Jisoo terpaku memandangi Jennie mengaduk ngaduk makanan tanpa dimakan sedikitpun.
"Jen"
"Apa?" Dingin Jennie
"Makanlah! Apa perlu unnie suapi?"
"Jennie tidak selera makan unnie"
"Apa kau sedang bertengkar dengan anak ayamku?"
Jennie hanya diam.
"Tak apa jika kau tak mau bercerita. Cepat habiskan sarapanmu. Unnie tunggu di mobil ne"
Jisoo bangkit dari duduknya. Mengacak lembut rambut Jennie. Kemudian pergi meninggalkan Jennie dengan aktifitasnya.
Jennie POV
Sejak kemarin aku kehilangan selera makanku. Benar kata Jisoo unnie, Lalisa lah penyebabnya.
Akhir akhir ini aku mencoba untuk tidak terlalu mengekang Lalisa. Aku memberikannya kebebasan dalam hal apapun, termasuk dekat dengan siapapun. Mungkin aku akan menyesali keputusanku itu. Tapi jika ku pikir pikir lagi memangnya aku siapanya Lalisa, melarang larangnya?
"Putri eomma belum berangkat?"
Aku melihat eomma menuruni tangga sudah mengenakan pakaian rapi. Bukankah hari ini eomma akan pergi mengunjungi sahabat lamanya.
"Sebentar lagi eomma. Eomma jadi mengunjungi Tiffanny imo?"
"Iya, eomma berangkat dulu ne" aku merasakan kecupan hangat mendarat di keningku.
"Hati hati di jalan eomma"
Aku memasang wajah cemberut sepanjang perjalanan ke sekolah. Menarik nafas panjang dan memejamkan mata untuk menenangkan pikiranku. Aku sadar jika Jisoo unnie melirik ku beberapa kali, tapi aku mengabaikannya.
Jisoo unnie memarkirkan mobil berjejer dengan mobil milik Lalisa. Sepertinya bocah nakal itu berangkat pagi sekali. Tapi kenapa dia tidak menjemputku?
"Lalisa yang memintaku untuk menjemputmu" Jisoo unnie selalu tau apa yang aku pikirkan.
"Kenapa bukan dia sendiri yang menjemputku?"
"Apa Lili tidak memberitahumu? Dia ada latihan dance"
Sisi lain dari Lalisa yang baru aku ketahui. Lalisa sejak kecil sudah sangat piawai dalam hal menari. Aku sempat terkejut saat pertama kali menemaninya latihan menari. Tubuhnya sangat lentur sekali. Aku bahkan menyebutnya sebagai mesin menari karena gerakannya yang selalu pas dengan irama musik.
"Kenapa pagi sekali unnie?"
"Apa Lili juga tidak memberitahumu? dia akan mengisi festival seni akhir pekan ini"
"Unnie tau dari mana?" Aku cukup terkejut karena Lalisa tidak mengatakannya padaku.
"Kemarin, dia mendaftar ditemani Tzuyu. Eoh, jangan bilang kau cemburu dengan Tzuyu?"
Saat nama Tzuyu terdengar ditelingaku seolah semua moodku pagi ini benar benar hancur.
Aku tidak menjawab pertanyaan Jisoo unnie.
"Tak apa jika kau tidak suka dengan Tzuyu. Tapi unnie minta jangan menjadikan Lalisa sebagai alasannya. Jen ingat Tzuyu hanya sepupu Lalisa. Berbaiklah sedikit kepadanya. Jangan terus terusan menjadi kucing dan anjing" Lanjut Jisoo unnie
Hal yang cukup mengejutkan memang. Bahwa Lalisa dan Tzuyu sebenarnya masih bersaudara.
Sejak kejadian beberapa saat yang lalu. Saat untuk pertama kalinya aku melihat Lalisa sangat akrab dengan Tzuyu dikantin dan kejadian saat aku menuangkan jus jeruk pada baju seragam Tzuyu. Ditambah saat Lalisa menerima ajakan makan malam dengan Tzuyu.
Aku mendiami Lalisa selama seminggu. Apapun yang dilakukannya selalu aku abaikan. Hingga akhirnya Lalisa menceritakan semua kebenarannya. Jika ternyata Tzuyu merupakan sepupu Lalisa, dari keluarga daddynya. Hanya saja Tzuyu yang meminta Lalisa untuk tidak memberitahu semua orang termasuk para sahabatnya.
Sebenarnya semua permasalahan dan kesalah pahaman sudah selesai. Tapi tetap saja aku tidak suka saat melihat Tuzyu berada didekat Liliku.
"Aku kucingnya dan dia anjingnya" jawabku singkat dan pergi meninggalkan Jisoo unnie yang mematung dikursi kemudi.
Sepanjang hari aku berusaha mencari keberadaan Lalisa. Aku hanya ingin memastikan bahwa dirinya baik baik saja.
Istirahat makan siang aku habiskan untuk mencari keberadaannya diantara ribuan siswa siswi yang berlalu lalang. Namun manusia jangkung yang kucari tak kunjung menampakan dirinya. Bisa saja aku mencari tau keberadaan Lalisa lewat Rose atau Yeri. Tapi aku gengsi untuk menyakannya.
"Rojeh, Lili tidak ikut makan siang?" Aku menajamkan telingaku saat mendengar nama Lalisa.
"Lili tadi bilang kalau dia harus menyelesaikan koreo dance-nya. Mungkin sekarang dia masih di ruangan dance"
"Yak Jennie, kau ingin kemana?" Aku mengabaikan teriakan Jisoo unnie.
Saat mendengar ucapan Rose tadi aku merasa khawatir dengan Liliku. Bagaimana bisa dia sampai melupakan makan siangnya.
Aku tidak mau Liliku sakit. Jadi aku berinisiatif untuk membeli beberapa roti dan susu coklat kesukaannnya dan tak lupa menuliskan beberapa kata untuk menyemangatinya.
Langkahku nenyusuri lorong sepi menuju ruangan yang berada ujung. Saat sampai di depan pintu ada rasa ragu yang timbul dalam diriku. Apakah aku harus masuk atau tidak. Jujur saja aku masih kesal dengan Lalisa.
Perlahan ku buka knop pintu. Mataku dengan teliti menelusuri setiap sudut ruangan yang kosong. Jangan kan Lili bahkan satu makhlukpun tak ku temui.
"Lili kemana?" Lirihku.
Tiba tiba saja aku merasakan ada seseorang yang lebih tinggi berdiri disampingku.
"Kamjjagiya" kagetku saat melihat seorang mengenakan topeng menakutkan diwajahnya.
"Mianhae unnie. Ada apa unnie datang kemari?"
Aku masih memegang dadaku karena efek terkejut.
"Apa unnie mencari Lili? Tunggu saja didalam. Sepertinya Lili sedang ke kamar mandi"
"Aku titip ini padamu. Tolong sampaikan pada Lalisa" aku menyerahkan sekatong keresek pada Dahyun, sahabat Lalisa. Dan segera pergi.
Normal POV
Dahyun kebingungan melihat sikap Jennie. Beberapa saat kemudian Lalisa datang dengan wajah yang masih basah dengan air.
"Istirahatlah! Kau sudah bekerja keras sejak pagi tadi" Dahyun menyondorkan kantong keresek pada Lalisa.
"Apa ini?"
"Titipan dari Jennie unnie"
"Gomawo"
Lalisa mengambil sekantong keresek dari tangan Dahyun. Setelah itu ia pergi begitu saja meninggalkan Dahyun yang masih beridiri di ambang pintu.
"Dasar pasangan aneh. Suka sekali meninggalkan orang" Dahyun berjalan sebal menegkor Lalisa dari belakang.
"Kau sedang bertengkar dengan Jennie unnie?"
"Aku tidak tau" Lalisa mengeluarkan semua isi dari kantong plastik.
"Apa ini karena kejadian kemarin?"
"Mungkin" Lalisa mengambil sepucuk surat yang menarik perhatiannya.
"Apa perlu aku bantu menjelaskan kepada Jennie unnie?"
"Tidak perlu" Lalisa mengeluarkan secarik kertas itu.
"Ini juga salahku, karena aku tidak bisa menemanimu kemarin" Lalisa mengabaikan Dahyun. Dan membaca isi surat dari Jennie.
Dear my Lili,
Makanlah! Habiskan! Semangat!
🖤J
Lalisa menyunggingkan senyumnya setelah membaca tulisan Jennie.
"Cool, but sweet" celetuk Dahyun, yang diam diam juga membaca surat dari Jennie.
Lalisa mengambil kotak susu coklat dan meminumnya sampai habis. Lalu memakan 3 potong roti dan meminum habis air putih. Dahyun hanya bergeleng-geleng kepala memandangi Lalisa .
"Aku akan kembali latihan. Apa kau akan tetap disini?" Lalisa bangkit dari duduknya dan mengambil posisi.
"Apa kau menyukai Jennie unnie?" Lalisa menatap Dahyun dari pantulan cermin didepannya.
"Mungkin iya. Mungkin tidak" jawab Lalisa santai.
Lalisa mulai memutar lagu 'swalla' yang akan mengiringi tariannya. Perlahan Lalisa menggerakkan tubuhnya mengikuti irama. Saat lagu dimulai Lalisa menatap dirinya sendiri melalui pantulan cermin. Lalisa menyunggingkan sedikit senyumnya saat mengingat perlakuan manis Jennie kepadanya.
Setelah mengulang dan mematangkan koreonya Lalisa memutuskan untuk pulang lebih awal. Dilihatnya jarum jam rolex miliknya, ternyata sudah pukul 9 malam. Diambilnya handphone dari kantung tasnya dan mengetuk nama Jennie lalu melakukan panggilan. Satu kali, dua kali, dan yang ketiga kali panggilan Lalisa tidak diangkat oleh Jennie.
"Apa Nini sudah tidur? Tidak mungkin. Ini masih terlalu awal untuknya"
Karena khawatir, Lalisa memutuskan untuk melajukan mobilnya memasuki perkarangan mansion keluarga Kim. Susana sangat sepi dan sunyi. Lalisa menekan tombol bel. Sekali, duakali, tiga kali tidak ada response dari si pemilik rumah.
"Apa tidak ada orang? Aku harus coba cara yang Rojeh berikan." Monolog Lalisa.
Tidak habis akal Lalisa menekan kembali tombol bel untuk terakhir kalinya.
"Ting..."
"Paket" teriak Lalisa diakhiri dengan kekehannya.
Saat hendak menekan tombol bel kembali. Tiba tiba saja pintu terbuka menampilkan wajah Jennie.
Jennie POV
Aku mengabaikan banyaknya panggilan dari Lalisa. Ingat, aku masih marah padanya. Aku membuka kulkas mengambil sebotol orange jus dan menuangkannya di gelas. Tiba tiba saja bel berbunyi.
"Bukankah eomma bilang akan pulang tangah malam? Ini bahkan masih pukul 10" batiku.
Aku mendengar bel berbunyi berulang ulang. Mau tidak mau aku menghentikan kegiatanku dan pergi membuka pintu.
"Ting... Paket"
"Paket? Siapa malam malam begini mengirim paket?" Monologku meraih handle pintu dan perlahan membukanya.
Saat aku membuka lebar pintu Lalisa lah yang muncul dihadapanku.
"Annyeong Nini" sapanya menampilkan senyum favoritku.
"Sekarang sudah beralih profesi menjadi kurir? Mana paketnya?"
Aku melihat Lalisa mengangkat tangan kanannya yang menenteng sekotak pizza.
"Bukankah dia tau kalau aku tidak suka pizza. Menyebalkan" batinku
"Aku tidak suka pizza" dinginku
"Ini untuk eomma" jawabnya lugu
"Eomma sedang tidak ada di rumah"
Aku melihat senyum diwajahnya memudar.
"Lalu kenapa masih diam di sini?" Dinginku menatap tajam matanya.
Sebenarnya aku rindu dengan Liliku. Seharian ini aku tidak melihatnya. Tapi aku hanya ingin dia tahu bahwa aku masih marah dengannya.
"Tapi Lili ingin memberikan ini pada eomma" aku melihat Lalisa mengerucutkan bibirnya.
"Kiyowo"
"Sini" aku hendak merebut pizza ditangannya namun Lalisa dengan sigap menghindar.
"Biar Lili bawakan kedalam"
"Yasudah. Terserah kau saja"
Aku mengabaikan Lalisa dan melangkah kembali ke dapur.
"Kau ingin apa?" Teriaku dari dapur
"Lili ingin uyu"
"Mwo?" Mataku terbelalak sempurna mendengar jawaban Lalisa
"Wae? Lili ingin uyu coklat unnie" aku bernafas lega walaupun ada sedikit rasa kecewa.
"Aku kira uyu yang lain" lirihku.
"Ini minumlah!" Aku memberinya segelas penuh susu coklat
"Gomawo unnie"
"Nini?" Lalisa memanggilku
"Hmmm" hanya kubalas dengan deheman
"Gomawo"
"Hmmm"
"Nini?"
"Hmmm"
"Lili bilang gomawo"
"Hmmm"
"NINI" aku segera menolehkan kepalaku saat mendengar nada Lalisa meninggi.
"WAE?" Balasku dengan nada tak kalah tinggi dan memberinya tatapan tajam.
"Ish, Nini" aku melihat Lalisa kembali mengerucutkan bibirnya.
"Kiyowo. Memancing untuk diterkam. Aish, Jennie Kim tahan nafsumu!" Batinku
"Apa Nini sudah makan?" Kenapa bocah ini banyak sekali bertanya
"Aku tidak selera makan" jawabku cuek
"Padahal Lili membawa mandu"
mataku berbinar saat melihat Lalisa mengeluarkan sekantong keresek bening berisi mandu dari dalam bajunya.
"Lili sengaja menyimpannya agar tetap hangat. xixixi"
"Aku sudah kenyang" aku harus tetap pada pendirianku.
"Tidak ada penolakan! Nini tunggu disini! Lili akan ambilkan piring"
Lalisa beranjak meninggalkanku dan beberapa detik kemudian muncul membawa piring dan sumpit. Dengan telaten Lalisa memindahkan mandu kepiring.
"Jjaa. Nini makanlah!" Aku mengabaikan lalisa yang menyondorkan piring penuh mandu dihadapanku.
"Ah Lili lupa" Lalisa menepuk jidad keramatnya lalu meletakkan kembali piring ke meja dan mengambil suapan kecil untukku.
"Aaaaaaaa" aku tertawa dalam hening melihat perlakuan Lalisa.
"Aaaaaaaa" ulangnya lagi.
Karena aku tidak mau mengecewakannya akhirnya aku melahap mandu ditangannya.
"Nyem nyem nyem" Lalisa menirukan suara makanku.
"Apa ini lezat?" Aku menganggukkan kepalaku sebagai jawaban.
"Syukurlah kalau Nini suka. Asal Nini tau ini adalah mandu terakhir setelah Lili berkeliling kesana kemari. Sekalipun Lili harus memohon kepada ahjjumma agar mau membuatkan mandu di saat tokonya sudah tutup. Jadi Nini harus menghabiskannya, ne"
aku melihat ketulusan di matanya. Bagaimana aku bisa tidak jatuh dalam pesona bocah ini jika dia terus saja menguasai pikiran dan hatiku.
Suapan demi suapan masuk kedalam mulutku hingga mandu yang berada di piring habis tanpa sisa.
"Yey, Nini pintar" girang Lalisa yang sukses membuatku tersenyum.
"Karena Nini sudah menghabiskan mandunya Lili akan memberi sesuatu sebagai hadiah. Cepat tutup mata Nini"
Aku hanya menuruti semua yang diucapkannya. Aku menutup mataku beberapa saat kemudian aku merasakan benda kenyal menempel pada bibirku. Lalisa menciumku?
Saat aku membuka mataku pertama yang aku lihat adalah mata coklatnya dengan jarak yang sangat dekat denganku. Iya, Lalisa menciumku untuk pertama kalinya. Walaupun tidak ada lumatan, ini sudah sangat menghancurkan diriku
Aku meraskaan jantungku berdetak tak karuan ditambah aku merasakan ada banyak kupu kupu berterbangan di perutku. Rasa ini, rasa yang hanya aku rasakan saat bersama Lalisa.
Semua rasa kesalku terhadapnya hilang begitu saja.
"Besok besok Lili akan belikan banyak mandu untuk Nini" aku masih diam mematung.
"Nini" aku merasakan seseorang mengguncang tubuhku dan kemudian kurasakan pelukan hangat.
"Mianhae, Lili sudah menolak ajakan makan siang Nini kemarin. Dan juga Lili sudah berdekatan dengan Tzuyu. Mianhae kalau Lili membuat Nini marah" hatiku tersentuh seketika.
Ku balas pelukannya lebih erat. Mencium aroma tubuhnya kuat kuat. Aroma yang membuatku tidak ingin berjauhan dengan si pemiliknya.
"Apa Nini masih marah?" Tanyanya masih memelukku.
Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawaban. Aku tidak ingin pelukan ini terlepas. Aku masih ingin memeluknya lebih lama.
"Nini, kira kira eomma kapan pulang? Lili takut pizzanya dingin" celetuk Lalisa
"Selalu saja mengacaukan suasana" lirihku dan memeluknya semakin erat.
Normal POV
Pagi pagi sekali Lalisa sudah menginjakkan kaki di ruang dance. Ini hari terakhirnya untuk mematangkan koreo dance yang akan ditampilkannya di festival seni besok.
Setelah cukup puas dengan hasilnya Lalisa memutuskan untuk pergi keparkiran menjemput Jennie. Sekaligus Lalisa ingin mempertunjukkan hasil koreonya pertama kali kepada Jennie.
Lalisa segera berlarian menghampiri mobil Jisoo yang baru terparkir di samping mobil miliknya.
"Eoh, unnie sendirian? Mana Jennie unnie" tanya Lalisa saat tidak melihat kehadiran Jennie.
Jisoo terlihat gugup mendapat pertanyaan dari Lalisa. Belum sempat Jisoo menjawab mobil putih datang dan parkir di sebelah mobil Jisoo.
Lalisa membelalakkan matanya saat melihat Jennie turun dari mobil asing. Ditambah ada seorang namja membukakan pintu untuk Jennie.
Tatapan Lalisa dan Jennie bertemu.
Saat Jisoo hendak menjelaskan yang terjadi kepada Lalisa. Lalisa sudah pergi begitu saja. Tanpa satu katapun keluar dari mulutnya.
~to be continued
update setiap hari kamis, stay tuned!
"Li"
"Hmm"
"Lili"
"Hmm"
"LALISA" tegas Jennie meninggikan suaranya.
"Lihat Nini!" Dengan terpaksa Lalisa menolehkan kepalanya menghadap Jennie. Suara tinggi Jennie cukup membuat nyalinya menciut.
"Wae?"
"Namja yang Lili lihat di parkiran tadi namanya Kai. Dia anak dari sahabat eomma. Dia baru pindah ke Korea jadi, eomma menyuruh Nini menemaninya di hari pertamanya. Hanya itu saja" Jennie memberikan tatapan sayu dan mengusap lembut pipi Lalisa.
"Lili kan tidak bertanya" batin Lalisa.
"Nini akan tetap menjelaskan pada Lili. Walaupun Lili tidak bertanya pada Nini" Lalisa membelalakkan matanya terkejut. Ternyata Jennie bisa membaca pikirannya.
"Li-" belum juga Jennie menyelesaikan kalimatnya. Kai datang dan merangkul lengan Jennie dengan manja.
"Jen, aku mencarimu kemana mana dan ternyata kau ada disini" Jennie berusaha melepaskan tautan tangan Kai, tapi usahanya sia sia. Tenaga Jennie terlalu lemah menghadapi seorang Kai.
"Aku permisi dulu" Lalisa yang tidak tahan melihat pemandangan di depan matanya membungkukkan badan dan segera pergi meninggalkan Jennie dan Kai.
Setelah kepergian Lalisa Kai melepaskan tautan tangannya dari Jennie. Senyuman terbaik ia ukir di wajahnya. Berharap Jennie semakin terpesona dengan wajah tampanya.
"Antarkan aku ke ruang kepala sekolah ne" pinta Kai menampilkan aegyo-nya.
Jennie memutar bola matanya malas. Jika saja bukan karena eomma-nya, Jennie tidak mau menuruti permintaan manusia disebelahnya ini. Badan saja yang besar tapi sikapnya masih seperti bocah lebih bocah dari gadisnya. Dengan malas Jennie melenggang begitu saja meninggalkan Kai tanpa sepatah kata.
"Secepatnya kau akan menjadi milikku" lirih Kai memandangi punggung Jennie yang semakin menjauh.
"MIMPI" bisik Lalisa penuh penekanan di telinga Kai.
"Eoh, aku harus ke ruang musik" Lalisa berjalan berlawanan dari arah yang ditunjuknya.
.
Hari festival seni digelar, semua siswa sibuk mempersiapkan penampilan mereka. Termasuk Dahyun yang sedari tadi mondar mandir meredakan gugupnya.
"Li aku takut. Bagaimana jika mereka semua tidak menyukai penampilanku" Dahyun mengguncang tubuh Lalisa.
"Mereka semua pasti akan menyukai penampilanmu, percayalah"
"Tapi Li" Dahyun semakin kuat mengguncang tubuh Lalisa.
"Ting" notifikasi pesan masuk.
Lalisa mengambil handphone di sakunya dan membuka kunci layar. Tertera nama Jennie pada notifikasi pesannya.
"Bukalah!" Gemas Dahyun karena Lalisa tidak kunjung membuka pesan Jennie.
"Bagaimana aku bisa membuka pesan. Jika kau terus mengawasiku" Lalisa diam diam melihat Dahyun dari ekor matanya.
Lalisa merasa risih. Dahyun sedari tadi tidak melepaskan tatapan matanya dari handphone miliknya.
"Hehe, mianhae. Kalau begitu aku pergi dulu. Aku ingin mengambil minum. Apa kau mau?"
"Boleh. Kebetulan aku haus"
Saat Dahyun sudah menjauh darinya Lalisa membuka pesan dari Jennie.
Nini 😾
Baby, hwaiting
Nini tidak sabar melihat penampilanmu
Nini janji akan datang melihat baby 😘
Berikan yang terbaik ne 🤗
Lalisa 🐣
Gomawo unnie
Setelah membalas pesan singkat dari Jennie. Lalisa mengkunci ponselnya dan memasukkannya kembali ke dalam kantong celana.
"Dingin sekali" celetuk Dahyun yang sudah berada di sebelahnya.
"Kemarikan minumnya" Lalisa merebut segelas air dari tangan Dahyun dan meneguknya sampai habis.
"Kau masih marah dengan Jennie unnie?"
"Tak tau"
"Aku sempat melihat dramamu dengan Jennie unnie kemarin. Dan siapa namja di sampingnya? Aku tidak pernah melihat dia sebelumnya"
"Dia Kai. Anak dari sahabat eomma Jennie unnie"
"Wah daebak" dahyun membuka mulutnya lebar.
"Apa gugupmu sudah hilang?" Tanya Lalisa mengalihkan topik.
Ada rasa tidak suka saat Lalisa mengingat kejadian kemarin. Apalagi saat melihat tangan namja itu merangkul lengan Jennie. Dan perkataan Kai yang terus saja terngiang ngiang ditelinganya.
"Yak! Kenapa kau mengingatkanku lagi dengan rasa gugupku. Aku jadi bertambah gugup" bentak Dahyun
"Baguslah"
.
Lalisa mendapat giliran tampil pertama. Dengan percaya diri Lalisa menaiki satu persatu anak tangga dan memposisikan dirinya di tengah panggung. Tidak lama musik pengiring terputar . Dengan lihai Lalisa melekuk lekukkan tubuhnya sesuai dengan irama.
Sorak sorai terdengar bertambah riuh saat Lalisa menjatuhkan tubuhnya kelantai. Melakukan beberapa gerakan yang membuat semua penonton melototkan matanya dan berteriak heboh. Termasuk Jisoo, Irene, Seulgi dan Wendy yang menganga tidak percaya melihat Lalisa bisa menari seperti itu.
"Oh God, she is so hot"
"Damn. The hottest"
"I'm crazy over you"
"How u like that?"
"I'm done"
begitulah kiranya teriak penonton melihat penampilan Lalisa. Tidak ada satupun penampilan Lalisa yang terlewatkan dari teriakan dan tepuk tangan para penonton, termasuk suara para namja yang lebih mendominasi.
Saat musik berhenti terputar Lalisa menyempatkan diri mengedarkan pandangannnya diantara kerumunan mencari yeoja bertubuh mungil kesayangannya. Lalisa menyunggingkan senyuman saat matanya menemukan kerumunan sahabatnya. Tapi senyuman itu segera memudar saat ia tidak menemukan Jennie diantaranya.
Setelah penampilan Lalisa selesai. Jisoo dan sahabatnya menghampiri Lalisa ke belakang panggung dan memberikan selamat atas suksesnya penampilan Lalisa.
Rose yang melihat Lalisa keluar dari panggung langsung menubruknya. Untung saja Lalisa masih bisa menahan tubuhnya sehingga tidak jatuh ke belekang.
"Wow. Kau membuat kita semua gila dengan penampilanmu" kata Rose memeluk erat Lalisa.
"Unnie bangga padamu. Sekaligus terkejut tidak percaya" imbuh Irene memeluk Rose dan Lalisa.
"Unnie juga" Jisoo dan yang lain menyusul ikut berpelukan. Merasakan hangatnya persahabatan diantara mereka.
"Apa Jennie unnie tidak datang?" Pertanyaan Lalisa membuat pelukan terurai.
"Unnie pikir Jennie sudah memberitahumu. Dia mendadak harus menemani eomma-nya. Mungkin dia akan datang telat" Wendy
Kekecewaan, itulah yang Lalisa rasakan sekarang. Tapi kekecewaan itu lalisa sembunyikan dalam dalam. Setidaknya dia masih beruntung karena memiliki sahabat yang selalu ada dan mendukungnya.
"Lili, gwenchana?" Jisoo melihat perubahan raut wajah sesaat Lalisa.
"Li" Irene memegang bahu Lalisa.
"Gwenchana unnie" Lalisa menampilkan senyuman palsunya. Ia tidak mau membuat teman temannya khawatir.
"Lili akan ganti pakaian dulu. Unnie bisa lanjutkan menonton yang lain. Nanti Lili menyusul ne"
Jisoo Pov
Sudah 4 jam setelah kepergian Lalisa dan anak ayamku itu tidak kunjung kembali. Aku mulai mengkhawatirkannya. Tapi aku harus bersikap biasa saja, aku tidak ingin membuat yang lain khawatir.
"Unnie, kenapa Lalisa tidak kunjung kesini" Yeri ternyata juga merasakan apa yang aku rasakan.
"Unnie akan menghampirinya ke ruang ganti dulu ne. Kau tunggu disini dengan yang lain"
Baru saja aku mebalikkan tubuhku, Jennie datang dengan Kai disebelahnya.
"Unnie mau kemana?"
"Jisoo unnie ingin mencari Lalisa. Dia tidak kembali setelah pamit ke ruang ganti" Yeri menjawab pertanyaan Jennie.
"Omo. Kalau begitu aku ikut denganmu unnie"
"Kau disini saja dengan yang lain. Aku akan menghampiri Lalisa di ruang ganti"
"Tapi unnie" aku merasakan tangan Jennie mencengkram lenganku kuat.
"Jen kita disini saja dulu, biarkan Jisoo memastikan keberadaan temanmu. Kau pasti lelah sudah menemaniku seharian penuh" Kai bersuara.
"Diamlah! Jangan ikut campur urusanku!"
"Jen ka-"
"Pergilah! Aku bahkan merasa terganggu dengan kehadiranmu. Mulai detik ini jangan dekat dekat denganku dan jangan jadikan eomma sebagai alasannya" bentak Jennie pada Kai yang sukses menjadi pusat perhatian karena suara keras Jennie.
Melihat pertikaian ini kesempatan bagiku melanjutkan langkahku menuju ruang ganti. Saat sampai di depan pintu ruang ganti Dahyun yang melihat kedatanganku segera menghampiriku.
"Eoh, Jisoo unnie? Ada apa Jisoo unnie datang kemari?"
"Aku mencari Lili. Apa dia ada di dalam?"
"Lili? Dia bahkan sudah meninggalkan ruang ganti setelah penampilannya selesai. Aku melihatnya berlari tergesa gesa. Bahkan dia mengabaikanku saat aku menyapanya. Aku kira dia bergabung dengan unnie dan yang lain" jelas Dahyun panjang lebar.
"Sebenarnya apa yang terjadi" batinku.
"Dia tidak bergabung dengan kami. Karena itu aku mencarinya kesini"
"Mungkin saja Lalisa dengan Jennie unnie. Sebelum Lalisa naik panggung. Lalisa masih sempat bertukar pesan dengan Jennie unnie"
"Jennie?" Aku mengkerutkan dahiku
"Jennie bahkan datang terlambat" lanjutku
"Omo" Aku melihat dahyun kaget mendengar perkataanku.
"Aku kira Jennie unnie datang, dia sudah berjanji pada Lalisa"
"Ya sudah. Kabari unnie jika kau bertemu dengannya ne"
aku memutuskan untuk kembali setelah tidak menemukan Lalisa. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengannya.
Normal Pov
Jisoo dan sahabatnya memutuskan untuk berkumpul di ruang seni.
Setelah kejadian tadi, Jisoo langsung kembali dan mengabari kepada sahabatnya jika Lalisa menghilang.
Sampai matahari akan tenggelam tidak ada satupun yang menemukan keberadaan Lalisa. Bahkan Irene sampai datang ke rumah Lalisa untuk memastikan sendiri apakah Lilinya itu berada dirumah atau tidak. Dan hasilnya pun nihil Irene tidak menemukan Lalisa dirumahnya.
Jennie tidak berhenti mondar mandir sambil menggigiti kukunya. Sudah berkali kali dia mencoba menghubungi Lalisa, tapi tidak ada jawaban. Bahkan Jennie mengirimkan banyak pesan tapi tetap saja hasilnya nihil.
"Lili pasti ada disekitar sini. Mobilnya saja masih ada diparkiran" Wendy
"Yeri pikir begitu. Tapi kita sudah mencarinya di seluruh sudut sekolah dan hasilnya nihil" Yeri
"Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya" Irene mengusap kasar wajahnya.
"Kalian tenanglah, Lili pasti baik baik saja" Seulgi
"Kau bilang tenang?" Bentak Irene pada Seulgi.
Irene sudah jengah melihat kelakuan Seulgi. Saat semua khawatir mencari Lalisa. Hanya Seulgi yang terlihat santai dan asik bermain game di handphonenya tanpa mempedulikan kepanikan yang lain.
"Wae? Kenapa kau marah?" Bentak balik Seulgi. Ia tidak terima saat Irene membentaknya.
Irene menarik nafas panjang. Emosinya sudah memuncak. Di ambilnya hp Seulgi dan dibantingnya menjadi keping keping ke dinding. Semua yang berada di ruangan terkejut terlebih Sulgi.
"Unnie, tenanglah!" Rose yang mengerti keadaan semakin kacau berusaha menenangkan Irene.
Keadaan semakin panas saat Seulgi pergi begitu saja meninggalkan ruangan.
Seulgi POV
"Bisa bisanya dia membanting handphone milikku?" Aku mangacak ngacak rambut frustasi.
Kupercepat langkah kakiku manaiki tangga menuju rooftop dan membuka sebuah ruangan bertuliskan 'awas tegangan tinggi'.
"Brakk" suara pintu yang kubanting dengan kasar
"Bisa kalem tidak?" Aku segera mencari sumber suara. Dan kutemukan seorang yeoja duduk di sofa menopang dagu dengan lututnya.
"Diam! Aku sedang tidak ingin bicara" aku mendudukkan diriku di sebelahnya.
"Ya sudah. Lili diam saja" Lalisa memeluk lututnya dan memejamkan matanya.
"Kau kenapa ada disini?" Aku melakukan hal yang sama dengannya. Memeluk lututku dan memejamkan mataku.
"Lili hanya ingin sendiri. Tapi jika unnie ingin menemani juga tak apa"
Kami menghelas nafas panjang bersamaan.
Dari awal aku sudah tau dimana bocah nakal satu ini berada. Aku memang berniat tidak memberitahu yang lain. Aku ingin memberikan privasi pada Lalisa. Jika dia sedang dalam masalah atau sedih dia akan menjauh dari keramaian. Dan tempat ini adalah satu satunya tempat yang menjadi pelariannya.
Saat Lalisa dalam kondisi dan mood yang buruk dia akan berdiam diri seharian disini sampai kondisi dan moodnya membaik. Lalisa tidak ingin menyakiti orang disekitarnya karena mood buruknya, jadi dia akan menyegel dirinya sendiri disini.
"Semua orang mencarimu karena kau tidak kunjung kembali" suaraku memecah keheningan diantara kami.
"Mianhae, Lili merepotkan unnie dan yang lain"
"Suasana semakin tidak kondusif saat kau tidak kunjung ditemukan. Termasuk Jennie" aku melihat Lalisa dengan tergesa mengambil handphone dari kantongnya. Saat layar dihidupkan sudah banyak notifikasi pesan dan panggilan tak terjawab.
"Lili lupa kalau handphone Lili masih dalam mode hening" Lalisa mulai menscroll satu persatu notikasi pesan yang penuh dengan nama Jennie.
Aku terheran saat melihat banyaknya pesan Jennie yang belum terbaca.
"Apa Nini tidak mengabarimu bahwa dia tidak bisa datang lebih awal ke festival" Lalisa menggeleng gelengkan kepalanya.
Berarti Lalisa belum membaca semua pesan Jennie. Jika Lalisa marah hanya karena Jennie tidak bisa datang melihat penampilannya itu sedikit tidak masuk akal. Karena yang aku tau Lalisa bukan seseorang yang mudah sensitif.
"Li"
"Hmm"
"Apa kau merasa kecewa dengan ketidak hadiran jennie?"
"Sedikit"
"Lalu kenapa kau ada di sini?" Lalisa tida menjawab pertanyaanku. Dia semakin sibuk dengan ponselnya. Membuka galeri dan menunjukkan sebuah foto padaku.
"Dari mana Lili mendapatkannya?" Mataku terbelalak saat melihat layar handphone Lalisa. Lalisa menunjukkan padaku foto di ponselnya. Yang mana foto itu adalah swafoto Jennie dan Kai. Aku ingat dari pakaian yang mereka kenakan di foto sama dengan pakaian yang mereka kenakan tadi.
"Tzuyu yang mengirimnya. Kata Tzuyu dia mendapatkannya dari temannya" jawab lesu Lalisa.
Aku meraskan jika ini akan semakin rumit. Yang aku tau Jennie tidak pernah berkata bohong. Tapi dari foto itu jelas itu bukan editan. Berarti Jennie tidak menemani eomma-nya, tapi menemani Kai. Apa yang sedang Jennie sembunyikan?
"Unnie, Lili tidak tau apa yang sekarang Lili rasakan. Tapi Lili merasakan ini begitu sakit dan sesak" Lalisa menunjukkan dadanya
"Lili juga tidak tau ini semakin sakit jika Lili mengingat Jennie unnie" aku mengelus bahunya. Aku tau dia sedang merasa tidak baik baik saja saat ini.
"Apa Lili tidak suka saat melihat Nini dengan orang lain?"
"Ani. Lili hanya tidak suka saat melihat Jennie unnie dengan namja itu saja"
"Kenapa?"
"Tidak tau. Lili kemarin tidak sangaja mendengar Kai berkata 'secepatnya kau akan menjadi milikku' kata kata itu seakan terus terngiang di telinga Lili" dan akhirnya bocah ini merasakan cemburu untuk pertama kalinya.
"Apa unnie punya solusi? Lili hampir gila memikirkannya" Lalisa menjatuhkan tubuhnya ke sandaran sofa.
"Jadikan dia milik Lili"
"Apa harus?"
"Sangat. Lakukan secepatnya sebelum terlambat"
"Akan Lili pertimbangkan. Eoh, bahkan Lili saja tidak tau apa yang sedang Lili dan unnie bicarakan" kami tertawa bersamaan.
Awalnya aku ingin mengatakan arti dari semua yang dia rasakan saat ini. Kecemburuan itulah yang dia rasakan saat ini. Tapi aku tidak ingin mengatakannya secepat itu. Karena benar tebakanku bahwa dia masih terlalu polos untuk mengetahui semuanya.
Tidak terasa sudah berjam jam kami mengobrol banyak hal. Lebih tepatnya Lalisa yang bercerita dan aku hanya mendengarkan. Di kondisi seperti ini aku hanya bisa menjadi pendengar baik untuknya. Aku tahu dia butuh tempat untuk mengungkapkan semua isi hatinya.
"Unnie, Lili akan disini lebih lama lagi. Jika unnie ingin kembali. Kembalilah terlebih dahulu dan katakan pada Irene unnie, Jisoo unnie, Wendy unnie, Joy unnie, Yeri, Rose dan Nini kalau Lili baik baik saja" Lalisa mengembangkan senyum terbaiknya.
"Ya sudah kalau itu mau Lili. Unnie tidak akan memaksa jika Lili tidak ingin" aku tau dia pasti butuh waktu untuk memikirkan apa yang kita bicarakan tadi
"Tapi jangan terlalu lama. Lili juga belum makan sejak pagi tadi" aku mengacak poninya asal dan berlali secepat mungkin.
"Yak unnie, poni Lili" teriak Lalisa menggema memenuhi ruangan.
.
Hari semakin larut. Festival sudah selesai dan siswa siswi sudah meninggalkan sekolah kecuali Jisoo dan Jennie. Sejak tadi Jisoo membujuk Jennie untuk pulang bersamanya tapi Jennie menolak. Dia ingin tetap tinggal disekolah menunggu si pemilik mobil kuning di sebelahnya menampakkan dirinya.
"Jen, kau harus memberi Lili ruang seperti yang Seulgi katakan. Besok cobalah bicara dan jelaskan semuanya" Jisoo menggenggam lembut jari jemari Jennie.
Jennie tambah terisak saat mengingat cerita Seulgi. Setelah Seulgi mengobrol cukup lama dengan Lalisa. Seulgi memutuskan kembali dan menceritakan yang terjadi kepada Lalisa pada sahabat sahabatnya. Termasuk foto yang Lalisa tunjukkan padanya.
Semua terlihat terkejut mendengar cerita Seulgi dan langsung meminta penjelasan kepada Jennie. Jennie akhirnya menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi.
Jennie terpaksa berbohong kepada semua sahabatnya termasuk Lalisa jika dia harus menemani eommanya. Sebenarnya Jennie pergi menemani Kai berkeliling kota kelahirannya karena eommanya yang menyuruh. Jennie tidak mengatakan kebenarannya karena ia tidak ingin mengecewakan Lalisa terlepas kejadian kemarin.
Dan swafoto itu, Kai yang memaksa Jennie untuk mengambil swafoto bersamanya. Kai beralasan bahwa itu hanya sebagai bukti untuk dikirimkan pada eommanya. Tapi ternyata swafoto itu Kai unggah kemedia sosialnya.
"Eoh Jennie, kenapa belum pulang?" Suara Kai mengalihkan perhatian Jisoo dan Jennie.
"Kenapa matamu sembab? Apa kau baru saja menangis?" Kai memberanikan diri mendekat pada Jennie dan mengarahkan tangannya pada wajah Jennie yang sedang menunduk.
"Pergilah!" Parau Jennie menepis tangan Kai kasar.
"Aku akan mengantarkanmu pulang"
"Tidak usah" tolak Jennie
"Jennie pulang bersamaku" Lalisa tiba tiba muncul dari belakang Jennie, merangkul bahu Jennie.
Lalisa memberikan tatapan tajam pada Kai. Air mata jennie turun semakin deras saat mendongak dan melihat wajah yang dirindukannya.
"Pulanglah! Jennie akan pulang bersamaku!" Tegas Lalisa membawa Jennie masuk ke dalam mobilnya dan berlalu begitu saja.
Jisoo hanya terpaku melihat drama didepan matanya.
"Siapa dia?" Tanya Kai pada Jisoo.
"Lalisa Manoban" setelah menjawab pertanyaan Kai Jisoo memasuki mobilnya dan melajukan mobilnya meninggalkan area sekolah.
Lalisa melajukan mobilnya dengan kecepatan normal. Jennie terus saja menatap wajah Lalisa tanpa berkedip sama sekali. Ingin rasanya ia meminta maaf dan menceritakan semua kebenarannya. Namun mulutnya seakan bungkam dan tidak sanggup mengucap barang satu katapun.
"Nini tunggu disini sebentar ne" tanpa Jennie sadari mobil yang Lalisa kendarai sudah terparkir di halaman kedai es krim langganan Lalisa. Tidak lama kemudian Lalisa kembali membawa 2 es krim di tangan kanan dan kirinya.
"Yang coklat untuk Lili dan yang vanilla untuk Nini" senyum manis Lalisa mengembang membuat Jennie kehilangan sadarnya. Bagaimana bisa dia membohongi seorang setulus dan sebaik Lalisa.
"Kalau Nini tidak mau, Lili akan makan semua" Jennie mencengram lengan Lalisa kuat. Tiba tiba saja matanya mengalirkan air dengan derasnya.
"Mianhae, hiks... hiks..." Jennie disela isak tangisnya
"Uljima" Lalisa memindahkan semua eskrimnya di tangan kanannya. Dan membawa tangan kirinya menghapus air mata Jennie yang membasahi pipi mandunya.
"Mianhae" Jennie semakin terisak dalam tangisnya.
"Nini, hei. Uljima" Lalisa membawa Jennie kedalam dekapannya. Mengelus punggung Jennie lembut. Membiarkan Jennie menangis lama dalam pelukannya.
Sekitar 10 menit Jennie sudah berhenti menangis. Es krim yang Lalisa beli sudah ia buang karena mencair.
"Lili, Nini mau pangku ya" Jennie menampilkan aegyo-nya pada Lalisa
"Tidak bisa Nini. Lili berkendara"
"Yasudah kalau tidak mau" Jennie membuang mukanya.
"Kenapa jadi menggemaskan seperti ini setelah menangis" batin Lalisa melihat Jennie bersedekap menghadap luar jendela.
"Ya sudah sini" Lalisa memposisikan kursinya agar nyaman untuk Jennie.
Tidak perlu waktu lama Jennie sudah duduk di pangkuan Lalisa ala bridal style dengan menopangkan kedua kakinya di kursi sebelahnya dan menjatuhkan kepalanya di dada Lalisa tangannya ia biarkan lingkarkan pada pinggang Lalisa.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Jennie hanya diam saja mendengarkan detak jantung Lalisa. Mungkin kedepannya ini akan menjadi irama favoritnya. Lalisa? Dia sedang fokus mengendarai mobilnya dengan sedikit kesusahan
"Lili, mianhae. Nini sudah membohongi Lili" Jennie mendongakkan kepalanya menatap si pemilik rahang tegas itu.
"Hust, tidak perlu meminta maaf. Nini tidak bersalah" jawab Lalisa. Fokusnya masih menatap jalan didepannya.
"Lili, mianhae" ulang Jennie
"Apa ini hobi baru Nini?"
"Hobi baru?"
"Iya, hobi baru Nini, Meminta maaf terus menerus" Lalisa menekan nekan pipi gembul Jennie dengan jari telunjuknya.
"Aishh, Lili" rengek Jennie membuat Lalisa terkekeh.
"Nini serius, mia-" belum selesai jennie mengucapkan kalimatnya Lalisa meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Jennie.
"Husstt. Nini tidak melakukan kesalah apapun. Jadi berhenti mengatakan itu. Lili tidak suka" Lalisa memberikan tatapan lembut pada Jennie. Kebetulan ia sedang terjebak lampu merah.
"Kalau begitu Nini tidak akan mengataknanya lagi. Dan Nini akan meralatnya" Lalisa mengernyitkan dahinya bingung.
"Saranghae"
"Mwo?" Pipi Lalisa perlahan merona.
"Apa Lili suka mendengarnya? Bukankah ini lebih baik?"
"I i iya" gugup Lalisa mengalihkan perhatiannya pada jalanan didepannya. Untung saja lampu sudah berubah menjadi hijau.
Jennie tertawa hening saat melihat Lilinya salah tingkah. Apa lagi pipinya yang memerah dan detak jantungnya yang terdengar sangat kacau dan lebih kencang dari sebelumnya. Jennie memejamkan matanya lebih erat dan merasakan detak jantung Lalisa yang berdetak tidak normal
~ to be continued
update setiap hari kamis, stay tuned!
Você também pode gostar
Comentário de parágrafo
O comentário de parágrafo agora está disponível na Web! Passe o mouse sobre qualquer parágrafo e clique no ícone para adicionar seu comentário.
Além disso, você sempre pode desativá-lo/ativá-lo em Configurações.
Entendi