Baixar aplicativo
40.74% MENGEJAR CINTA MAS-MAS / Chapter 44: MCMM 43

Capítulo 44: MCMM 43

Banyu termenung mendengar percakapan tersebut. Kenapa ada sedikit rasa sakit di sudut hatinya. Bukankah memang ini yang ia inginkan. Gladys menemukan orang sepadan dengannya dan diterima oleh keluarga.

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading Guys ❤

"Nyu, habis makan siang elo mau ikutan kita jalan-jalan nggak? Yang lain pada mau cari oleh-oleh." tanya Yudi.

"Gue di kamar aja Yud. Pengen istirahat.

"Memangnya elo nggak cari oleh-oleh buat pacar?"

"Hehehe.. ngeledek aja lo. Gue nggak punya pacar."

"Gimana kalau elo jadiin aja tuh si Sinta? Dia kan ngebet banget sama elo."

"Ogah gue dapat bekas elo, Yud. Khawatir harus turun mesin gara-gara keseringan lo pakai." Yudi tergelak mendengar ucapan Banyu.

"Ketok magic dikit beres, Nyu. Ya sudah gue tinggal dulu ya. Jangan nonton bokep lo. Kalau kepengen repot, nggak ada lawan." Yudi langsung kabur saat melihat Banyu hendak melempar bantal ke arahnya. "Kalau mau 'main solo' jangan lupa kunci pintu!"

Banyu senyum-senyum sendiri mendengar ledekan Yudi. Dasar omes. Dia pikir semua cowok bajingan kayak dirinya. Baru saja Banyu hendak merebahkan diri, tiba-tiba hpnya berbunyi. Dilihatnya nomor yang tak dikenal. Siapa ya?

"Halo selamat siang, mas Banyu ya?" Terdengar suara lembut menyapa rungunya. Siapa ya?

"Selamat siang. Iya ini Banyu. Ini siapa ya? Maaf saya belum save nomor telponnya," sahut Banyu.

"Hmm... ini Diandra mas." jawab wanita di seberang sana.

'Diandra? Diandra siapa ya?" Tanya Banyu bingung.

"Diandra sekretarisnya pak Dika."

"Diandra.... oh mbak Diandra yang waktu itu makan siang bareng. Iya, iya saya ingat. Ada apa ya mbak?"

"Panggilnya nggak usah pakai mbak dong. Umur saya baru 25 kok. Masih di bawah mas Banyu. Panggil Dian saja mas."

"Oh iya, Dian. Ada apa ya siang-siang telpon? Ada yang penting?"

"Oh nggak juga mas. Cuma mau tanya kabarnya mas Banyu gimana. Oh iya, jangan lupa save nomor saya ya mas. Biar kalau besok-besok ditelpon nggK bingung lagi."

"Wah, masa sekretaris nelpon tukang sayur. Mau pesan sayur apa, mbak?" canda Banyu sambil terkekeh. Di seberang sana Diandra tertawa lepas. Suara tawanya terdengar seksi di telinga Banyu.

"Ya nggak papa tho mas. Memangnya nggak boleh ya? Apa ada yang akan marah kalau saya menelpon mas Banyu?"

"Ah, nggak ada yang marah kok."

"Mas, besok siang temani saya lunch di restonya ambu bisa? Lagi kepengen makan masakan rumahan nih. Maklum saya doyan banget masakan sunda tapi nggak bisa masaknya."

"Wah, maaf nggak bisa Dian."

"Ooh..." Suara Diandra terdengar kecewa.

"Kebetulan saya lagi di Bali. Bantu-bantu WO-nya teman. Kapan-kapan kalau saya sudah di Jakarta lagi kita bisa makan siang bareng. Oh iya dapat nomor telpon saya dari siapa? Dari pak Dika ya?"

"Bukan mas, dari bu Mila. Kebetulan kemarin bu Mila datang ke kantor."

Selama setengah jam kemudian Banyu ngobrol dengan Diandra dan diakhiri dengan janji makan siang bareng.

" Makasih ya mas mau nemenin aku ngobrol. Kapan-kapan kalau saya telpon malam-malam nggak papa kan? Misalnya sebelum tidur."

"Nggak papa. Insyaa Allah kalau saya masih belum tidur dan sedang tidak sibuk saya akan temani kamu ngobrol."

Setelah menutup telpon dari Diandra, Banyu melihat banyak notifikasi pesan yang masuk. Tertera nama Gladys. Baru saja Banyu hendak membaca pesan-pesan tersebut tiba-tiba ada panggilan video.

"Assalaamu'alaykum." sapa Banyu. Ditatapnya wajah yang sering mengganggu tidurnya.

"Wa'alaykumussalaam. Maaf aku ganggu. Kamu lagi sibuk?"

"Nggak. Hei, itu wajah kamu kenapa? Habis nangis ya?"

"Ah, nggak papa. Baru bangun tidur aja."

"Jangan bohong. Aku bisa tau kalau ada yang tidak beres. Kamu habis menangis, kan?" desak Banyu.

"Nggak. Mataku cuma kelilipan aja." Banyu tak mendesak lebih jauh walau dia tau ada yang tidak beres. Bahkan dia dapat melihat bekas kebiruan samar di pipi.

"Ada apa? Tumben kamu video call." Lama tak terdengar jawaban. Si penelpon malah menundukkan kepalanya.

"Nggak ada apa-apa. Maaf kalau aku ganggu." Akhirnya pertanyaan Banyu dijawab. Jawaban yang masih belum bisa menghapus keingintahuan Banyu.

"Senja, kamu nggak perlu merasa sungkan. Katakan ada apa? Kalau kamu sampai video call berarti ada yang penting." Ya, Senjalah yang menelpon Banyu. Wanita yang masih sering hadir di mimpinya.

"Beneran nggak ada apa-apa Nyu. Aku cuma kangen aja pengen ngobrol sama kamu."

"Oh ya, terima kasih kuenya. Sayangnya aku belum mencicipinya."

"Oh iya gak papa. Selamat ya atas kelulusanmu. Maaf aku cuma kirim kue saja. Kamu lagi dimana? Kayaknya bukan di rumah ya?"

"Aku lagi di Bali."

"Oh, maaf aku ganggu liburan kamu dan pasanganmu."

"Hey, kata siapa aku liburan. Dengan pasangan yang mana? Sampai saat ini aku belum menemukan penggantimu."

"Maafkan aku karena sudah menorehkan luka di hatimu." Mata Senja mulai berkaca-kaca. "Seandainya saja aku waktu itu tidak memilih Awan."

"It's okay gadisku... maaf, aku lupa kamu bukan lagi gadisku. Agak susah melupakan kebiasaan itu saat aku melihatmu. " Banyu menggaruk-garuk kepalanya. Dilihatnya Senja tersenyum memaklumi walau matanya masih berkaca-kaca. Ya Tuhan, kenapa hatiku masih bergetar saat melihat senyumannya? batin Banyu.

"Kapan kamu balik?"

"Mungkin tiga hari lagi aku sudah kembali. Kenapa? Kamu mau ketemu?" Nyu, dia itu istri orang. Tahan dirimu. Dia bukan lagi gadismu. Tapi sepertinya dia membutuhkanku. Batin Banyu sibuk berdebat.

"Ah nggak. Aku hanya kangen sama ibu dan adik-adik," jawab Senja. "Boleh aku main ke rumahmu saat kamu nggak ada?"

"Kenapa tidak menunggu aku balik? Biar kita bisa bertemu."

"Nyu, justru aku menghindari pertemuan secara langsung dengan dirimu."

"Kenapa?" desak Banyu.

"Apakah aku harus menjawabnya? Kamu tau kenapa," sahut Senja.

"Apakah karena kamu belum bisa melupakanku sepenuhnya?" Senja kembali memaksakan sebuah senyuman.

"Nyu, situasi kita sudah berbeda. Karena kebodohanku, aku bukan lagi gadismu."

"Senja, walau kamu bukan lagi gadisku, tapi kamu menempati ruang khusus di hatiku." Entah setan apa yang mempengaruhi Banyu sehingga ia berani mengatakan hal tersebut kepada Senja.

"Please Nyu.... Nyu, makasih ya sudah mau menerima telponku." Senja langsung memutus panggilan dengan terburu-buru.

Ya tuhan, aku harus bagaimana? Mengapa aku masih sulit melupakannya? Mengapa hatiku lemah saat aku melihat dirinya? Apakah dia tak bahagia bersama Awan? Saat Banyu sibuk dengan pikirannya tiba-tiba hpnya berdering.

"Assalaamu'alaykum mas." Terdengar suara Gladys. Ada sedikit desiran aneh saat mendengar suara itu. Entah mengapa tiba-tiba Banyu ingin melihat wajah Gladys.

"Wa'alaykumussalaam Princess. Ada apa? Kamu kangen lagi?" goda Banyu.

"Nggak." jawab Gladys singkat.

"Princess, video call ya?"

"Hah?!" Belum sempat Gladys menolak, Banyu sudah me-request menjadi video call.

"Nah, begini kan lebih enak ngobrolnya." Kembali dada Banyu berdesir saat melihat wajah Gladys.

"Tumben minta video call. Biasanya ditelpon juga ogah-ogahan."

"Nggak tau nih. Mendadak pengen lihat wajah CALON ISTRIKU." goda Banyu sambil terkekeh. "Kamu sudah makan siang?"

"Sudah. Mas, kamu sehat?" tanya Gladys khawatir. Banyu dapat melihat kekhawatiran di mata Gladys dan hal itu membuatnya senang.

"Tentu saja aku sehat, Princess. Setiap bangun tidur melihat laut, berjemur, makan enak, melihat pemandangan...."

"Melihat cewek-cewek berbikini maksudmu?" terdengar nada cemburu di suara Gladys. "Aku disuruh menutup aurat, kamu malah dengan bebas memandangi aurat cewek-cewek. Dimana menjaga pandangannya."

"Sudah mengomelnya?" goda Banyu. Entah kenapa ia ingin menggoda Gladys. Sudah lama mereka tidak berdebat. Ia merindukan hal tersebut. Ia merindukan saat-saat Gladys meledak dan marah-marah.

"Kamu masih saja menyebalkan." ucap Gladys ketus dengan wajah cemberut. Banyu tergelak melihatnya.

"Itu yang bikin kamu senang dan selalu kangen sama aku, kan?" ledek Banyu.

"Idih ge-er. Siapa juga yang kangen sama kamu."

"Buktinya kamu rajin mengirim pesan kepadaku. Itu buktinya kalau kamu sulit melupakan calon suamimu ini."

"Sama seperti kamu sulit melupakan Senja?" Banyu terdiam mendengar pertanyaan Gladys. Kenapa tiba-tiba Gladys menyebut Senja. Apakah ini suatu kebetulan ataukah gadis ini memiliki ilmu supranatural? tanya Banyu dalam hati.

"Kenapa diam mas? Tebakanku benar ya?" tanya Gladys.

"Ah, kamu kayak cenayang saja. Kata siapa aku sulit melupakan dia." elak Banyu.

"Matamu yang berbicara saat aku menyebut nama Senja." jawab Gladys kalem. "Kamu belum benar-benar berdamai dengan masa lalumu. Apakah kamu masih mengharapkan dia kembali kepadamu makanya kamu tidak mau menerimaku?"

"Princess ....."

"Maaf ya mas bukan maksudku memojokkanmu namun kurasa tebakanku benar. Kamu tak pernah seperti ini saat menerima telponku, bahkan tiba-tiba mengajak video call. Itu artinya kamu sedang bahagia. Bukan hanya sekedar bahagia, namun sangat bahagia. Dan tak banyak hal yang bisa membuatmu bahagia selain keluargamu dan dia." Ucap Gladys dengan suara bergetar. Banyu terdiam.

"Dan kamu tak berusaha membantah, itu semakin meyakinkanku bahwa tebakanku benar."

"Princess, maafkan aku." Hanya itu yang bisa Banyu ucapkan.

"Mungkin aku memang harus menerima Lukas sebagai calon suamiku. Setidaknya dia sangat mencintai dan memujaku."

"Princess, apakah kamu akan menyerah terhadapku?"

"Apakah ada bedanya mas antara menyerah dan berjuang? Hasilnya tetap sama. Kamu tetap menolakku dan aku tak kan pernah bisa menggeser dia dari hatimu."

Banyu tak tahu harus berkata apa. Tebakan Gladys memang benar, namun entah mengapa ada rasa sesal saat mendengar ucapan Gladys barusan. Apakah aku mulai menyukainya?

"Tadinya aku ingin memberitahumu bahwa besok aku akan ke Bali untuk acara fashion week. Tapi sepertinya hal itu sudah nggak penting lagi."

"Dimana acaranya? Jam berapa? Apa bang Ghiffari tau kamu akan datang? Jam berapa kamu sampai? Kamu menginap dimana?" tanya Banyu bertubi-tubi

"Apa masih perlu memberitahumu tentang semua itu? Apakah dengan memberitahumu secara detail mengenai agendaku akan membuat perubahan dalam hubungan kita? Kurasa tidak."

Kembali Banyu terdiam. Kenapa rasanya tidak rela saat Gladys memilih untuk mundur? Bukankah ini yang kuinginkan?

"Oh iya aku menelpon untuk meminta ijin mengajak ibu dan adik-adik makan malam di luar."

"Ada acara apa kamu mengajak mereka makan malam di luar?"

"Kamu lupa hari ini dek Bila ulang tahun? Makanya aku ingin mengajak mereka makan malam di luar untuk merayakannya."

"Ya ampun, aku lupa kalau hari ini ulang tahun adek. Maklum kami memang tak pernah merayakan secara khusus, apalagi sampai makan malam di luar. Apakah tidak merepotkanmu mengajak mereka makan malam di luar?"

"Nggak merepotkan, mas. Aku ingin mengajak mereka makan di resto ambu. Boleh?"

"Apakah mereka setuju?"

"Mereka setuju. Kemarin aku sudah memberitahu mereka kalau nanti ba'da maghrib akan mengajak mereka makan di luar."

"Baiklah kalau mereka memang setuju. Kamu diantar pak Dudung kan? Jangan menyetir sendirian. Nggak ada aku yang bisa mengantarmu pulang dan aku nggak mau kamu nyetir sendirian malam-malam."

"Nggak usah khawatir. Nggak usah pura-pura care. Kalau terpaksa pulang sendiri aku bisa minta tolong Lukas untuk menjemputku sepulang praktik. Dia pasti nggak akan keberatan menjemput calon istrinya. Sudah dulu ya mas. Aku masih harus mengecek persiapan untuk besok. Assalaamu'alaykum." Belum sempat Banyu menjawab salam, Gladys telah memutuskan panggilan video.

Kenapa rasa tak nyaman itu tetap ada saat kutahu dia pada akhirnya mengambil keputusan terbaik untuknya, batin Banyu. Kenapa aku nggak rela saat dia memutuskan memilih pria lain? Apakah aku mulai memiliki rasa untuknya? Ah entahlah.

⭐⭐⭐⭐


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C44
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login