*Flashback*
Pramono baru pulang dari kebun. Ia mengurus kebunnya dari pagi. Ia pulang karena ingin segera menikmati makan siang. Apalagi karena ada menantunya yang setiap hari memasak untuknya. Ia menjadi semakin bersemangat.
Saat pulang, ia melihat lelaki di desanya menemui Maisaroh. Pramono yang penasaran pun menghampiri mereka. Karena ingin tahu, apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.
"Pak Pramono, anak Bapak kecelakaan motor," terang orang itu. Setelah mengatakan itu, ia berharap Pramono tidak panik seperti Maisaroh. Jika Pramono panik juga, maka ia akan semakin bingung. Siapa yang mau mengurus Fattah?
"Fattah? Tidak!" pekik Pramono. Ia tidak percaya begitu saja ucapan lelaki di depannya. Namun kabar seperti itu tidak mungkin salah. Orang di desanya bukan orang yang pembohong.
"Maaf, Pak Pramono. Tapi yang saya katakan itu benar. Dia sedang dicarikan kendaraan yang lewat. Semoga ada keajaiban untuk anak Bapak." Lelaki itu menjelaskan dengan sungguh-sungguh, tidak menutup-nutupi semuanya.
Keadaan desa yang terpencil, membuat kendaraan sangat sulit untuk ditemui. Kebanyakan orang desa menggunakan motor butut atau sepeda ontel untuk berkendara. Ada juga gerobak dorong dari kayu untuk mengangkut barang.
Letak rumah sakit pun sangat jauh. Mereka sangat panik ketika mendengar keadaan Fattah yang mengucurkan darah di kepalanya.
"Kamu di rumah saja, Saroh ... jaga Laila. Eh Kamu kenapa?" tanya Pramono yang melihat Maisaroh terus memegang dadanya.
"Sakit ... Pak," keluh Maisaroh. Ia merasakan sakit yang teramat pada dadanya setelah mendengar kabar Fattah yang kecelakaan.
"Kamu istirahat dulu ke dalam." Ia khawatir dengan keadaan menantunya. Walau tidak tahu penyakit yang diderita Maisaroh. Namun ia memperioritaskan anaknya, Fattah.
"Iya, Pak. Aku istirahat dulu. Ya Allah ...." Maisaroh memejamkan matanya. Penyakitnya kambuh lagi sekarang. Rasanya sangat nyeri dan tidak tertahankan.
Maisaroh pun masuk ke dalam rumah untuk istirahat. Sementara Pramono menghampiri Laila yang sedang asyik menanam sayur bayam. Laila tidak mendengar apa yang barusan mereka katakan. Karena Laila berada di samping rumah.
"Ya Nabi Salam 'Alaika ... Ya Rasul Salam 'Alaika. Ya Habib Salam 'Alaika. Sholawatullah 'Alaika ... Asyroqol Badru 'Alaina. Fakhtafat Minhul Buduruu. Mitsla Husnik Maa Ro'aina. Khottu Ya Wajha Sururii ...."
"Bagaimana tega, aku mengatakan kebenarannya pada gadis sepertimu, Laila." Pramono mendengar Laila bersholawat dengan merdunya. Hatinya menjadi pilu saat mendengar sholawat dari Laila.
"Ya Nabi Salam 'Alaika Ya Rasul Salam 'AlaikaYa Habib Salam 'Alaika. Sholawatullah 'Alaika ...."
"Laila ..." panggil Pramono pada gadis itu. Ia tidak mau mengatakan kabar Fattah dulu. Ia masih kecil dan tidak boleh anak itu mendapat berita buruk.
"Iya, Kek?" sahut Laila. Ia menoleh dan tersenyum pada kakeknya.
"Kamu ke dalam jaga Ummi, yah! Kakek mau ada urusan dulu." Pramono mengelus rambut Laila. Memberi senyuman hangat.
"Ummi kenapa, Kek?" tanya Laila dengan polosnya. Gadis itu merasa tenang, kepalanya dielus seperti itu.
"Kamu ke dalam, Laila! Mungkin Ummi lagi sakit perut." Sebenarnya tidak tega meninggalkan Maisaroh bersama Laila. Ia khawatir dengan kondisi menantunya. Tapi ia berpikir bahwa keadaan Fattah lebih mengkhawatirkan. Jadi Pramono lebih memilih melihat keadaan anaknya.
"Iya, Kek," jawab Laila patuh.
"Kakek pergi dulu, Nduk. Ingat, jaga ummi kamu!" perintah Pramono kembali. Ia meninggalkan Laila seorang diri. Membiarkan gadis itu merawat umminya yang sakit.
"Ayo, Pak!" ajak lelaki itu kepada Pramono.
"Iya, kamu di depan!" Pramono mengikuti jalan orang di depannya.
Laila berlari ke dalam rumah menemui Maisaroh. Di dalam rumah, Laila mendapati Maisaroh sedang merintih kesakitan. Laila yang melihat keadaannya pun segera menghampiri Maisaroh.
"Ummi! Ummi kenapa?" tanya Laila setengah berteriak. Ia khawatir dengan keadaan Maisaroh yang tiba-tiba sakit.
"Laila ... tidak Laila, Ummi tidak apa-apa," sahutnya. Ia tidak ingin membuat Laila khawatir karena sakitnya.
Maisaroh tidak ingin membuat Laila khawatir dengan keadaannya. Ia merasakan kesakitan namun ia tidak ingin menyusahkan orang lain. Tapi karena tidak kuat, ia pun terjatuh.
"Ummi!" pekik Laila. Gadis kecil itu segera mengangkat Maisaroh. Ia menidurkannya di tempat tidur. Dengan susah payah, gadis itu mengangkat tubuh Maisaroh yang berat untuknya.
Laila bingung harus melakukan apa lagi. Laila belum mrngerti karena ia masih terlalu kecil untuk memahami semua yang terjadi. Ia bingung melihat Umminya kesakitan.
"As'alullāhal azhīma rabbal 'arsyil 'azhīmi an yassfiyaka," doa Maisaroh. Ia berusaha membaca sampai tujuh kali di hadapan Laila yang masih kebingungan.
"Ummi ... Ummi kenapa?" tanya Laila sambil terisak. Ia tidak tega melihat umminya kesakitan seperti itu. Ia memeluk Maisaroh sambil memanggil-manggil umminya.
"Laila ... ummi tidak apa," elak Maisaroh. 'Sakit Ya Allah,' keluh dalam batin Maisaroh. Maisaroh ingin lepas dari Laila. Karena pelukan Laila malah membuatnya semakin sakit. Namun ia tidak tega melakukannya. Jadi Maisaroh membiarkan Laila seperti itu.
Laila memeluk Maisaroh dan berdoa, "Ya Allah ... sembuhkanlah Ummi Ya Allah ...." Laila menangis di pelukan Maisaroh.
Laila hanya bisa pasrah dengan apa yang terjadi. Maisaroh tidak kuat menahan rasa sakitnya sehingga dirinya tidak sadarkan diri.
"Ummi ..." pekik Laila. Tangis Laila pecah ketika mendapati Maisaroh tidak sadarkan diri. Gadis kecil itu semakin keras menangisnya karena umminya.
Karena rumah Pramono letaknya jauh dari perumahan lain, membuat Laila tidak bisa memanggil siapapun untuk menolong. Saat ini Pramono juga sedang mengurus anaknya, Fattah.
Lama Laila menunggui Maisaroh. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Hingga sore harinya Pramono pulang dengan keadaan lesu. Dalam dirinya sudah tidak memiliki semangat lagi. Ia diantar oleh warga sekitar yang peduli dengan mereka.
"Kakek, Ummi sakit," kata Laila lirih. Laila mendekati kakeknya yang saat itu sedang terlihat murung. Luka di hatinya semakin pilu saat mendengar Maisaroh juga sakit.
"Nduk, kasihan sekali Kamu," lirih Pramono.
Tidak bisa dibayangkan oleh Pramono jika Abinya telah meninggalkan Laila untuk selamanya. Anak sekecil itu harus merasakan kehilangan. Apalagi saat ini Pramono melihat Maisaroh yang tidak sadarkan diri.
"Ummi," sebut Laila. Gadis kecil itu memanggil umminya dengan berderai air mata.
Kemalangan lainnya pun datang. Beberapa orang memasuki rumah itu mengantarkan Fattah yang sudah meninggal dunia. Laila yang melihat orang-orang itu datang, membuatnya keluar dari kamar.
Alangkah terkejutnya Laila ketika ia melihat banyak orang berdatangan. Di sana teronggok mayat yang tertutup kain putih diletakan di dalam keranda.
Laila mendekati dan menangis sejadi-jadinya.
"Itu apa, Kek?" tanya Laila dengan perasaan takutnya. Ia tahu bahwa yang dibawa orang itu adalah mayat. Tetapi Laila belum melihat mayat itu.
"Itu abi kamu, Laila. Dia sudah meninggal," terang Pramono. Ia harus mengatakannya. Ia tidak bisa berbohong kalau Fattah sudah meninggal dunia. Laila harus tahu, orang tuanya telah meninggalkannya.
Pramono telah berjanji pada Fattah, untuk merawat Laila dengan baik. Sebelum meninggal dunia, Fattah telah mengatakan bahwa Laila telah dijodohkan dengan keluarga Redho. Fattah hanya menjelaskan beberapa kalimat pada Pramono. Dan Pramono telah mengiyakan semuanya. Ia akan menjaga dan merawat Laila hingga calon suaminya menjemputnya.
***