Ayla duduk di tepian ranjang tempat tidur. Sudah 20 tahun dia menghuni kamar ini. Rasanya berat meninggalkan semua ini, di tambah lagi kenangan masa kecilnya juga ada disini semua. Membuatnya makin keberatan seperti ada bongkahan batu di punggungnya itu.
Di sela-sela kegiatan merapikan baju untuk di bawa pindah ke rumah baru, Ayla sempat teringat dengan Daniel. Malam itu, ia sudah menghias kamar ini untuk malam pertamanya bersama Daniel. Tapi laki-laki itu menghilang, lenyap bagai ditelan bumi. Hilang tanpa jejak. Bahkan keluarga Daniel sendiri masih belum tau Daniel kemana. Sampai sekarang, Ayla masih mencari keberadaannya. Kemana Daniel pergi?
Ayla melihat Abian masuk ke kamar, dia juga mau merapikan baju. Katanya tadi pergi untuk melihat rumah yang mang Ade tawarkan. Lelaki bertubuh lumayan tinggi dengan berat badan sekitar 50 kg itu sama sekali tidak menoleh pada Ayla. Dia kenapa? Sejak kejadian di balkon tadi pagi, dia jadi aneh.
"Bian, gimana rumahnya?" Tanya Ayla, basa-basilah biar gak sepi.
"Bagus." Cuma itu kata yang keluar dari mulutnya. Irit banget kan?
Huft, sebenarnya Ayla menikah sama manusia atau robot, sih? Susah banget mau di ajak ngobrol. Kalau ada perlu baru ngomong. Kalau gak ada, ya diam. Untuk orang cerewet seperti Ayla, bicara sudah menjadi kebutuhan. Kalau tiba-tiba aku jadi pendiam, bisa jadi masalah besar nanti.
"Udah, yuk berangkat!" ajak Abian.
Ayla mengangguk. Menggeret dua koper yang di dalamnya penuh dengan barang-barang keperluannya. Ada satu koper penuh dengan pakaian, dan satu lagi penuh dengan daleman dan make up.
Mereka berjalan menuruni tangga. Di bawah sudah ada Rani dan Angga yang menunggu, dan ... Siapa itu? Ada orang asing yang ikut berdiri di samping bik Kokom. Di kepalanya dililit kain khas orang sunda gitu. Apa itu yang namanya mang Ade? Ah, bukan! Usianya masih kelihatan muda, kira-kira sepantaran dengan Abian.
"Sep, bantuin bawa ni," ucap Abian saat sudah turun tangga.
"Tunggu, Abian kenal dia?" Ayla sibuk menebak-nebak siapa pria itu, karena Abian sepertinya sangat mengenalnya.
"Bian, dia siapa?" Ayla sudah tidak tahan akan rasa penasarannya dan dia memilih untuk langsung bertanya.
"Dia Asep, temenku yang bakal bantuin kita pindahan," jawab Abian.
Ayla cuma ber 'oh' ria saja.
Mereka menghampiri Rani dan Angga, pelukan dan acara perpisahan ala sungkeman. Ayla juga sempat menangis saat Rani mengatakan bahwa Ayla sudah besar. Anak gadisnya sudah menjadi istri sekarang. Ayla sendiri masih tidak menyangka, kalau sekarang Ia sudah menikah. Dengan orang yang tidak dia cintai.
Tapi lupakan semua itu. Angga memberinya nasihat untuk belajar mencintai Abian. Biar bagaimanapun juga, dia suami Ayla sekarang. Lupakan Daniel dan belajarlah untuk hidup bahagia bersama Abian.
"Kamu jaga diri baik-baik, ya. Kalau butuh apa-apa, bilang sama Mama." Ayla cuma mengangguk saat Rani berkata begitu.
"Neng, jaga diri ya. Bibik gak bisa lagi bangunin buat sarapan kalo pagi, jangan bangun kesiangan. Malu sama suami atuh." Pesan Bik Kokom.
Wanita yang sudah lama bekerja di keluarga Bova itu sudah ku anggap seperti ibu sendiri. Ayla sayang padanya, dan Ayla juga tau kalau bi Kokom sangat menyayanginya.
Setelah acara perpisahan itu, Ayla dan Abian pergi dengan mengendarai mobil milik papanya. Di belakang mereka ada Asep yang mengikuti sambil membawa tiga koper besar. Sementara Abian membawa kardus berisi foto dan tetek bengek milik Ayla. Ayla tau itu tidak penting bagi Abian, tapi baginya itu semua penting. Ada album foto dan baju bayi miliknya. Ayla mau menyimpannya sampai nanti ia punya anak.
Di sepanjang jalan, Ayla hanya diam. Abian hanya asik ngobrol dengan Asep saja. Mereka sepertinya teman dekat, atau mungkin sahabat. Ayla? Ya hanya nyimak.
"Bian, kamu teh nikah gak ngasih tau saya, ih! Kemarin saya pikir Daniel yang nikah, makanya gak datang. Males lihat mukanya, tapi ternyata kamu yang nikah. Kumaha kamu teh?" ucap Asep yang kental banget dengan logat sunda-nya.
"Ya maaf, atuh. Aku juga gak tau bakalan nikah mendadak, ini juga disuruh bibik." Abian menjawab sambil asik tertawa.
Abian dan Asep duduk di jok belakang, sedangkan Ayla duduk di depan sama supir. Abian tidak mau duduk bersebelahan dengannya, katanya gak berani. Hal itu sempat menjadi tanda tanya besar bagi Ayla.
"Enak ya kamu sekarang, udah jadi mantu orang kaya," ledek Asep.
"Biasa aja, Sep. Lagian ini juga gak sengaja," jawab Abian.
Yah begitulah yang Ayla dengar. Ia tidak mendengar percakapan mereka lebih lanjut karena kesadarannya mulai hilang. Perjalan ini cukup jauh, Ayla sampai mengantuk dan tanpa sadar, matanya mulai terpejam.
Ayla merasakan ada yang menepuk pundaknya, tapi ia menepisnya. Tapi tepukan itu makin terasa disertai dengan suara orang yang mencoba membangunkan Ayla dari tidurnya.
"Neng, bangun. Udah sampe, neng."
Ayla tau itu suara mang Ujang, supirnya.
Ayla membuka mata dan menatap sebuah rumah sederhana di depan mobil. Jangan bilang ini rumah yang akan ia dan Abian tempati, rumahnya kecil banget. Bahkan rumah bik Kokom jauh lebih besar dari ini.
"Kak Ay, ayo turun. Ini rumah kita," kata Abian.
"Yah, beneran mau tinggal di rumah ini?" Ayla merasa tidak yakin. Rumahnya saja begitu sederhana, tidak ada halaman luas atau balkon. Dilihat dari luar, rumahnya terlihat kotor. Ada teras dan kotak pos didepannya.
"Ayo, Sep! Bawa ke sini," titah Abian pada Asep.
Abian berdiri di teras rumah yang begitu kotor. Sementara Ayla masih mengerjapkan mata melihat bentuk rumah ini. Ayla berjalan pelan dan tiba didekat Abian. Tapi laki-laki itu malah pindah selangkah lebih jauh darinya.
"Makin aneh aja, ni anak." Ayla menggerutu dalam hati.
"Ini rumah kita?" Tanya Ayla tak percaya.
"Iya, ayo masuk!"
Sekali lagi Ayla mengamati rumah sederhana ini. Didalamnya kosong, sama sekali tidak ada perabotan apapun. Saat Ayla melihat kamar, alisnya bertautan. Kamarnya kecil banget. Bahkan kamar tidurnya dulu bisa tiga kali lipat lebih besar dari ini.
Ayla mengamati seisi rumah. Ada kamar mandi di dekat dapur. Kecil, tapi lumayan bersih. Dapurnya juga kecil dan belum ada kompor atau peralatan masak. Duh, Ayla meringis membayangkan bagaimana rasanya tinggal di rumah sederhana ini.
"Kak! Kak Ay!"
Didengarnya Abian memanggil namanya dari arah depan, cepat-cepat Ayla melangkah untuk menemuinya.
"Kenapa?" Tanya Ayla begitu ia sampai di ruang tamu.
"Ayo, kita harus pergi lagi."
"Kemana?"
"Beli perabotan rumah lah."
"Asep mana?"
Abian yang baru saja membersihkan tempat tidur kayu dengan sapu lidi itu menyeka keringat di dahinya. "Udah pulang, katanya mau bantuin ibunya di sawah," jawab Abian.
Akhirnya mereka pergi untuk membeli perabotan rumah dengan di antar mang Ujang ke sebuah pasar tradisional.
"Kenapa kita ke sini? Bukannya di mall lebih enak belanjanya?" Tanya Ayla lagi.
"Disini lebih murah. Lagian kualitasnya sama aja, kok. Kalau belanja di mall, nanti uangku gak cukup," jelas Abian.
"Aku punya uang tabungan, kita bisa beli apa aja yang kita butuhkan di mall, tapi bukan disini," ucap Ayla lagi. Satu-satunya alas an Ayla adalah karena ia tidak mau berada di pasar ini, lihatlah itu. Banyak tukang ikan dan pengemis yang meminta-minta.
Belum lagi harus berdesak-desakan dengan banyak orang, Ayla tidak mau mengalami hal semacam itu. Tau sendiri kalau pasar tradisional itu kotornya gimana, kan lebih baik ke mall yang ada di Garut sekalian. Bersih, nyaman juga belanjanya.
Abian menatap Ayla untuk pertama kalinya sejak kemarin, lalu berkata,"Aku suamimu, kan? Aku juga kepala keluarga, jadi aku yang harusnya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan kita." Sekarang nada bicara Abian mulai meninggi.
Ayla hanya terpaku melihat kedua bola mata Abian yang ternyata sedikit kecoklatan. Bahkan tanpa sadar Ayla tersenyum melihatnya.
"Udah gak usah di perpanjang, ayo!" Abian memutuskan kontak mata mereka lebih dulu. Entah kenapa dia terlihat gugup saat Ayla balik menatapnya.. Sekali lagi tingkah anehnya membuat Ayla gemas. Rasa ingin mencubit pipinya pun timbul.
Abian membeli perabotan rumah tangga seperti kompor, piring, gelas dan juga beberapa baskom. Sedangkan Ayla hanya mengikutinya dari belakang sambil membawa belanjaan yang ringan.
Setelah membeli perabotan, mereka kembali pulang ke rumah sederhana mereka dan mulai berbenah.
Tadi Abian sempat bertanya apakah Ayla bisa beberes rumah? Ya, Abian tau istrinya adalah putri sultan dari papanya, tapi semua pemikiran Abian terbantahkan. Buktinya Ayla bisa membantunya membersihkan rumah. Meski cuma nyapu dan nge-lap doang.