Sore hari di sawung atau gubuk-gubukan di tengah sawah telah di hebohkan dengan ada berita dikawinkannya Sadiah anak Mang Kurdi dengan anak kampung sebelah. Sadiah memang sudah dikenal oleh seluruh pemuda kampung Parung Lengsir sebagai gadis cantik dengan body yang aduhai di sertai kulit yang putih. Mang gurepes beserta gerombolan mesumnya seperti si Jul, Omed, Cikung, Rahok dan Amud sedang berembuk mempersiapkan rencana edannya. Biasa, mengintip penganten baru lagi begituan.
" Gimana Hok, sudah kamu pantau belum kamar pengantinnya?" Tanya Mang Gurepes kepada Rahok.
" Rebeeees kang, pokoknya sudah saya survey semuanya." Jawab Rahok dengan mantap.
" Mantaaap." Puji Mang Gurepes sambil mengacungkan jempol gedenya ke arah Rahok, dan itu membuat Rahok sedikit mual melihat jempol tangannya yang rada-rada cantengan dan enggak kece itu.
" Amud dan Cikung gimana? Kamu sudah menyiapkan peralatannya belum untuk membuat lobang." Tanya Mang Gurepes kepada Amud dan Cikung yang sedang asik rebutan Pepaya hasil curian.
" Sudah sip semuanya kang." Jawab Amud dan Cikung dengan bangga sambil membusungkan dada tipisnya yang setipis triplek.
" Terus saya dan Omed gimana dong mang?" Tanya si Jul yang merasa belum dapat instruksi dari Mang Gurepes.
" Kamu dan Omed entar malam ikut saya ke tempat pengantenan si Sadiah sambil melihat situasi dan situasa di TKP." Ucap Mang Gurepes memberikan komando kepada Jul dan Omed.
" Loh, kok ada situasi dan situasa mang?" Tanya Omed yang dari tadi diam saja seperti kambing congek.
" Oh... maksudnya situasi disini dan situasi disana Med." Jawab Mang Gurepes sekenanya.
" Oooh. " Cuma kata itu yang keluar dari congornya Omed yang lumayan nauzubileh baunya.
" Berarti semuanya sudah pada ok. Sekarang mari kita santap Pepaya yang baru kita dapat dari kebon Mang Haji Dulah." Ucap Mang Gurepes menutup rapat gelapnya dengan acara makan Pepaya hasil curian bersama-sama. Tetapi,
" Aiiih, kenapa tinggal kulit sama bijinya doang yang tersisa?" Tanya Mang Gurepes yang terkejut melihat pepayanya telah raib, tinggal biji dan kulitnya saja yang berhamburan disana sini.
" He.he.he... sori kang, kami kira enggak ada yang doyan makan pepaya. Jadi langsung kami makan saja semuanya." Jawab Amud dan Cikung, yang mulutnya masih basah bekas pepaya, sambil nyengir kuda.
" Alaaah, dasar rakus. Makan nih sekalian kulit pepayanya. Mubazir tuh buat orang-orang rakus seperti kalian berdua." Semprot Mang Gurepes, Jul, Omed dan Rahok dengan kompak, sambil melempar sisa kulit Pepaya ke arah Cikung dan Amud.
Hari telah berganti hari, hajatan kawinan si Sadiah yang di tunggupun telah datang. Gerombolan edan para pengintip penganten telah siap dengan posisinya masing-masing. Dinding kamar penganten yang sebelumnya telah di pantau Rahok telah di lubangi oleh Cikung dan Amud. Mang Gurepes cs telah ada di dalam tempat hajatan. Sekarang mereka mulai sibuk ngalor ngidul sambil mencomoti setiap makanan yang tersedia di meja hajatan.
Kata mereka,
" Lumayanlah, dengan modal seribu di dalam amplop bisa makan sepuasnya."
Dasar rombongan muka tebal yang tidak tau malu. Acara demi acara telah berlalu hingga akhirnya selesai. Para hadirin dan hadirot pun bubar ke habitatnya masing-masing (hi.hi.hi... emang elu kate badak kali kembali ke habitatnya masing-masing). Suasana hajatan pun sudah mulai sepi. Yang tersisa paling tinggal kerabat kedua mempelai saja yang masih asik ngobrol. Yah, paling yang di obrolin tidak jauh dari pada masalah hama wereng yang sering arisan di sawah atau masalah panen kotoran kambing (dengar-dengar sih kotoran kambing laku dijual). Sementara itu Mang Gurepes, Jul dan Omed masih bertahan di tempat hajatan sambil berSKSD (SKSD:Sikat Kopi Samber Dodol") dengan cueknya. Si tuan rumah pun dibuatnya kebingungan dengan tingkah laku mereka. Kata mereka " mau di usir enggak enak, tapi kalau tidak di usir bisa menghabiskan anggaran belanja negara", dan dengan terpaksa si tuan rumah langsung mengambil inisiatif dengan pura-pura ngantuk dan ijin masuk kedalam rumah dengan alasan malam sudah larut.
" Ah, ini lah saat yang tepat." Ujar Mang Gurepes sambil menarik si Jul dan Omed ke luar tempat hajatan. Sebelumnya mereka pamit dan memberikan ucapan selamat dulu dengan si tuan rumah. Setelah mereka keluar dari tempat hajatan, amud cs telah menunggu di balik pohon nangka di belakang rumah si empunya hajat.
" Eleeeh, lama sekali kalian ini ditempat hajatannya." Dumel Rahok, Cikung dan Amud yang sudah hampir setengah modar di keroyok oleh para nyamuk kampungan itu.
" Sori ah, tadi saya enggak enak sama Mang Kurdi bapaknya si Sadiah. Terus saya di ajakin ngobrol tentang masalah proyeknya dengan serius." Oceh Mang Gurepes, memberikan alasan kepada Rahok, Cikung dan Amud.
" Proyek apa yang kamu bahas dengan Mang Kurdi sampai memakan waktu yang cukup lama?" Tanya Rahok kepada Mang Gurepes hendak tau.
" Oh, biasa. Mang Kurdi membicarakan masalah proyek yang akan di muat di majalah. Nantinya akan ada pemotretan, dan hasil potretnya akan di muat di majalah tersebut." Jawab Mang Gurepes dengan serius. Jul dan Omed menahan tawanya dari balik punggung Mang Gurepes.
" Aduh, saya mau dong kang di ikut sertakan. Siapa tau saja saya bisa ikut terkenal." Celetuk Cikung dan Amud kompak.
" Aduh, jangan deh. Masalahnya ini majalah khusus." Tolak Mang Gurepes bak pimpinan redaksi majalahnya.
" Ah, akang jangan gitu ah. Kalau kami nanti sampai terkenalkan akang juga yang kecipratan enaknya." Rayu Cikung dan Amud.
" Bukannya saya tidak mau, yang jadi masalah majalahnya ini majalah Trubus yang menceritakan tentang tanam-tanaman. Jadi yang masuk kriteria cuma jenis buah buahan dan jenis sayur sayuran saja. Kalau kamu masih tertarik juga nanti saya coba bicarakan ke mang Kurdi, siapa tau saja kamu berdua bisa di stek sama pohon Jengkol dan langsung masuk majalah sebagai contoh persilangan antara Jengkol dengan Jahe busuk." Oceh Mang Gurepes menjelaskan ke Cikung dan Amud sambil cengengesan.
" Sial." gerutu Amud dan Cikung yang merasa telah menanggapi dengan serius ucapan Mang Gurepes tersebut.
Rahok, Jul dan Omed yang mendengar hal tersebut langsung tertawa ngikik seperti kuda ompong.
" Hus... berisik. Nanti kita ketauan sama Mang Kurdi." Celetuk Mang Gurepes sambil mendekatkan jari telunjuknya ke mulutnya yang rada-rada monyong itu.
" Dinding yang mana Kung yang kamu lubangi berdua sama si Amud ?" Tanya Mang Gurepes kepada Cikung.
" Di dinding yang dekat kandang kambing itu kang." Jawab Cikung sambil jari telunjuknya menunjuk ke arah dinding gedek yang berdekatan dengan kandang kambing. Mereka langsung menyerbu kesana sambil mengendap-endap.
" Saya duluan. Kan saya yang paling tua" Protes Mang Gurepes kepada cs nya sambil berebutan untuk mengintip berdahulu.
" Enggak ah mang, saya duluan. kan mamang bisa belakangan." protes Omed kepada mamangnya sambil menarik Mang Gurepes yang baru akan memulai aksinya.
" Enak saja, saya duluan dong. Kan saya sama Cikung yang telah bersusah payah membuat lubang disini. Iya kan Kung!" Protes Amud sambil meminta dukungan dari Cikung. Cikungpun mengangguk menandakan bahwa dia setuju dengan pendapat Amud.
" Alaaah, begitu saja ribut. Lebih baik kita bikin saja lagi beberapa lubang buat mengintip. Kan beres." Celetuk Rahok memberikan saran gilanya, dan saran itu langsung disambut kata setujuh oleh semuanya. Dan mulailah mereka bekerja keras malam itu juga demi menghasilkan lobang intipan yang banyak. Tanpa diketahui oleh mereka, sang mempelai pria merasa curiga dengan suara yang menyerupai orang yang sedang mengerek kayu dari arah dinding kamarnya. Dia langsung mengadukan hal tersebut kepada sang mertua tercinta. Mang Kurdi langsung mengecek dimana asal suara tersebut dengan diam-diam mengendap ke luar rumahnya. Terlihat olehnya segerombolan pemuda edan yang sedang asik membuat lubang di kamar anak dan menantunya.
" Hmmm, ternyata gerombolan pengintip kelas teri. Biar saya kerjain kamu." Ujar Mang Kurdi dalam hati sambil tersenyum lebar. Kemudian dia langsung menemui anak dan menantunya. Mereka langsung berembuk menyiapkan siasat untuk mengerjai para gerombolan-gerombolan pengintip tersebut.
" Kamu paham Jang apa yang Bapak perintahkan ke kamu." Tanya Mang Kurdi kepada Ujang sang menantu tersayang. Ujang langsung menjawab dengan anggukan kepala.
Sementara itu rombongan Mamang Gurepes cs telah menyelesaikan kerjaannya yaitu membuat lubang-lubang intipan baru yang lumayan banyak. Dan sekarang lubang itupun sudah siap untuk diintip. Tak berapa lama merekapun sudah mulai asik dengan lubang yang mereka buat masing-masing.
" Laah, mana penganten barunya? Kok dari tadi yang saya lihat cuma gelap saja." Tanya Cikung dengan resah dalam hati.
" Belum kali Kung. Mungkin saja mereka lagi melakukan pemanasan dulu. Biar HOT gitu." Oceh Amud dengan sabar sambil menggaruk-garuk kakinya yang gatal gara-gara di keroyokin nyamuk. Dan tak berapa lama kemudian terdengarlah suara menyerupai desahan perempuan dari dalam kamar. Mamang Gurepes cs pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Serbu...!!! Ucap mereka dalam hati. Sekumpulan mata pun mulai menempel pada lubang-lubang di dinding kamar yang terbuat dari anyaman bambu tersebut. Tak berapa lama terdengarlah suara gaduh dari mang gurepes beserta cs nya seperti orang yang menahan kesakitan.
" Aduuuuh, mata saya perih." Teriak Mang Gurepes.
" Mata saya juga perih." Teriak si Jul dan Omed. Cikung, Rahok dan Amud pun mengalami hal yang sama. Merekapun langsung lekas-lekas mencari sumber air untuk mencuci mata mereka. Akhirnya, mereka berhasil menemukan sumber air pada sebuah pancuran yang terletak di belakang mushola.
" Makanya jangan suka ngintipin penganten tidur dong. Ini akibatnya. Makan itu air sirih." Cerocos Mang Kurdi yang sekalinya sudah berada di samping mereka. Mereka kontan terkejut dan malu dibuatnya atas kehadiran sang pemilik hajatan. Yang bisa mereka lakukan cuma cengengesan. Guna menghindari caci maki Mang Kurdi, mereka langsung mengambil langkah seribu.
Kabuuuuuuuuuuuuuuuur, teriak mereka sambil lari pontang panting.