Baixar aplicativo
4.5% Jangan panggil aku Pelacur / Chapter 11: Bertemu keluarga besar Deka

Capítulo 11: Bertemu keluarga besar Deka

Bertemu keluarga besar!

Memang sangat mudah untuk seseorang itu berucap, namun sebagai pelakunya itu akan sangat sulit untuk melakukannya.

Masa remaja yang akan menjadi taruhannya, siapa sih yang tidak ingin memiliki masa remaja yang menyenangkan? Pasti itu dambaan setiap orang bukan.

Namun pasti ada juga yang mngalami masalah hingga membuat masa remajanya justru menjadi masa-masa yang pahit di dalam hidupnya.

"Apa iya gue harus nikah dengan pria jahat, gila, dan brengksek itu?" tanya Fanya dalam hati.

Deka di mata Fanya memanglah pria jahat yang semua keinginannya harus terpenuhi. Pria jahat yang seenaknya saja mengambil keputusan tanpa pernah memikirkan pwrasaan orang lain.

"Tapi yang di bilang sama Lisa itu ada benarnya juga sih, persetan dengan masa remajaku saat ini. Besok kalau gue udah bebas gue bisa kuliah ke luar negri dan melupakan masa lalu gue di sini," ucap Fanya.

Gadis itu saat ini tengah berada di dalam kamarnya dan sedang merias dirinya dengan make up yang natural.

Malam ini ia akan di ajam Deka untuk ke rumah mamanya lagi. Kali ini bukan untuk berpura-pura sebagai pacarnya melainkan untuk membahas rencana pernikahannya dengan Deka.

"Siap gak siap harus siap," ujar Fanya.

Deka masuk ke dalam kamarnya dengan jas malah yang tetlihat sangat mengkilap.

Dengan penampilan seperti itu pesona ketampanan Deka semakin terlihat.

Namun tidak buat Fanya, baginya Deka tetap saja pria jahat yang memaksakan kehendaknya.

"Wow, sedikit terlihat cantik!" puji Deka dengan serigainya.

Pria itu merasa sangat puas sekali karena sudah berhasilmembuat Fanya tunduk pada keinginannya.

Baginya tidak boleh ada yang berani menolak keinginannya apalagi hanya gadis kecil seperti Fanya.

"Sudah siap, ayo kita sudah di tunggu oleh keluarga besar saya!" ajak Deka.

"Baiklah," sahut Fanya.

Ia hanya bisa pasrah dengan takdirnya saat ini, karena untuk meminta bantuan pada ibunya itu sangat tidak mungkin.

Dia bahkan sudah di usir dari rumahnya jadi tidak mungkin ibunya itu akan membantu masalahnya.

"Aku harap kamu bisa menepati janjimu ketika aku nanti sudah memberikanmu ketirunan," ujar Fanya tiba-tiba.

"Tenang saja, kamu tidak perlu serisau itu karena sudah pasti saya akan menepati janji saya," jawab Deka.

Mobil yang Deka kendarai kini sudah melesat ke jalan raya. Jarak dari rumahnya menuju rumah sang mama memanglah luamayan jauh, jadi Deka harus mengemudi dengan kecepatan yang lumayan tinggi agar cepat sampai.

Di sampingnya Fanya ketakutan dan terus memilin bagian bawah dresnya. Gadis itu tidak biasa menaiki mobil degan kecepatan demikian.

"Kenapa? Kamu takut?" tanya Deka yang sudah memelankan mobilnya.

"Jelas aku takut, dan saya juga masih ingin hidup. Masih banyak impian yang harus ku gapai," sahut Fanya.

"Cihhh, bahkan sebentar lagi kau akan menikah? Lalu impian seperti apalagi yang akan kau kejar?" tanya Deka.

"Setiap orang pasti punya impian bukan, dan persoalan tentang impian aku kamu gak perlu tau dan ikut campur," tegas Fanya.

"Oke-oke, saya tidak akan ikut campur. Bagi saya kamu bisa memberikan saya ketirunan itu sudah lebih dari cukup," ujar Deka.

Memjadi ibu di usia remaja itu jelas jauh dari ekspetasi Fanya. Namun kenyataan kini menamparnya. Dan mau tidak mau Fanya harus mau.

"Semoga setelah ini semua akan selesai,gue bisa memjalani kehidupan gue yang normal kembali tanpa tekanan dari pria itu," ujar Fanya dalam hati.

Mereka kini telah samapai di kediaman mama Deka.

Fanya pun langsung di sambut oleh beberapa pelayan yang menuntunnya untuk masuk ke dalam Rumah besar yang sudah seperti istana bagi Fanya.

"Sumpah demi apa pun rumah ini seperti istana di negeri dongeng," ucap Fanya.

"Jangan katrok kamu ya," bisik Deka.

Deka mendengar ucapan Fanya memuji rumah sang Mama.

"Apaan sih, aku cuma ngomong aja kali," ketus Fanya.

"Silahkan duduk Fanya ya?" tanya Mama Deka.

"Iya Tante, saya Fanya." Gadis itu menjawab dengan begitu sopan.

"Kamu jangan malu-malu ya di sini kita semua itu sudah menjadi keluargamu. Sebentar lagi kan kamu akan menjadi bagian dari kami," ucap mama Deka.

"Iya Tan, Fanya sangat terharu sskali karena keluarga Mas Deka semuanya baik pada Fanya," sahutnya.

"Saya juga sangat berterimakasih sekali padamu, karena berkat kamu Deka mau menikah juga akhirnya. Mama itu mengira kalau Deka itu akan menjadi perjaka tua karena teman-teman seusianya bahkan sudah mau punya anak 2," jelas Mama Deka. "Oh ya, jadi tanggal pernikahan kalian sudah Mama tentukan. Kalian akan menikah minggu depan ya, Mama itu sudah tidak sabar mau menimang cucu."

"Iya Tan, Fanya ngikut saja!" jawabnya.

"Jangan panggil tante dong, saya kan sebemtar lagi akan menjadi mama kamu," ucap mama Deka.

"Iya Ma," sahut Fanya.

Keluarga Deka begitu hangat memperlakukan Fanya. Dan itu semua sangat membuat Fanya terharu.

Bagaiamana mungkin nantinya Fanya dan Deka itu hanya akan bercerai setelah lahirnya keturunan Deka. Ia sangat yakin sekali kalau keluarga Deka pasti akan sangat kecewa.

"Ingat ya, jangan kamu fikir karena ssmua keluarga saya itu baik sama kamu ituembuat kamu berfikiran terlalu jauh. Pernikahan ini tetap saja hanya di atas kertas," tegas Deka.

"Hmm, yaa!" sahut Fanya.

Gadis itu menjadi geram sendiri. Lagian juga siapa yang berfikiran terlalu jauh, menikah dengan Deka saja itu sudah merupakan musibah untuk Fanya.

"Sudah turun kamu, saya mau langsung pergi!" pinta Deka.

"Mau kemana emangnya?" tanya Fanya.

"Kamu gak perlu tau, dan jangan suka kepo sama urusan saya," tegas Deka.

Karena sakit hati dengan ucapan Deka, akhirnya Fanya keluar dari dalam mobil Deka.

Gadis itu berlari masuk ke halaman rumah Deka yang sudah di buka oleh satpam di rumah itu.

"Apakah iya kalau gue itu gak pantas bahagia. Apakah selamanya gue itu hanya akan di pandang rendah seperti ini," ucap Fanya di sela-sela tangisnya.

"Tidak ada yang akan terlihat bahagia dan baik-baik saja ketika harga dirinya di rendahkan"

Fanya masuk ke dalam kamarnya dan langsung membanting tubuhnya di atas ranjang.

Hatinya terasa berdenyit nyeri sekali, rasanya Fanya ingin menyerah saja dengan keadaanya ini.

Namun ketika Fanya berfikiran seperti itu, ia ingat kembali dengan penyemangatny yaitu Lisa dan juga Maya.

Kedua sahabatnya itu selalu memberikan semangat yang penuh kepada Fanya.

"Enggak, gue gak boleh nyerah. Gue yakin kok kalau gue itu pasti bisa," ujar Fanya.

I hapus sisa-sisa air matanya kemudian bangkit dari tidurnya. Fanya mengambil baju tidurnya yang berada di dalam almari.

"Impian gue masih jauh dari jangkauan gue, dan gue harus tetap mengejarnya bagiamana pun caranya," ucap Fanya.


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C11
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login