Baixar aplicativo
84.37% SUAMI YANG KU RINDUKAN / Chapter 27: TERASA BERAT

Capítulo 27: TERASA BERAT

"Shafiyah, aku tidak mengerti kenapa kita harus pulang secara diam-diam dan pulang naik mobil Ustadz Gibran? kenapa kita tidak pulang sendiri?" tanya Inayah dengan tatapan serius saat mengetahui dari Shafiyah kalau harus pulang sekarang bersama Ustadz Gibran.

"Inayah, bagaimana aku harus mengatakan padamu? Ustadz Yusuf sudah melarangku untuk tidak membuatmu cemas dan panik." ucap Shafiyah tidak tega melihat Inayah menjadi bertanya-tanya.

"Katakan saja Shafiyah, kalau aku tidak akan apa-apa. Aku tidak akan cemas atau panik." ucap Inayah dengan tatapan memohon.

Shafiyah menghela nafas panjang merasa bingung harus menceritakan atau tidak pada Inayah.

"Inayah." panggil Yusuf tiba-tiba datang bersama Ridwan dan Fajar.

Sontak Inayah dan Shafiyah menoleh ke arah Yusuf dan Ridwan.

"Ustadz?" sahut Inayah dengan wajah memerah bertemu lagi dengan Yusuf.

"Shafiyah, Alief, ayo... ikut denganku." ajak Ridwan pada Shafiyah dan Alief untuk memberikan kesempatan pada Yusuf dan Inayah bicara untuk terakhir kalinya sebelum Inayah pergi.

Shafiyah menganggukkan kepalanya kemudian bangun dari duduknya dan mengikuti Ridwan.

Sedangkan Fajar menggandeng tangan Alief agar tidak membuat keributan lagi.

"Inayah, kemarilah duduk di sini. Aku ingin bicara denganmu tentang hal yang penting." ucap Yusuf dengan tatapan tak lepas dari wajah Inayah.

"Ada apa Ustadz?" sahut Inayah berusaha menahan diri untuk tidak bertanya lebih dulu.

"Apa Shafiyah sudah memberitahumu kalau kamu pulang sekarang bersama Ustadz Gibran dan Ustadz Fajar. Maafkan aku, aku tidak bisa mengantarmu." ucap Yusuf dengan suara pelan.

"Memang ada apa Ustadz? apa terjadi sesuatu?" tanya Inayah dengan wajah serius.

"Anak buah Salimah mencarimu sampai ke sini. Mereka sudah mencurigai aku dan Ustadz Ridwan yang telah menolongmu. Sekarang mereka sedang mengawasi aku dan Ustadz Ridwan." ucap Yusuf menatap bening kedua mata Inayah yang sudah berkaca-kaca.

"Apa mereka akan menangkapku lagi Ustadz?" tanya Inayah dengan suara hampir tercekat.

"Jangan cemas, kamu harus tenang. Sebisa mungkin kita semua akan melindungi kamu. Kamu jangan pergi ke mana-mana untuk sementara waktu, tetaplah di dalam rumah Shafiyah." ucap Yusuf menatap penuh wajah Inayah.

"Aku tidak ingin kembali ke sana Ustadz, aku ingin menjadi wanita baik-baik." ucap Inayah mulai menangis lirih.

Yusuf menatap Inayah dengan dada terasa sesak. Ingin sekali memeluk Inayah untuk memberi ketenangan pada Inayah.

"Jangan menangis Inayah, untuk menjadi kekasih Yusuf kamu harus bisa kuat dan bersabar. Jangan menangis lagi." ucap Yusuf sambil memberikan saputangannya pada Inayah.

Inayah mengangkat wajahnya sekaligus menegakkan punggungnya saat mendengar ucapan Yusuf.

"Ustadz, apa yang Ustadz katakan barusan?" tanya Inayah dengan suara bergetar, sungguh hatinya tak percaya kalau Yusuf mengatakan dia adalah kekasih Yusuf.

"Kamu adalah kekasihku dari sekarang." ucap Yusuf dengan suara pelan menatap dalam kedua mata Inayah yang sudah mengalir deras air mata di pipinya.

"Ustadz, jangan katakan lagi hal itu. Aku tahu ini hanya sebuah mimpi. Ini hal yang tidak mungkin, aku tidak pantas menjadi kekasih Ustadz." ucap Inayah menangis tersedu-sedu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Inayah, kamu harus percaya apa yang aku katakan. Semua itu benar dan bukan sebuah mimpi. Berhentilah menangis." ucap Yusuf memberanikan diri membuka kedua tangan Inayah yang menutup wajahnya.

Di usapnya pelan air mata yang masih menetes di pipi Inayah.

"Sudah Inayah, jangan menangis lagi. Kamu harus bisa kuat dan bersabar. Masih banyak halangan dan ujian yang kita hadapi nanti. Kamu jangan takut, ada aku yang selalu di sampingmu." ucap Yusuf dengan suara pelan.

"Ustadz, berjanjilah padaku. Jika halangan kita adalah orang tua Ustadz, jangan pernah Ustadz memilihku. Aku tidak bisa melihat Ustadz melawan orang tua demi aku." ucap Inayah menatap dalam kedua mata Yusuf.

Yusuf membalas tatapan Inayah, bagaimana Inayah tahu halangan yang akan di hadapi.

"Ustadz, berjanjilah padaku." ucap Inayah dengan tatapan memohon.

"Maafkan aku Inayah, aku tidak bisa berjanji padamu. Aku telah memilihmu, aku memilihmu untuk bisa menjadi bagian dari keluargaku. Aku akan menghadapi ujian dan halangan itu." ucap Yusuf dengan sungguh-sungguh.

Air mata Inayah semakin mengalir deras, tidak tahu harus berkata apa. Perasaan di dalam hatinya campur aduk tidak bisa dia ungkapkan.

"Ustadz, jangan lagi memberi aku harapan. Aku tidak akan meminta apapun pada Ustadz. Biarkan semua mengalir di mana takdirku berakhir. Aku takut semua ini hanya sekedar harapan yang tak bisa aku raih." ucap Inayah sambil beberapa kali mengusap air matanya dan berusaha menenangkan hatinya agar tidak terbawa pada mimpi yang tak mungkin dia miliki.

Yusuf menghela nafas panjang, sangat memahami apa yang Inayah rasakan.

"Apapun yang kamu katakan, kalau itu bisa membuatmu tenang. Aku akan mendukungmu Inayah. Sekarang bersiaplah untuk pulang, Shafiyah sudah menunggumu di mobil Ustadz Gibran." ucap Yusuf dengan tatapan sendu. Sangat sulit untuk membuat hati Inayah percaya kalau semuanya benar-benar nyata adanya.

Segera Inayah bangun dari duduknya seraya mengusap air matanya yang tersisa.

"Ini saputangan Ustadz, Terima kasih." ucap Inayah sambil menundukkan wajahnya mengembalikan saputangan Yusuf.

"Bawalah Inayah, kamu bisa menyimpan dan memakainya di saat kamu mengingatku." ucap Yusuf dengan suara pelan.

Hati Inayah semakin meleleh, antara pikiran dan hatinya tidak bisa sejalan lagi.

"Ustadz." panggil Inayah seraya memeluk Yusuf dengan sangat erat.

Tubuh Yusuf tak bergerak di tempatnya. Dadanya terasa sesak melihat Inayah menangis dalam kesedihan.

"Aku percaya pada semua ucapan Ustadz, tapi aku takut. Sangat takut kehilangan Ustadz." ucap Inayah mengungkapkan perasaan takut yang ada di dalam hatinya.

"Percayalah padaku dan percaya pada Takdir Allah, Inayah. Bebaskan pikiranmu, semua akan berjalan seiring waktu membawamu padaku. Kamu percaya padaku kan Inayah?" ucap Yusuf membiarkan Inayah memeluknya untuk yang terakhir kali.

"Aku percaya padamu Ustadz, sangat percaya padamu." ucap Inayah seraya melepas pelukannya dengan wajah memerah.

"Apa sekarang kamu sudah merasa tenang Inayah?" tanya Yusuf seraya mengusap air mata Inayah yang tersisa.

Inayah menganggukkan kepalanya dengan perasaan malu.

"Alhamdulillah, sekarang kita temui Shafiyah ya." ucap Yusuf dengan tatapan dalam.

Kembali Inayah menganggukkan kepalanya sambil mengikuti langkah kaki Yusuf untuk menemui Shafiyah yang sudah menunggu di mobil Gibran.

"Ustadz Ridwan, di mana Ustadz Fajar?" tanya Yusuf saat tidak melihat mobil Shafiyah.

"Ustadz Fajar berangkat lebih dulu agar tidak membuat Darno curiga. Mobil Ustadz Gibran akan keluar bersamaan dengan mobil para santri." ucap Ridwan menjelaskan idenya.

Yusuf menganggukkan kepalanya setuju dengan apa yang di pikirkan Ridwan.

"Inayah, masuklah ke dalam mobil sekarang." ucap Ridwan pada Inayah.

Inayah menganggukkan kepalanya pada Ridwan, kemudian beralih menatap Yusuf dengan perasaan berat untuk meninggalkan.


Load failed, please RETRY

Status de energia semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Pedra de Poder

Capítulos de desbloqueio em lote

Índice

Opções de exibição

Fundo

Fonte

Tamanho

Comentários do capítulo

Escreva uma avaliação Status de leitura: C27
Falha ao postar. Tente novamente
  • Qualidade de Escrita
  • Estabilidade das atualizações
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo

O escore total 0.0

Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
Vote com Power Stone
Rank NO.-- Ranking de Potência
Stone -- Pedra de Poder
Denunciar conteúdo impróprio
Dica de erro

Denunciar abuso

Comentários do parágrafo

Login