Di pagi hari, Denok bercerita kepada Tama tentang Pangeran Lingga. Ia mengatakan bahwa Pangeran Lingga adalah Putra Mahkota dari kerajaan yang berdampingan dengan wilayah kekuasaan Prabu Sanjaya. Mereka dijodohkan untuk mempererat hubungan diplomasi kedua kerajaan tersebut. Namun sayangnya Putri Kirana mendapatkan kutukannya terlebih dahulu sebelum ia sempat bertemu dengan Pangeran Lingga. Sehingga semua penghuni Villa pun tidak pernah melihat wajah Pangeran Lingga.
"Oh jadi begitu ceritanya. Tapi apakah Putri tertarik dengan Pangeran Lingga?", tanya Tama.
"Tidak, namanya juga pernikahan politik. Tentu tidak ada cinta diantara mereka", jawab Denok.
"Syukurlah"
"Eh, maksudnya? kok syukurlah?"
"Oh itu maksudku, jika Putri menyukai pria itu, pasti Putri sangat sedih".
"Oh.. gitu"
Denok berkata di dalam hatinya: "Bilang aja cemburu, susah banget sih"
Setelah selesai meletakkan sarapan Tama diatas meja, Denok pun keluar dari kamar Tama.
Denok berjalan menuju dapur, sesampainya di dapur, Kirana datang ke dapur untuk meletakkan peralatan makannya karena ia telah menghabiskan sarapannya pagi itu.
"Loh Putri, kok dibawain sih piringnya. Biar Denok aja yang ambil"
"Gak apa - apa, lagi pula aku lagi santai"
Tiba - tiba, Denok teringat pertanyaan Tama mengenai Pangeran Lingga. Ia pun menceritakannya pada Kirana.
"Pangeran Lingga?"
"Iya Putri, tadi mas Tama nanyain tentang Pangeran Lingga"
"Kenapa Tama bisa dapat mimpi tentang masa lalu ku ya. Sebal, aku bahkan tidak pernah memimpikannya".
Kirana kembali ke kamarnya. Ia membuka beberapa laci dan sepertinya sedang mencari sesuatu. Dan akhirnya ia pun menemukannya. Ternyata ia menyimpan surat dari Pangeran Lingga yang dulu dilemparkan ke danau tempat dimana Villa Putri berada.
"Pangeran Lingga. Aku tak mengerti maksud dari surat ini, tapi dia tidak mungkin jatuh cinta padaku, karena kita tidak pernah bertemu".
Setelah itu, Kirana membuka laci yang lainnya. Disana ada surat dari Jendral John Willem. Saat ia membuka surat itu, tanpa sadar ia meneteskan air matanya. Ia segera memasukan kembali surat itu kedalam laci, lalu menutupnya. Kirana mengusap air mata nya.
"Mood ku seketika rusak".
Tiba - tiba hand phone nya berdering pertana ada chat masuk di handphone Kirana. Kirana memang memiliki hand phone pribadi yang terdapat kekuatan sihir di dalamnya sehingga tahan terhadap air.
Ternyata Devan yang mengirim chat untuk mengajak Kirana makan siang bersama. Devan mengatakan bahwa ia ingin mewawancarai Kirana tentang kehidupan misteri siluman ular untuk ia jadikan sebagai bahan program acara TV nya.
Karena Kirana pun butuh hiburan, ia langsung menerima ajakan Devan. Ia mulai bersiap - siap, lalu pergi keluar dari kamarnya.
Tama yang sedang menyapu halaman menjadi terkejut melihat Kirana yang sudah berpakaian rapih. Ia bertanya - tanya di dalam hati, hendak pergi kemana kah Kirana kali ini. Tama berlari mengejar Kirana hingga ke tepi danau, ternyata disana sudah ada Devan yang menunggunya. Devan datang dengan mobilnya.
Tama melihat Kirana memasuki mobil Devan, tetapi ia tidak memanggil Kirana dan Devan, ia malah bersembunyi dibalik pohon.
"Kirana, itu pelayanmu lagi ngumpet di balik pohon", kata Devan.
"Ah, biarkan saja. Paling juga nanti sore dia kabur ke Jakarta".
Devan pun mulai melaju mobilnya dan meninggalkan Tama. Tama merasa sangat kesal hingga ia memukuli pohon dengan kepalan tangannya hingga memar.
"Sial, kurang ajar si Devan! Play boy sih Play boy, tapi masa bos gue di embat juga! Ini gak bisa dibiarin, gue harus ikutin dia".
Devan dan Kirana sudah sampai di sebuah restoran. Mereka berduapun sudah memesan makanan. Kirana bertanya apa yang ingin Devan tanyakan padanya, lalu Devan meminta Kirana untuk menghabiskan makanan lebih dulu, Ia akan mengajak Kirana ke Ruang meeting di kantornya.
"Loh kenapa gak sekalian disini saja, memangnya anak baru seperti kamu punya banyak waktu luang?", tanya Kirana
"Oh, tenang saja. Lagi pula, malas kalau kita lama - lama disini", bisik Devan.
"Hah, emang kenapa?"
"Tuh, dibalik jendela, ada hantu kepo yang ngintilin kita", kata Devan sambil melirik ke arah Tama yang sedang bersembunyi di balik jendela.
"Aishh,, anak itu lagi. Mood ku jadi hancur begini, ayo cepat habiskan, kita ke kantor mu sekarang!"
Kirana dan Devan memakan makanan mereka dengan cepat, sementara Tama hanya bisa mengintip mereka dari jendela. "Duh, jadi lapar", katanya sambil melihat luka memar ditangannya. Ternyata arwahpun bisa terluka meski tidak terlihat oleh manusia.
Setelah selesai menghabiskan makanan mereka, Devan pergi ke kasir untuk membayar makanan yang mereka makan. Sementara itu Kirana menemui Tama dan memarahinya. Kirana meminta Tama berhenti untuk mengikutinya karena Kirana sedang ada proyek dengan Devan. Tetapi Tama bersih keras melarang kirana dan mengatakan bahwa Devan adalah lelaki paling playboy yang ada di kampusnya.
"Aku tidak perduli, lagi pula apa perdulimu terhadapku? Meskipun aku bersama Devan, tidak ada untung dan ruginya untuk kamu!", tegas Kirana.
Setelah berkata seperti itu kepada Tama, Kirana kembali pergi bersama Devan. Tama berbalik badan dan memukul - mukul dadanya.
"Aku perduli dengan Putri, aku ingin Putri bahagia".
Devan dan Kirana sudah jauh meninggalkan Tama. Tama berjalan dengan lesu hingga sampai di Villa. Melihat Tama yang begitu lemas, Limbur mengatakan apa yang terjadi. Kemudian Tama hanya menjawab.
"Ini salahku yang memperkenalkan Putri padanya"
Kemudian Tama terus berjalan tanpa menghiraukan Limbur.
"Wei mas! apanya yang dikenalkan? Mas,, hei tunggu dulu".
Denok melihat Limbur yang sedang berteriak memanggil Tama, dan seketika rasa penasarannya pun muncul tak terbendung. Ia berjalan dengan cepat sambil membawa bakul cucian ke pos satpam.
"Hei, Limbur! Itu apa yang terjadi?"
"Walah.. Biasa kisah kasih di sekolah,, Eh.. Di Villa! hihihi"
"Huh, pria jaman sekarang! Apa kita perlu bertindak mbur?"
"Bertindak apa? Kamu jangan aneh - aneh, nanti dimarahin Putri".
****
Kirana dan Devan kini sudah berada di ruang meeting. Devan pun mulai mewawancarai Kirana.
"Jadi, bagaimana kisah hidup siluman ular?", Tanya Devan.
"Mungkin aku berbeda dengan siluman yang lainnya, tetapi setau aku mereka hidup normal layaknya manusia"
Kirana menjelaskan pada Devan, tentang kehidupan para siluman ular. Beberapa siluman ular yang dikenal oleh Kirana adalah siluman yang memang terlahir sebagai siluman ular. Mereka tidak ada bedanya dengan manusia, mereka juga menikah dan punya anak. Namun yang berbeda hanyalah dunianya. Manusia dan para siluman hidup berdampingan tetapi dalam dunia yang berbeda.
"Lalu apakah di alam siluman ular, ada pasar dan mall juga?"
"Wah, jangan salah, Di dunia mereka bahkan ada bandaranya!"
"Wah menarik sekali"
"Apa kau ingin melihatnya?", ajak Kirana.
"Boleh, tapi kalau bisa pas aku libur kerja"
"Gampang, itu bisa diatur".
Devan menyelesaikan wawancara hari ini dengan Kirana. Kirana pun dipersilahkan untuk keluar dari ruang meeting, lalu Devan mengantarnya hingga ke lobby. Tidak sengaja, Erick si bule yang mirip Jendral John Willem itu melihat Kirana dan Devan dari kejauhan.
"Wah, anak baru itu. Sudah mulai mengajak pacarnya ke kantor di jam kerja".
Kirana berbeda dengan Tama. Tama adalah arwah yang telah meninggal sehingga ia sama seperti arwah lainnya yang tidak dapat dilihat manusia. Sementara Kirana adalah seorang manusia yang dikutuk menjadi siluman ular, sehingga ia bisa menjelma menjadi manusia kapan pun dan bisa dilihat oleh manusia. Sedangkan Tama, meski ia memiliki kekuatan sihir, ia hanya bisa berubah menjadi manusia hanya di malam hari.
Setelah Kirana meninggalkan kantor Devan, Devan kembali ke ruang kerjanya. Tiba- tiba Erick datang menemuinya dan memintanya untuk datang ke ruangannya dengan segera.