A--Ah, maaf."
"Kelihatannya kau lumayan menikmati ini ya, Lort."
"Ja--Ja--Ja--Ja, jangan--- tidak, kenapa kau malah bilang begitu, Trager?! A--A--Aku tidak menikmatinya, kok."
--Sial. Saking imutnya dirinya ternyata bisa sampai membuatku kehilangan kendali. Sangat berbahaya, gadis kemonomimi.
Memerhatikan diriku yang salah tingkah itu, gadis bertelinga hewan itu lalu meresponnya dengan sedikit tertawa kecil.
Saat sedang memikirkannya, gadis demi-human itu mulai menatapku dan mulai berbicara.
"Apa anda penasaran, tuan? Jika hanya sebentar saja, mungkin saya bisa memperbolehkan anda untuk melihat-lihat... dan menyentuhku..."
Tepat di akhiran kata-katanya, ia mengucapkannya dengan suara kecil.
--Tu--Tunggu, apa yang dia maksud dengan menyentuhnya? Jujur saja, sebenarnya aku hanya penasaran dan rasa penasaran itu seharusnya bisa dihilangkan dengan cara melihatnya saja, tetapi, kalau sampai menyentuhnya itu agak terlalu--- ya--yah, kurasa tidak ada buruknya juga jika menolak tawarannya itu.
Karena sudah diberi kesempatan, akan sia-sia nantinya jika dibiarkan.
"E--Eh? Boleh? Beneran boleh? Ini bukan jebakan atau semacamnya kan?"
"Tentu saja bukan, kok. Yah, itu juga jika tuan mau sih."
"Aku mau!"
Tanpa sadar aku memundurkan bangku dan bangun dari dudukku lalu mendekatinya.
Kini kami saling berhadap-hadapan, jika berada dalam posisi begini, perbedaan tinggi kami semakin terlihat dengan jelas. Kesannya malah jadi terlihat seperti seorang lolicon yang sedang mengincar mangsanya.
"I--Ini serius kan?"
"Ya--Ya."
"Bukan candaan atau semacamnya?"
"Ya--Ya, saya serius."
Aku menanyakannya sekali lagi untuk memastikan, jika sebenarnya ini merupakan sebuah rencana (prank) atau semacamnya yang mirip dengan itu.
Meskipun merasa sangat gugup, aku tetap mencoba untuk mengatakannya. Jika ini adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali.
--Kelihatannya dia juga tidak terlalu keberatan, meskipun dengan hanya melihatnya saja aku bisa langsung tahu jika dia juga sedikit merasa malu-malu. Kalau begitu, aku terima dengan senang hati! Mumpung karena sudah diberi izin langsung!
"Ka--Kalau begitu, aku mulai."
"Ba--Baik..."
Sepertinya, kafe maid ini mempunyai beberapa pelayanan istimewa terhadap para pelanggan. Yah, meskipun kelihatannya yang akan kulakukan ini sepertinya bukanlah salah satu dari pelayanan khusus itu sih. Karena sepertinya ia telah melakukannya demi diriku.
Yang kulakukan ini mungkin adalah sebuah pelayanan khusus. Eksklusif, karena sepertinya tidak ada pada daftar yang seharusnya perlu mereka lakukan.
Aku memutar, dan berdiri tegap tepat di belakang gadis kemonomimi ini.
"Hey. Ini benar-benar tidak apa-apa kan...?"
"Ya--Ya, setidaknya aku yakin begitu."
Pelayanan khusus... benar-benar mantap...!
Selagi aku melihat-lihati seluk beluh tubuh gadis ini, Träger memberikan beberapa pertanyaan padanya, sepertinya dia dengan sengaja melakukannya agar situasinya tidak terasa terlalu canggung.
Dia sepertinya juga menyadari niatku, tapi karena merasa tidak berhak untuk ikut campur, ia akhirnya hanya mengabaikan dan membiarkan diriku melakukannya.
"Hey."
Träger meletakkan wajahnya pada telapak tangannya seolah-olah memiliki rasa penasaran akan sesuatu di hadapannya.
"Ya--Ya?"
Gadis itu membalasnya dengan suara yang terdengar sedikit bergetar, sepertinya ia gugup.
"Tidak perlu gugup begitu, santai saja, santai saja."
"A--Ah, baik."
"Nah begitu dong. Apa kamu bisa memberitahukan namamu...?"
"Ya--Ya, tentu saja. Nama saya Yuna."
Dik Yuna, ya? Namanya saja sudah terdengar sangat imut begitu, tidak heran jika orangnya juga terlihat begitu.
"Terdengar imut. Seperti orangnya."
Träger sedikit memberikan senyuman setelah mengatakannya, untuk memuji Yuna.
"Te--Terima kasih banyak."
Meskipun masih merasa gugup, Yuna tetap meresponnya dengan menurunkan wajahnya sembari tersenyum.
"Apa kamu baru di sini?"
"Ya--Ya, aku baru mulai bekerja di sini sejak kemarin."
"Heeh..."
Dan Träger pun terus menanyakan beberapa hal lain pada Yuna.
Sementara diriku melakukan inspeksi pada tubuh Yuna, aku mulai menyadari sesuatu, jika rambut seorang kemonomimi sepertinya memang selalu terlihat menutupi tempat telinga manusia normal.
Mengapa bisa begitu...? Meskipun masih merasa penasaran, aku mengurungkan niatku untuk mengecek dan beralih ke hal lain.
Aku sampai pada bagian telinga hewannya yang memiliki bentuk yang lumayan mirip dengan telinga kucing. Mereka terlihat sedikit bergerak-bergerak, mungkin karena ia sedang merasa gugup.
Mendekatkan wajahku pada telinganya untuk berbisik: "He--Hey, Yuna."
"Ya. Ada apa, tuan?"
"A--Apa aku bisa menyentuh telingamu?"
"Ya--Ya, tentu saha."
Setelah mendengar jawabannya yang penuh dengan kegugupan itu, aku pun menyentuh kedua telinga lucunya itu dengan kedua tanganku, dan memainkan serta menyentuh-nyentuhnya dengan lembut menggunakan jari-jari kedua tanganku.
Reaksi yang ia perlihatkan sangat tidak terduga saat aku sedang melakukannya, wajahnya terlihat sedikit memerah dan mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang merasakan kenikmatan saat sedang dipijat.
"Hya?! Ahm... nnn---"
Sepertinya dia sedikit terkejut saat aku tiba-tiba saja menyentuh telinganya, hal itu ia tunjukkan dengan kedua bahunya yang bergetar dengan hebat.
--Lembut sekali... lembut sekali...
Apa telinga hewan itu memang selembut ini...? Rasanya aku jadi lupa bagaimana sensasinya... atau ini hanya karena gadis ini memiliki penampilan yang cantik?
"---U--Umph---nyaah---"
Ga--Gawat! Saking nyamannya perasaan ini sampai-sampai membuatku lupa jika diriku sekarang ini sebenarnya sedang menyentuh seorang gadis!
Aku jadi penasaran apa yang dipikirkan dirinya sampai berani untuk memperbolehkan lelaki sepertiku untuk menyentuh bagian tertentu tubuhnya.
--Kelihatannya ia cukup menikmatinya... padahal kupikir dia akan sangat marah seketika saat aku mencoba untuk menyentuhnya.
Tidak hanya kedua bahunya saja, kini seluruh badannya terlihat sedikit bergetar.
Gawat. Saking nikmatnya sensasi saat menyentuhnya, membuatku tidak bisa berhenti!
Apakah ini yang disebut dengan Surga Kemonomimi...?
"A--Ahn, mmmph!"
Yuna sedikit memberontak ketika aku mencoba untuk menyentuh kulit lembut bagian dalam telinganya, aku merasa jika itu merupakan kesalahanku karena telah menyentuhnya dengan kasar. Mungkin dia merasa sedikit tidak nyaman karena sentuhan itu, aku pun berhenti menyentuh telinga dan beralih ke yang lain.
Saat kuperhatikan dengan baik, aku bisa memastikan jika tubuh seorang kemonomimi seperti Yuna tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh dengan manusia biasa. Satu-satunya perbedaan yang dapat terlihat dengan jelas mungkin memanglah hanya kedua telinga dan ekornya yang mencolok itu saja.
Aku jongkok dan akhirnya sampai pada bagian bawah tubuhnya. Menyentuh daguku dengan beberapa jari tangan kananku sekaligus meletakkan tangan kiriku ke dada, aku memerhatikan ekor putihnya yang sedang melakukan gerakan demi gerakan yang terlihat acak dari jarak yang sangat dekat. Dan tanpa kusadari, kedua mataku pun mulai mengikuti irama dari gerakan ekormya.
--Melihatnya dari dekat begini... entah mengapa membuatku sedikit merasa malu.. Namun, pada saat yang sama, entah mengapa ini juga sekaligus membangkitkan hawa nafsuku sampai ke titik yang belum pernah ku kutapaki sebelumnya...
Ekornya yang berwarna putih itu membuat diriku dipenuhi dengan rasa penasaran. Berbagai pertanyaan lalu muncul dari benakku, seperti bagaimana mereka bisa menggerakkannya meskipun dalam tubuh manusia, ataupun mengenai bagaimana spesies seperti mereka dapat tercipta.
Melihatnya dari dekat, rasa dari keinginan untuk menyentuh ekornya itu semakin meningkat dan tanpa kusadari aku pun menggenggamnya. Tepat pada bagian tengah-tengahnya, sensasi yang kurasakan tidak terlalu jauh berbeda dengan pada saat menyentuh ekor kucing pada umumnya, hanya saja ini terasa lebih lembut dan membuat saraf rangsanganmu sedikit naik daripada biasanya.
Sepersekian detik kemudian, ekor itu terlihat bergetar seperti ada aliran listrik yang sangat tinggi telah mengalir dari ujungnya. Bagaikan ada yang bangkit dari tubuhnya, getaran itu pun lantas mengalir dan menyebar ke seluruh tubuh Yuna.
Yuna mengeluarkan semacam suara yang dihasilkan dari menahan suara-suara yang ingin ia keluarkan dari mulutnya, akibatnya, wajahnya terlihat semakin memerah.
"A--Aahn...!"
Träger tiba-tiba saja berdiri dari bangkunya, ia pun menghampiri Yuna dan mengecek kondisinya seolah-olah ia tahu apa yang sedang terjadi pada Yuna
"Di--Dik Yuna? Apa kau baik-baik saja, Dik Yuna?"
Dari bawah, aku masih menggenggam ekornya, dan menyadari jika getaran yang ada pada kedua kakinya terlihat semakin kuat.
Karena merasa tidak kuat lagi terhadap sesuatu yang sedang terjadi pada tubuhnya, Yuna pun akhirnya jatuh ke lantai. Duduk dalam posisi 'W', kedua kakinya tergeletak di lantai sementara kaki dan lututnya berada di depan dan melebar ke samping.
Mendengar suara yang berasal dari efek jatuhnya Yuna, orang-orang yang ada di sini pun melihat ke arah kami.
Masih terlihat bergetar selama beberapa detik, Yuna pun akhirnya dibantu untuk berdiri oleh Träger.
"Apa kau baik-baik saja? Ada yang terluka?"
Träger sedikit memeluknya dan meletakkan Yuna pada dadanya. Sementara diriku yang menyebabkan situasi ini hanya bisa diam dan melihat itu terjadi.
"Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengejutkanmu?"
Tidak menjawab pertanyaan Träger, Yuna mengalihkan pandangannya padaku. Ekspresi pada wajahnya terlihat cemberut dan sedikit mengeluarkan air mata. Sepertinya ia merasa sangat marah padaku karena telah 'menggenggam' ekornya. Sementara diriku hanya diam mematung kebingungan akan situasi yang sedang terjadi.
--Apa ekor mereka memang se-sensitif itu...?
Masih mengenggam ekornya, diriku diambang dalam kebingungan dan rasa bersalah, tapi aku mencoba untuk sedikit tersenyum meskipun itu hanya pura-pura.
Yang kupikirkan adalah diriku yang telah membuat seorang gadis menangis. Sudah lama sekali rasanya sejak terakhir kali aku melakukannya, waktu itu aku masih sangat kecil sehingga aku masih belum menyadarinya. Tapi kini aku sudah tumbuh dewasa sehingga dapat lumayan mengerti apa yang telah membuat seorang gadis menangis dan akibat yang timbul dari perbuatanku itu.
"Ma--Maaf. Aku tidak tahu jika ekormu sangat sensitif."
Aku segera meminta maaf sembari menggaruk kepala belakangku saat mengatakannya. Yuna lalu merespon maafku dengan menarik ekornya yang sedang kugenggam dan membuat peganganku pada ekornya lepas.
Kelihatannya ia semakin marah karena perkataanku yang barusan. Melihatnya, aku diam-diam menelan ludah, meskipun itu tentu saja terlihat jelas oleh orang lain yang sedang melihatku.
Masih melihatku dengan wajah cemberut, Yuna pun segera berbalik dan meletakkan wajahnya kembali pada tubuh Träger yang jauh lebih tinggi daripadanya.
"Jangan khawatir, jangan khawatir, aku ada di sini, Dik Yuna."
Bagaikan seorang kakak yang sedang menenangkan adiknya yang sedang menangis, Träger mencoba untuk menenangkan Yuna dengan mengelus-ngelus kepalanya, sementara diriku hanya berdiri dan diam saja karena masih merasa kebingungan akan situasi yang sedang terjadi.
Aku bangun dari jongkok dan menyadari jika orang-orang di sekitar mulai memandangiku dengan tatapan tidak enak.
--Se--Sepertinya aku sedikit berlebihan...
Dan aku merespon tatapan demi tatapan itu dengan senyuman aneh yang terkesan dipaksakan.