Baixar aplicativo
4.26% CEO Jutek Dan Perisainya / Chapter 7: Di Tahun 1321. 5

Capítulo 7: Di Tahun 1321. 5

Sementara itu setelah sepeninggal Eyang Resik, Arjun menjalani hari-harinya dengan berkebun dan berburu. Dia rajin menanam sayur dan palawija di kebun peninggalan Eyang Resik, untuk kemudian kalau sudah panen dia ambil secukupnya dan selebihnya dia jual ke pasar untuk dibelikan lagi beras dan keperluan lainnya.

Arjun adalah cucu angkat Eyang Resik, dia ditolong Eyang Resik sewaktu rumahnya disatroni oleh perampok beberapa tahun silam, ketika itu dia masih berumur tujuh tahun. 

Dan orang tuanya telah tewas dibunuh oleh para perampok itu karena melawan, sedangkan dia sendiri diikat dan dikurung di dalam kamar.

Tidak cukup sampai di situ, kemudian para perampok itupun membakar rumah tersebut, sebelum akhirnya meninggalkan dan membiarkan dua mayat korbannya itu hangus terbakar. 

Dan beruntung Arjun bisa selamat karena ditolong oleh eyang Resik meskipun agak terlambat dikarenakan sebagian wajahnya telah terbakar, dan luka bakar yang dideritanya itu pun cukup serius.

Lalu oleh Eyang Resik tubuh Arjun dibawa kepondok tempat tinggalnya yang berada di kaki gunung Pati pura.

Butuh waktu yang cukup lama Eyang Resik menyembuhkan luka bakar yang diderita oleh Arjun, dan ketika lukanya itu telah sembuh, wajahnya pun telah mengalami kerusakan yang mengakibatkan dia tidak bisa dikenali lagi.

Pada hari itu, di pagi yang masih buta Arjun terlihat sudah terbangun dari tidurnya, karena hari ini dia hendak memanen tanaman di kebunnya itu, maka begitu selesai mencuci muka dia memasak air untuk sekedar membuat minuman hangat. 

Arjun yang memang hidup seorang diri kini sudah menginjak usia dua puluh tahun, dia yang mengalami cacat karena kebakaran itu merasa kurang percaya diri untuk bertemu dengan orang, maka hari-harinya pun dihabiskan untuk bekerja di ladang, dan hanya sesekali saja bertemu dengan Kakek Sumitro untuk sekedar menjual hasil kebunnya. 

Setelah selesai minum dan makan ketela rebus diapun segera bergegas menuju ke kebun tempatnya bekerja, memang karena jarak yang tidak terlalu jauh maka setelah berjalan beberapa saat akhirnya diapun tiba di kebunnya itu. 

"Wah, banyak juga sayuran-sayuran ini, aku harus segera memetiknya biar nanti tidak kesiangan pas diantar ke rumah Kakek Sumitro," ujarnya sambil memulai memanen sayur mentimun dan aneka kacang-kacangan. 

Setelah beberapa saat kemudian akhirnya Arjun pun selesai memetik panenannya itu. Dan setelah semua dimasukkan ke dalam keranjang dia langsung memikul nya dan dibawa ke rumah Kakek Sumitro untuk dijual. 

Karena takut kesiangan Arjun pun memikul panenannya itu dengan setengah berlari. Dan setibanya di rumah Kakek Sumitro, Arjun pun agak kaget melihat rumah pedagang langganannya itu masih tertutup.

"Kakek Sumitro... Kek... ini Arjun ..." ucapnya memanggil. 

Setelah berulang-ulang memanggil tapi tetap tidak ada jawaban. 

"Ah, kemana Kakek Sumitro ini ya? Apa kira-kira dia pergi? Coba aku panggil lewat samping rumah saja, siapa tahu dia masih di belakang," ujar Arjun sambil melangkah menuju samping rumah. 

"Kakek Sumitro ... ini Arjun, Kek ..." 

"Iya Nak ... sebentar ... uhuk, uhuk," balas Kakek Sumitro terdengar sambil batuk-batuk. 

Krieeek ... krek ... 

Terdengar suara pintu dibuka dan nampaknya Kakek Sumitro sedang tidak enak badan. 

"Mari masuk sini."

Arjun pun masuk mengikuti orang tua itu. 

"Maaf ya Nak ... hari ini aku gak bisa ke pasar ... aku dan Nenek lagi sakit, kemaren itu habis kehujanan sepulang dari pasar."

"Oh iya Kek ... tidak apa apa."

"Kamu bawa sayur banyak?" tanya Kek Sumitro. 

"Ya seperti biasanya itu Kek, satu keranjang."

"Ya udah kamu bawa aja ke pasar langsung ... nanti kalau kamu gak berani jualan, kamu titipkan ke Mbok Tlenik, itu lho pedagang sayur yang ada di sebelah Kakek jualan."

"Iya Kek, akan ku bawa ke pasar sendiri, Kakek dan Nenek istirahat aja dulu biar cepet sembuh."

"Iya Nak ... terimakasih, maafkan Kakek ya?"

"Ah gak papa Kek ... ya udah Kek kalau gitu saya tak berangkat ke pasar dulu."

"Iya Nak Arjun ... hati-hati ya ...? Di pasar banyak orang jahat, nanti kamu segera pulang kalau sudah selesai ..." pesan Kakek Sumitro. 

"Iya Kek, tenang saja, aku bisa jaga diri," ujar Arjun sambil melangkah pergi menuju ke pasar. 

Sesaat setelah Arjun pergi Kakek Sumitro pun kembali menemui istrinya yang juga sedang sakit dan berbaring di dalam bilik nya itu. 

"Aku sebenarnya merasa kasian dengan anak itu, aku tahu kalau dia itu sebenarnya merasa kurang percaya diri untuk bertemu dengan orang lain," ujar Kakek Sumitro pada Nenek Jamban istrinya. 

"Iya Kek, kemarin saja pas dia kesini dan disini ada Rengganis dia langsung menundukkan kepala dan buru-buru pulang, dia nampaknya malu dengan cacat kulit yang dideritanya itu."

"Tapi ya wajarlah Kek namanya juga anak muda, ya semoga saja kelak dia dipertemukan dengan perempuan baik yang bisa jadi pasangan hidupnya," ujar Nenek Jamban merasa prihatin dengan keadaan Arjun. 

Sementara itu Arjun yang memang kurang percaya diri dengan kondisinya itu terlihat menutupi mukanya dengan cadar. 

Dia berjalan menyusuri jalanan desa, meskipun mukanya sudah ditutupi dengan cadar dia terlihat masih menundukkan kepala sepanjang perjalanannya itu. 

Dan setibanya di pasar Arjun langsung mencari Nenek Tlenik. Namun tatapannya tertuju kepada seorang gadis yang sangat anggun.

"Ayo segera pergi putri," ajak wanita di samping gadis cantik itu. Arjun yakin gadis itu sedang menyamar. Arjun segera mengalihkan pandangannya walau dia sangat tertarik.

"Oh itu rupanya Nenek Tlenik, aku akan langsung saja ke sana," tutur Arjun sambil berjalan menghampiri wanita tua itu. Dia yang semula bermaksud menitipkan dagangannya itu, kini malah ingin menjualnya sendiri. 

'Lebih baik aku jual sendiri saja dagangan ku ini, aku gak mau ngerepotin Nenek Tlenik,' ucapnya dalam hati. 

"Nek ... aku ikut jualan di sini ya?"

"Lho ini tempat jualannya Pak Sumitro dan Mbok Jamban ...."

"Iya Nek.. tapi saya sudah minta ijin," balas Arjun. 

"O ya sudah kalau gitu, silahkan saja, memang Pak Sumitro dan istrinya kemana to Ngger ...?" tanya Mbok Tlenik. 

"Beliau sakit Nek ... katanya kemarin habis kehujanan," jawab Arjun sambil menurunkan dagangannya. 

Setelah selesai menata dagangannya Arjun pun segera menawarkan dagangannya itu. Dia yang baru pertama kali berdagang nampak tidak malu-malu untuk menawarkan pada orang-orang yang terlihat lewat di depannya, dan dia pun menjual dagangannya itu dengan harga murah. 

'Biar saja aku dapat untung dikit yang penting cepat habis dan bisa segera pulang. Tetapi ... kenapa aku sangat penasaran dengan gadis tadi. Sadar Arjun ....' gumamnya dalam hati. 

Disaat Arjun dan para pedagang lainnya masih menjajakan barang dagangannya, tiba-tiba dari arah ujung pasar terdengar suara keributan yang menyadarkan lamunan Arjun. 

Mendengar dari suara keributan itu, Arjun samar-samar mendengar kalau suara itu adalah suara orang yang sedang dirampok. Tapi anehnya meski ada peristiwa perampokan tidak ada satu orang pun yang mau menolong, mereka nampak sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. 

Arjun yang sudah tahu dengan kejadian itu bermaksud hendak membantu orang yang sedang disatroni oleh para perampok itu. 

"Nek aku tak lihat keributan itu ya? Tolong jagain dagangan ku dulu."

"Kenapa to le... mbok ndak usah... mereka itu para perampok yang jahat, yang gak segan-segan melukai korbannya."

"Ah, wong aku cuma liat aja kok Nek, sebentar saja, abis itu aku tak segera balik lagi," ucap Arjun agak memaksa. 

"Ya udah kalau gitu... hati-hati," pesan Nenek Tlenik. 

Arjun pun langsung bergegas menuju arah terjadinya keributan itu, dan setelah agak dekat dia melihat ada pedagang gerabah yang sedang dibentak-bentak oleh segerombolan para perampok. 

"Kamu serahkan apa tidak?! Kalau tidak aku obrak-abrik barang dagangan mu ini!"

"Tolong Tuan ... kasihanilah aku ... ini semua bukan barang dagangan saya sendiri ... saya cuma dititipin untuk menjualnya ..."

"Ah...! Saya gak perduli, saya gak butuh barang dagangan mu! Saya minta uang...! Ayo cepat serahkan!" Bentak perampok itu sambil mencengkram kedua rahang pedagang itu. 

Melihat perampok itu sudah mulai menyakiti pedagang itu Arjun pun terlihat mengambil satu batang ranting yang ada di tanah, kemudian dia patahkan jadi beberapa potong. 

Lalu dengan menggunakan kesaktian yang dimiliki diapun menyentil potongan ranting itu ke arah perampok yang sedang menyakiti pedagang. 

Uwwing ... ssst!

Potongan ranting itupun melesat ke arah perampok itu dan akhirnya tepat mengenai rusuknya. 

Bukkss ... "Uaah..." jerit perampok itu sambil terjerembab jatuh kesamping. 

Karena saking kerasnya hantaman ranting itu perampok itupun akhirnya pingsan seketika. 

Melihat anak buahnya jatuh pingsan tanpa tahu penyebabnya, kepala perampok itupun langsung turun dari kudanya dan langsung marah-marah. 

"Kurang ajar! Siapa yang telah berani menyerang anak buahku dengan cara seperti ini? Ayo kalau berani keluar hadapi aku!" ujarnya sambil mengacung-acungkan senjatanya. 

Melihat kepala perampok yang marah dengan membawa senjata Arjun pun tidak mau ambil resiko, sebelum kepala perampok itu ngamuk dengan senjatanya Arjun pun langsung menyerangnya dengan sentilan ranting yang kedua. 

Twing ... ssst!

Kali ini potongan ranting itu tepat mengenai tengkuknya, dan kepala perampok itupun akhirnya tewas seketika. 

Melihat ketuanya tewas dan satu temannya pingsan parah, akhirnya kawanan perampok itupun pergi melarikan diri. Sedangkan para pengunjung pasar nampak tidak mengetahui dengan apa yang terjadi sebenarnya. 

Setelah aksi penyerangannya itu berhasil menggagalkan para perampok itu Arjun pun langsung segera pergi meninggalkan tempat itu tanpa ada orang yang tahu sedikitpun dengan aksinya itu. 

Arjun memang selalu ingat dengan pesan Eyang Resik bahwa kesakitan yang dimilikinya itu tidak boleh digunakan sembarangan, hanya untuk membela orang-orang yang teraniaya saja dan sekedar melindungi diri sendiri. Bahkan Eyang Resik pun juga tidak menginginkan Arjun untuk menjadi seorang pendekar. 

***

Dua tahun kemudian, di suatu malam Arjun yang merasa kecapekan setelah seharian bekerja nampak tertidur di lantai dengan beralaskan tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan, dia teringat seorang gadis di pasar waktu itu. Walau sudah sangat lama, diam-diam Arjun tidak henti memikirkannya. Arjun memejamkan mata dan kira-kira tengah malam dia bermimpi bertemu dengan Eyang Resik. 

"Arjun ... bagaimana kabarmu Nak?"

"Eyang ... benarkah ini Eyang?" 

"Iya, ini Eyang. Kenapa kamu tidak pernah mengunjungi Eyang?" 

"Maafkan Arjun, Eyang ... saya terlalu sibuk dengan kebun ... sekali lagi maafkan cucumu ini ...."

"Hehehe ... iya Eyang maafkan ... tapi besok pagi kamu harus mengunjungi Eyang di dalam Goa, ada orang yang perlu kamu selamatkan."

"Siapa orang itu Eyang?" tanya Arjun penasaran. 

"Dia itu pendekar yang terjebak dalam Goa, dulu dia berjumlah tiga orang, Dan mereka bermaksud mencelakai Eyang sebelum Eyang muksa." 

"Lalu yang dua kemana Eyang?" tanya Arjun. 

"Mereka telah tewas hancur karena menyerang tubuh Eyang yang telah menjadi mayat, dan yang satu itu penasaran terus mengikuti jasad Eyang masuk ke dalam Goa dan akhirnya dia terjebak di sana selama dua tahun." 

"Baiklah kalau begitu saya akan berangkat malam ini juga," ujar Arjun. 

"Gak perlu Cucuku ... besok saja." 

Tiba-tiba Eyang Resik pun menghilang. 

"Eyang ... Eyang ..." 

"Oh, ternyata aku baru saja mimpi ... tapi memang benar semenjak kepergian Eyang, aku belum pernah mengunjunginya sama sekali, dan tidak terasa bahwa saat ini sudah dua tahun lamanya beliau pergi meninggalkan dunia ini."

***

Keesokan harinya Arjun pun langsung berangkat menuju ke Goa tempat jasad Eyang berada. 

Setelah berjalan beberapa saat sampailah Arjun di depan mulut Goa yang telah tertutupi dengan rerumputan liar. Melihat keadaan seperti itu berarti menandakan kalau memang disitu tidak pernah ada orang yang mengunjungi, padahal sebelum jasad Eyang Resik berada di dalam sana, Goa itu sering dikunjungi oleh orang-orang, terlebih para orang-orang kampung yang sedang berburu. 

Sebelum memutuskan untuk masuk Arjun terlebih dahulu ingin membersihkan sekitar halaman Goa dan mulut Goa. 

Lalu dengan menggunakan pedang yang dibawanya Arjun pun membersihkan seluruh sekitar mulut Goa dan pelatarannya. 

Setelah selesai dia yang sudah tahu kalau Goa tersebut sudah dipagari gaib oleh Eyang Resik, lalu Arjun terlihat duduk bersemedi untuk sekedar membaca mantra. 

Dan begitu Arjun selesai membaca mantra nya tiba-tiba dari mulut Goa terlihat ada asap putih tipis yang keluar dari dinding mulut Goa. Asap tersebut terus keluar dan mengumpul di tengah. 

Semakin lama semakin banyak asap yang terkumpul, dan akhirnya secara ajaib tiba-tiba asap putih itu membentuk seperti seekor macan. 

Bersambung ...


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C7
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login