Dengan segera Lisa menghubungi Charles. Tak menunggu lama panggilannya pun terhubung. "Pi, Sherly hilang," katanya panik.
"Iya, Mi, Harry sudah mengatakannya pada Papi. Dia sekarang sudah pulang ke rumah untuk menemui Lenna."
"Papi sekarang di mana? Apa benar Papi sudah mengatakan soal Jovita pada Tommy?"
"Papi di kantor, Mi. Benar, Papi yang mengatakannya pada Tommy dan ternyata tebakan Papi benar, Mi, wanita itu sengaja menghasut Sherly dan mengirim bukti-bukti itu pada Tommy."
"Iya benar. Tapi apa tujuannya, ya?"
"Itulah yang sedang Papi selidiki. Tadi pagi saat bertemu Andin, Papi bertanya soal teman wanita Tommy saat masa sekolah. Dan Papi menanyakan tentang Jovita padanya."
"Lalu apa katanya, Pi?"
"Pembicaraan kami terputus karena Ferry tiba-tiba datang. Tapi kalau dilihat dari ekpresi Andin saat Papi tanya tadi, sepertinya dia kenal pada Jovita. Dia bahkan sempat bertanya balik kalau Papi kenal juga pada Jovita. Nah, itulah yang ingin Papi tanyakan padanya sekarang ini."
"Memangnya Papi ketemu sama Andin di mana?" tanya Lisa.
Saat ini Charles sedang duduk di lobi kantor. "Di kantor, Mi. Ferry mereferensikan Andin untuk menjadi sekertaris pribadinya Pak Malik. Mereka sedang berada di dalam, jadi Papi sedang menunggu ini."
"Ya sudah, kabari Mami kalau sudah ada perkembangan. Mami akan menghubungi Tommy dulu. Hari ini dia akan pulang dan Mami khawatir dia akan semakin stres jika tahu kalau Sherly hilang."
"Tommy akan pulang? Kalau begitu biar nanti dia tiba di sini saja baru kita bicarakan masalah ini. Sebaiknya kita jangan dulu bilang padanya kalau Sherly hilang."
"Mami juga sependapat, Mi."
"Ya sudah, nanti Papi kabari lagi. Andin sudah keluar. Papi harus bicara dulu dengannya."
Setelah Lisa menutup panggilannya, Charles segera berdiri untuk menghampiri Andin dan Ferry. "Bagaimana, apa Pak Malik menerimanya?" tanya Charles basa-basi.
Ferry tersenyum lebar. "Pak Malik justru balik bertanya, apa anakku sudah siap untuk mulai bekerja besok?"
"Wah, selamat kalau begitu. Om harap kau tidak akan mengecewakan Pak Malik dan ayahmu, Andin. Sama seperti Tommy yang selalu membuatku bangga."
Ferry merangkul Andin. "Benar, kau harus mencontohi Tommy. Dia adalah salah satu kontraktor kesayangannya Pak Malik, lho."
Andin tersipu malu. "Andin akan berusaha, Pa, Om. Andin janji akan membuat kalian semua bangga pada Andin."
Charles dan Ferry sama-sama tersenyum. "Kalau begitu, kita harus merayakannya. Bagaimana kalau kita makan siang bersama?" tanya Ferry pada Charles.
Charles pun tak menolak. Dengan cepat ia mengangguk setuju saat Ferry melontarkan tawaran itu. Sambil berjalan ke luar gedung, ia tampak berpikir, "Apa sebaiknya aku jujur pada Ferry dan Andin soal masalah ini? Lagi pula mereka juga sudah seperti keluarga. Dan siapa tahu mereka bisa membantu." Dengan keputusan yang sudah diambilnya, Charles pun mulai bertanya-tanya soal Jovita saat mereka sudah di dalam mobil. Ferry tadi mengajak Charles agar naik di mobilnya. Dia melarang lelaki itu menyetir sendiri.
"Jovita siapa, Charles?" tanya Ferry sambil menyetir.
Andin yang duduk di bangku belakang sendirian terus bertanya-tanya dalam hati, "Kenapa dari tadi Om Charles terus menanyakan Jovita? Apa yang sebenarnya yang ingin diketahui Om Charles, ya?" Matanya menatap sisi samping wajah Charles saat lelaki itu menghadapkan wajah pada Ferry.
Ferry tanpa sengaja menangkap pandangan Andin dari kaca spion. "Andin, apa kau yakin Tommy tidak punya teman wanita bernama Jovita," tanya Ferry kemudian mengalihkan pandangannya pada Charles, "Memangnya kenapa, Les? Sepertinya dia sangat penting sekali."
Tepat di saat itu, Ferry menepikan mobil di bahu jalan. Charles keluar dari mobil lebih dulu, lalu di susul Ferry dan Andin. Kedua lelaki itu berjalan lebih dulu memasuki restoran yang suasananya terbuka. Sementara Andin, mengekor di bekakang dengan pikiran bertaut tentang gadis yang disebut-sebut Charles bernama Jovita. "Apa jangan-jangan yang dimaksud Om Charles adalah Jovita temanku? Tapi apa hubungannya dengan Tommy, toh mereka tidak saling kenal?"
Setelah mereka sudah mendapatkan kursi, Ferry pun mulai memesan makanan untuk makan siang. Ia memesan beberapa menu utama terbaik di restoran itu. Ada kepiting lada hitam, kakap goreng tepong saus salad, bobara rica-rica, juga kakap pepes. Ferry juga memesan dua macam sayuran, yaitu pakis bunga pepaya dan kangkung cah. Menu-menu itu sengaja di pesannya, karena siapa tahu Charles atau Andin ingin mencobanya. "Aku es kelapa muda ya, Mbak," kata Ferry pada pelayan wanita yang sedang berdiri tepat di sampingnya.
"Baik, Pak. Kalau Bapak dan Nona ini apa?" tanya si pelayan ramah.
"Samakan saja dengan Babak yang ini," sahut mereka bersamaan.
Si pelayan pun tersenyum kemudian pamit untuk menyiapkan pesanan mereka. Ferry sengaja mengambil posisi di luar ruangan agar mereka lebih santai sekaligus bisa menikmati udara sejuk. "Memangnya ada apa dengan Jovita?" Ferry memulai.
Pertanyaan itu membuat Andin spontan menatap Charles dan berkata, "Waktu jaman SD sampai SMA, setahu aku Tommy tidak punya teman wanita yang bernama Jovita, tapi aku tidak tahu setelah kuliah. Karena saat itu kan Tommy sudah di luar kota dan komunikasi kami tidak lancar."
Charles menatap Ferry dan Andin secara bergantian. "Herannya, saat aku tanya Tommy, ternyata dia juga tidak kenal dengan gadis bernama Jovita." Ia sengaja melontarkan perkataan itu untuk memancing keingintahuan Andin. Dan ternyata berhasil, Andin semakin penasaran.
"Memangnya gadis bernama Jovita itu kenapa, Om?"
"Dia membuat masalah," jawab Charles.
"Membuat masalah. Masalah apa, Om?" Spontan pertanyaan Charles memicu keingintahuan Andin. Ia terkejut dan langsung terbayang pada Jovita yang merupakan temannya, yang selama ini ia tahu akan membuat dirinya kembali pada Tommy.
Charles pun jujur. Sebagai pihak laki-laki ia sebenarnya tidak akan merasa malu, tapi demi menjaga nama baik keluarganya dan pihak dari Sherly, ia harus merahasiakan masalah ini. Namun percuma, Ferry dan Andin terus mendesaknya agar mau mengungkapkan apa alasan lelaki itu ingin mencari tahu tentang Jovita.
Apalagi Andin, ia terus melontarkan pertanyaan yang semakin membuat Charles yakin kalau mereka pasti bisa membantunya untuk mengungkapkan siapa Jovita itu. Mimik wajah Andin dan nadanya sudah cukup buat Charles untuk percaya bahwa Andin tahu tentang Jovita. Tapi sikap keras Andin yang tak mau mengakui mempunyai teman bernama Jovita membuat Charles semakin terpicu dan akhirnya mengucapkan semua masalah yang terjadi.
"Aborsi? Kenapa bisa dia sebodoh itu?" kata Andin dengan nada terkejut, "Apa ini yang dimaksud Jovita tadi padaku? Bahwa akan ada kejutan besar yang menantiku," pikirnya.
"Tapi dari mana kau tahu kalau gadis itu bernama Jovita?" tanya Ferry yang tak kalah kaget.
"Sherly sendiri yang sudah mengakuinya. Kata Tommy juga dia mendapatkan kiriman video saat Sherly sedang aborsi. Dan yang semakin parah, Sherly sekarang hilang. Aku yakin itu pasti perbuatan Jovita. Dia sengaja melakukan semua ini agar Tommy dan Sherly tidak jadi menikah," tutur Charles.
"Kau perlu bantuan? Aku bisa menyuruh orang suruhanku untuk melacak di mana keberadaan Sherly."
"Tentu saja. Kata Lisa Tommy akan pulang hari ini juga, tapi dia belum tahu kalau Sherly hilang. Aku berharap dia bisa sabar menghadapi cobaan ini. Tapi aku masih penasaran tentang Jovita, apa maksudnya untuk melakukan ini semua, sementara Tommy sendiri tidak mengenalnya."
"Kau yakin nama gadis itu Jovita? Mungkin saja dia pakai nama samaran," kata Ferry.
"Entalah, tapi pengakuan Sherly seperti itu. Gadis itu katanya bernama Jovita."
Ferry menatap Andin. "Sayang, bukanny teman dekatmu bernama Jovita?"
zet!
Andin terkejut. "Iya benar, tapi dia tidak mengenal Sherly maupun Tommy, Pa. Dia teman kampusku."
Entah kenapa Charles merasa ada sesuatu yang mengetuk hatinya saat mendengar pengakuan Andin. "Boleh Om bertemu dengannya? Maaf, bukannya Om menuduh itu dia, karena nama Jovita di dunia ini banyak. Om hanya ingin memastikan saja."
"Baik, Om. Aku akan membuat janji nanti dengannya agar Om bisa bertemu dengannya."
"Baiklah, terima kasih banyak. Tapi sebaiknya kita tunggu sampai Tommy pulang, agar kita bertemu dengannya bersama Tommy juga."
"Baik, Om," katanya pelan. Entah kenapa tiba-tiba Andin merasa kalau itu perbuatan Jovita temannya. Pikirannya melayang. "Ya ampun, jika itu benar perbuatan Jovita, itu berarti dia akan mengakui kalau ini semua demi aku. Tidak! itu tidak boleh terjadi. Pasti bukan Jovita dia. Itu pasti Jovita lain."
Continued___