Baixar aplicativo
8.88% MI VOLAS VIN (I Want You) / Chapter 46: MI AMAS VIN

Capítulo 46: MI AMAS VIN

Leonardo melepaskan seluruh pakaiannya di depan Jasmine. Memamerkan tubuhnya yang kekar dengan hiasan tato kepala singa. Jasmine hanya mampu pasrah. Menikmati persatuan yang perih dan panas itu dengan campuran air mata, yang meleleh turun tiap kali ia memejamkan matanya menahan hentakan pinggul Leonardo menghujam masuk ke dalam tubuhnya.

"Jes, Baby. Mi amas Vin!!" (Ya sayang, aku mencintaimu.)

"Argh ...," lengguh Jasmine.

"Oh, Baby. I love your voice." Leonardo menghentakkan tubuhnya semakin cepat. Masuk lebih dalam dan lebih bertenaga. Membuat Jasmine mengerang, meremas kain sprei sanpai kusut.

"Beg for more, Baby!! Say it!!" Leonardo menggenggam pergelangan tangan Jasmine, menyuruh wanita itu memohon kepadanya. Memohon atas permainan yang lebih kasar dan intim.

"Tidak, Leon!! Jangan!! Belum genap 40 hari aku kehilangan suamiku! Kenapa kau sudah membuatku menjadi wanita yang hina?!" Jasmine menjerit, ia menolak untuk mengkhianati mendiang suaminya.

Tubuh liat Leonardo mengangkat tubuh Jasmine, mendudukkan wanita itu ke atas pangkuannya. Jasmine melemas, lelah karena permainan mereka. Leonardo memeluk tubuh Jasmine, masih dalam posisi saling menyatu, pria itu meremas rambut Jasmine sampai wanita itu sedikit mendongak.

Leonardo mendekatkan wajahnya, berucap dengan nada penuh penekanan pada telinga Jasmine. "Sudah mati pun kau masih tak bisa melupakannya dan menerimaku?! Apa yang kau harapkan dari tubuh yang sudah membusuk di dalam tanah itu?"

"Hiks," isak Jasmine, ia terjatuh dalam pelukan Leonardo begitu tangan penuh otot lencir yang mengkilat karena peluh melepaskan rambutnya.

Leonardo mencoba mengendalikan bahunya yang naik turun karena menahan rasa marah. Kenapa selalu saja wanita ini menangis saat mereka bersetubuh? Kenapa wanita ini selalu menolak dengan alasan yang sama? Suaminya?! Tidakkan wanita ini tahu bahwa Leonardo jauh lebih tulus dalam mencintainya bila dibandingkan dengan lelaki itu.

Lagi-lagi, bahkan setelah menghilang dari muka bumi pun wanita ini masih terus menangis dan mengingatnya. Membuat Leonardo kelimpungan karena tak kuasa menahan ego dan rasa cemburu.

"Apa yang harus aku lakukan padamu, Baby! Kau selalu tak pernah memberiku pilihan, kau selalu membuatku memperlakukanmu dengan kasar!!" Leonardo memeluk Jasmine. Membiarkan Jasmine menangis di atas pundak kokohnya.

Jasmine terdiam, ia mencoba menenangkan diri. Samar-samar aroma parfum mahal milik Leonardo tercium. Aroma yang sporty dan maskulin, apa komposisinya? Musk? Amber? Spice? Woody? Entahlah, bau itu cukup menenangkan bagi Jasmine.

"Kenapa kau mencintaiku?" tanya Jasmine.

"Kenapa kau mencintai suamimu?" tanya Leonardo, tangannya mengelus rambut hitam Jasmine yang sedikit lepek karena keringat.

"Itu hal yang berbeda!" sahut Jasmine.

"Apa yang berbeda? Cinta tetaplah cinta. Mau siapa pun, dari kalangan mana pun, apapun warna mata dan kulitnya, cinta tetaplah cinta. Rasanya sama," tukas Leonardo.

Tangkas, Leonardo memutar tubuh Jasmine kembali rebah di atas kasur.

"Bencilah aku bila itu membuatmu bisa terus mengingatku, Jasmine. Sebesar apapun kebencian di dalam hatimu, aku tetap akan mencintaimu." Leonardo melanjutkan permainan mereka yang sempat tertunda. Menyemburkan benih cinta ke dalam hangatnya rahim Jasmine.

oooooOooooo

Apa itu cinta bagi Leonardo?

Benarkah Leonardo mencintainya?

Benarkah pria kejam, dingin, dan arogant itu tulus ingin membagi kasih dengannya?

Benarkah hal itu bukan hanya permainan semata Leonardo, atau mungkin hanya seberkas rasa penasaran yang timbul karena tak kunjung bisa memiliki Jasmine?

Jasmine belum percaya Leonardo punya perasaan cinta kepadanya. Bukan hanya karena sikapnya yang selalu memaksakan kehendak sampai membuat Jasmine sakit hati, namun juga karena riwayat Leonardo yang suka gonta ganti wanita. Mungkin Jasmine hanyalah wanita sepintas lalu Leonardo. Yang tak mungkin mengisi ruang penuh di dalam hatinya yang dingin.

Jasmine bukan wanita kaya, berkuasa, atau terkenal. Kecantikkannya pun relatif, banyak wanita bisa menjadi cantik hanya dengan bermodalkan uang untuk membeli make up. Lantas kenapa Leonardo, pria yang berkuasa dan punya segalanya malah memilih Jasmine?

Ia bahkan tak melepaskan Jasmine, tidak sampai bunga itu benar-benar menyerahkan dirinya dalam penunduhkan penuh. Berjalan masuk ke dalam pelukkannya dengan suka rela.

Leonardo menghalangi siapa pun membeli rumah Jasmine, tak ada pembeli dan itu artinya hidup Jasmine mulai mentok. Leonardo bahkan mengancam menutup semua perusahaan tempat Jasmine melamar kerja bila menerima wanita itu. Sisa uang peninggalan Rafael sudah habis total, tak ada sepeser pun di dalam tabungan atau pun dompet Jasmine. Wanita itu terpaksa menyerah.

Jasmine juga pernah ingin kabur, tapi semakin ia mencoba untuk melarikan diri, semakin Leonardo mengekangnya. Pria itu terlalu posesif, obsesinya terhadap Jasmine sangat kuat dan tak terbendung. Kalau Jasmine mencoba bunuh diri maka Leonardo mengancam akan membunuh keluarganya. Bila Jasmine mencoba menolak berhubungan badan maka Leonardo juga akan mengancam akan membunuh keluarganya. Hubungan mengerikan dengan Leonardo berjalan hampir satu bulan. Jasmine muak, perlahan wanita yang ceria dan penuh semangat itu kehilangan ekspresinya, menjadi wanita pendiam dan sering menangis.

Leonardo memenjarakan Jasmine di dalam rumahnya. Pria itu juga mengirimkan sejumlah uang pada ibu dan adiknya di kampung. Tidak banyak, Jasmine meminta kepada Leonardo agar memberi mereka uang secukupnya, jadi keluarganya di desa tidak akan curiga kepadanya.

Pagi itu hujan turun dengan deras, membuat pagi yang biasanya cerah menjadi suram. Jasmine terbangun dari tidurnya saat tiba-tiba dorongan rasa mual begitu terasa menghantam perut. Jasmine berlari cepat ke kamar mandi.

"Hoek!! Hoek!!" Jasmine memuntahkan semua isi perutnya pagi ini. Selang dua bulan pasca kematian Rafael. Leonardo selalu menghampiri Jasmine saat ia membutuhkan wanita untuk menghangatkan ranjangnya. Hampir setiap hari Leonardo memaksakan kehendaknya atas tubuh indah Jasmine.

"Baby!! Kau baik-baik saja?" tanya Leonardo, ia menepuk punggung Jasmine agar merasa lebih nyaman.

"Perutku mual sekali. Aku ... hoek!!" Jasmine muntah lagi, badannya merasa lemas. Jasmine terduduk di depan closet, lungkrah, tak berdaya, ia merasa sangat lesu.

"Kita harus ke rumah sakit!" Leonardo menggendong Jasmine. Membopong tubuhnya yang semakin hari terlihat semakin kurus.

"Lepaskan aku, Leon! Aku tak mau ke rumah sakit. Biarkan aku menderita!!! Biarkan aku mati!" Jasmine menangis dalam dekapan  Leonardo.

"Sudah aku bilang, kau bisa membenciku!! Tapi aku tak akan pernah melepaskanmu. Lagi pula bila kau mati, aku juga akan membunuh keluargamu dan menguburkan kalian bersama." Leonardo mempererat gendongannya, tubuh Jasmine semakin hari semakin terasa ringan. Sebenarnya Leonardo mulai khawatir, ia ingin membawa Jasmine ke rumah sakit, namun wanita itu selalu menolaknya. Kini, saat tubuhnya lemas, tak ada lagi alasan untuk menolak untuk menemui seorang dokter.

"Carl siapkan mobil. Suru sopir mengantarkanku ke Rumah Sakit milik Ana." Perintah Leonardo langsung dituruti oleh kepala pelayan.

Tak lama mobil membawa tubuh lemas Jasmine dan Leonardo ke rumah sakit milik keluarga Wijaya yang dikelola oleh anak perempuannya, Alexiana. Leonardo melewati jalur khusus yang hanya bisa dilalui oleh keluarga Wijaya.

"Ini Darurat!! Panggilakan Kakakku sekarang!!" Leonardo berteriak keras pada salah satu suster yang mendorong ranjang Jasmine.

"Ba—baik, Tuan."

"Leon, jangan kasar padanya. Aku baik-baik saja, hanya mual dan lemas. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan." Jasmine menarik lengan kimono tidur Leonardo, sangking khawatirnya pria itu tak sempat berganti pakaian.

"Baik apanya?! Kau sampai lemas!! Sudah ku bilang makan yang banyak!! Apapun akan ku berikan padamu! Apapun yang kau inginkan!! Kenapa begitu susah?! Apa yang begitu susah sampai kau sungguh tak bisa menerima segala pemberianku?! Bahkan sampai makanan sekali pun!!" Leonardo murka. Harga diri Jasmine yang kelewat tinggi membuatnya sebal.

Jasmine tercekat, ia mulai menyadari betapa besarnya rasa cinta saat melihat kekhawatiran terpancar dari sorot mata Leonardo. Walaupun caranya salah, terlalu terbalut dengan obsesi dan kekerasan, jauh di dalam hatinya Leonardo menyimpan perasaan yang tulus kepadanya.

"Siapa namamu?"

"Jasmine."

"Dari kelurga mana?" tanya Alexiana.

"Keluarga Darmanto, petani di desa X," jawab Jasmine tanpa ragu. Alexiana masih melihat keadaan perut Jasmine dengan alat USG. Tak lama Alexiana mengambil sempel urin dan darah Jasmine, lalu bergegas keluar.

"Apa yang terjadi padanya, Na?! Kenapa dia tiba-tiba muntah pagi ini?!" tanya Leonardo tidak sabar. Alexiana menutup korden putih tempat Jasmine berbaring. Ia berjalan mendekati adiknya.

"Apa kau memang seceroboh ini biasanya?" Alexiana mengeplak kepala Leonardo.

"Apa maksudmu?!" Leonardo mengelus kepalanya, hanya kepada Alexiana, Leonardo tak pernah berbasa basi dan mengungkapkan semua isi hatinya tanpa ragu.

"Apa hubunganmu dengan wanita itu, Leon?! Kenapa banyak sekali noda kiss mark di tubuhnya? Kau melakukannya setiap hari? Dasar bajingan gila!! Kau benar-benar kehabisan wanita kah???" Alexiana lagi-lagi mengomeli adiknya.

"Tak perlu berbasa-basi, Na! Katakan apa yang terjadi padanya?!" tanya Leonardo.

"Katakan dulu padaku!! Dia mainan barumu atau sudah resmi menjadi kekasihmu?" desak Alexiana, ia benar-benar tak menyangka adiknya akan membawa seorang wanita ke dalam rumah sakit keluarga. Dalam kondisi yang sungguh sangat susah untuk dijabarkan dengan kata-kata. Badan Jasmine kurus, wajahnya pucat, kurang gizi, kurang tidur, banyak menangis. Sebenarnya Alexiana tahu semua kelakuan bajingan dari Leonardo, hanya saja ia tak pernah menyangka akan sampai separah ini.

"Aku menyukainya, Na. Aku menginginkannya menjadi milikku. Tapi dia selalu menolak, dan sampai menyiksa dirinya sendiri." Leonardo menghela napas, sebagai pria sempurna ia memang telah gagal dalam merawat wanitanya.

"Kau jatuh cinta atau terobsesi padanya?" decis Alexiana. Ia menyahut file case yang disodorkan suster, hasil tes darah dan juga urin.

"Keduanya mungkin."

"Hah ... apa kau tahu apa yang terjadi padanya saat ini?!" Alexiana menghela, ia melirihkan suaranya sembari menunjuk ke arah batang hidung sang adik sambil menatap tajam padanya. Dugaannya tepat, didukung dengan hasil laboratorium.

"Kalau aku tahu untuk apa aku kemari?" Leonardo menampik tangan Alexiana.

Alexiana melipat tangannya di depan dada. Ia menatap Leonardo dengan pandangan setengah mengiba, setengah marah.

"Selamat! Kau benar-benar akan memilikinya karena wanita itu sedang hamil, dia mengandung anakmu."

Mata Leonardo membulat.

Mata Jasmine juga membulat.

"Apa kau bilang? Aku hamil?" Jasmine yang baru saja membuka korden tak sengaja mendengar diagnosa atas kondisi tubuhnya.

"Ya, selamat Nona! Anda sedang mengandung anak dari bajingan ini." Alexiana mengeplak Leonardo dengan file case rekam medis Jasmine. Hasil tes darah maupun urin menyatakan Jasmine positif. Wanita itu tengah berbadan dua.

ooooOoooo

Votteeeeee

Komennya 😘😘😘


Load failed, please RETRY

Presentes

Presente -- Presente recebido

    Status de energia semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Pedra de Poder

    Capítulos de desbloqueio em lote

    Índice

    Opções de exibição

    Fundo

    Fonte

    Tamanho

    Comentários do capítulo

    Escreva uma avaliação Status de leitura: C46
    Falha ao postar. Tente novamente
    • Qualidade de Escrita
    • Estabilidade das atualizações
    • Desenvolvimento de Histórias
    • Design de Personagens
    • Antecedentes do mundo

    O escore total 0.0

    Resenha postada com sucesso! Leia mais resenhas
    Vote com Power Stone
    Rank NO.-- Ranking de Potência
    Stone -- Pedra de Poder
    Denunciar conteúdo impróprio
    Dica de erro

    Denunciar abuso

    Comentários do parágrafo

    Login