_200 tahun lalu_
Kang Dae Jung mondar mandir di halaman rumahnya dengan perasaan gelisah. Di dalam sana istrinya tengah berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Kang Dae Jung bukanlah orang kaya. Ia hanya mampu membayar seorang dukun beranak untuk membantu persalinan sang istri. Sementara bayaran untuk seorang tabib tentu sangat mahal. Hanya para bangsawan yang bisa memanggil para tabib jika mereka sakit. Sebenarnya ada seorang tabib wanita yang biasa menolong persalinan. Namun, tabib wanita itu sangat sombong. Dia tidak pernah mau membantu orang-orang miskin. Dia hanya mau membantu bangsawan dan saudagar kaya.
Tak lama kemudian dukun wanita yang bernama Aerum keluar dengan wajah lesu. Kang Dae Jung langsung menghampiri wanita separuh baya itu.
"Bagaimana istri dan anakku? Me- mereka baik- baik saja kan?" tanya Dae Jung. Aerum menggeleng perlahan. "Anakmu lahir dengan selamat. Namun, Kim Hye Yun istrimu pendarahan dan tidak dapat di selamatkan. Maafkan aku," jawab Aerum lirih.
Kang Dae Jung berlari ke kamarnya. Dan ia mendapati sang istri telah terbujur kaku. Sementara di sampingnya bayi mereka nampak menangis. Perlahan, Dae Jung menghampiri tubuh sang istri. Dikecupnya dahi sang istri. Kemudian, di gendongnya bayi mereka sambil menangis pilu. Namamu Kang Xiang Le. Semoga kelak kau akan secantik dewi bulan. Dan, nasibmu tidak akan seperti ayah dan ibumu," ujar Dae Jung pilu.
Dengan di bantu oleh tetangga dekatnya, Dae Jung pun memakamkan Kim Hye Yun. Seorang tetangga Dae Jung yang kebetulan sedang menyusui dengan sukarela menjadi ibu susu untuk Kang Xiang Lee. Hal itu membuat Dae Jung merasa bersyukur.
Pagi itu, seperti biasa Dae Jung bekerja di pasar sebagai kuli angkut barang. Memang hanya itu pekerjaan yang bisa ia lakukan. Ia tidak pernah belajar menulis dan
membaca seperti para anak- anak cendikiawan dan bangsawan. Pada masa itu, hanya anak- anak yang berasal dari keluarga yang kaya raya yang bisa bersekolah. Hanya anak- anak raja, bangsawan, saudagar kaya dan pedagang. Itu pun di atur berdasarkan golongan-golongannya. Anak pedagang hanya akan bergaul dengan anak pedagang lainnya. Anak saudagar dengan anak saudagar. Anak bangsawan dan anak para pembesar kerajaan tentu saja dengan bangsawan yang lainnya. Maka, yang kaya akan tetap kaya dan yang miskin akan terus miskin.
Namun, saat tengah memanggul sekarung beras, seorang preman pasar dengan sengaja menabrak Dae Jung. Tentu saja beras yang di bawa Dae Jung jatuh, dan malangnya, karung beras itu sobek, sehingga beras itu tumpah. Hal ini membuat saudagar Wok Jien marah besar. Ia langsung menyabetkan pecut kudanya ke tubuh Dae Jung.
"Apakah kau tidak bisa bekerja?! Gajimu sebulan pun tidak akan bisa untuk membeli sekarung beras ini. Kurang ajar!" hardik Wok Jien.
"Ampun, tuanku. Saya tidak sengaja, itu karena Zhou tadi menabrak saya," sahut Dae Jung membela diri.
"Pergi sekarang kau dari hadapanku. Dan, upahmu bulan ini tidak akan aku berikan. Anggap saja itu sebagai ganti rugi, dan kau tidak boleh lagi bekerja di pasar ini! Pergi sekarang juga, pergii!!"
Dae Jung langsung memohon di bawah kaki Wok Jien, namun Wok Jien langsung menendangnya dengan keras. "Kubilang pergi, maka pergilah! Atau kau mau aku menyuruh tukang pukul untuk menyiksamu?!"
Wok Jien langsung melangkah masuk ke dalam tokonya. Sementara Dae Jung hanya mampu menangis pilu. Ia pun bangkit dan berjalan meninggalkan pasar dengan hati yang gundah.
Bagaimana aku akan melanjutkan kehidupan kami, batin Dae Jung pilu. Ia teringat anaknya yang baru di lahirkan beberapa hari. Bahkan, makam istrinya pun masih merah. Dae Jung benar-benar putus asa. Ia berjalan tak tentu arah, dan ia pun memutuskan untuk beristirahat di ujung desa. Sambil menatap hamparan sawah yang hijau Dae Jung berpikir keras. Dan, entah setan apa yang merasuki pikirannya, Dae Jung pun berteriak sekuat tenaga, ia mengeluarkan segala emosinya. Untunglah tidak ada seorang pun yang melihat atau kebetulan lewat di situ.
Dengan penuh rasa emosi dan dendam, Dae Jung pulang ke rumahnya. Ia mengambil sebilah parang dan mengasahnya sampai tajam. Dengan emosi, Dae Jung berjalan setengah berlari kembali ke pasar. Dengan penuh kemarahan, ia lalu mengobrak abrik toko milik Wok Jien. Entah darimana datangnya kekuatan itu. Dae Jung dapat dengan mudah mengalahkan semua tukang pukul saudagar Wok Jien. Wok Jien yang nampak kaget panik melihat para tukang pukulnya sudah tewas di tangan Dae Jung.
Tanpa mempedulikan permohonan Wok Jien, Dae Jung pun menyabetkan parangnya. Setelah Wok Jien tewas, Dae Jung pun mengambil semua uang dan barang berharga dari laci penyimpanan uang milik Wok Jien dan segera pergi.
Dae Jung langsung menuju ke rumah Liu Wen tetangganya yang merawat putrinya."Ini untuk kalian, tolong rawatlah putriku seperti anak kalian sendiri. Jangan pernah mengatakan siapa orang tua kandungnya. Aku akan pergi jauh. Aku mohon, kalian jaga putriku baik-baik," pinta Dae Jung kepada Liu Wen dan istrinya. Ia menyerahkan banyak uang dan juga batangan emas kepada Liu Wen.
"Kalian pergilah jauh- jauh dari sini sekarang juga. Aku akan mengantarkan kalian. Tidak perlu membawa apapun. Uang itu aku rasa lebih dari cukup," ujar Dae Jung lagi.
"Tapi, ada apa ini sebenarnya saudaraku?" tanya Liu Wen.
"Sudahlah, lebih baik sekarang kita pergi."
Liu Wen dan Wang Zhaojun istrinya hanya menurut dan membawa Xia Ling putri mereka sambil menggendong Kang Xiang Lee. Mereka pun meninggalkan desa mereka dan menuju ke desa tetangga. Setelah memastikan Liu Wen dan keluarganya aman, Kang Dae Jung pun pamit pergi.
"Sekali lagi, aku titip putriku pada kalian," ujarnya sebelum pergi. Tanpa ia sadar, dua orang malaikat maut sudah mengikuti langkahnya.
Kang Dae Jung berjalan tak tentu arah. Dia tau, bahwa sekarang ini dia pasti sedang di cari oleh para petugas karena telah membunuh orang. Dengan langkah kaki yang gontai di sertai penyesalan yang dalam Kang Dae Jung berhenti di sisi sebuah jurang dan tanpa berpikir panjang, ia pun melompat ke dalam jurang.
Dae Jung menatap tubuhnya yang sudah berada di dasar jurang dengan hati pilu. Ia menoleh ke kanan dan kirinya. Dua orang berpakaian hitam nampak sedang menatapnya tajam.
"Kang Dae Jung, kami adalah 111 dan 142. Kami malaikat maut yang bertugas untuk membawa jiwamu kepada raja neraka. Ini adalah kehidupan mu yang ke-7 dan, karena kau sudah melakukan dosa maka, kau akan masuk ke dalam kerak bumi. Ke dalam neraka lapis ke-7. Kau akan mengingat semua dosamu sejak kehidupan pertamamu sampai kehidupan terakhir. Dan, kau akan abadi di dalam sana."
Kang Dae Jung hanya mampu diam. Dan kemudian mengikuti kedua malaikat maut yang menjemputnya untuk menjalani hukuman yang abadi.