Pembicaraan semalam begitu panjang, bahkan terlupa oleh Krisnanda perihal pesan yang dia kirim kepada Sonya. Pagi, terbangun karena Aditya yang mengetuk pintu kamar begitu keras untuk membangunkannya dan mengajaknya lari pagi. Dia memeriksa handphonenya, ternyata Sonya belum juga membalas pesannya. "Apakah dia sesibuk itu?" pikirnya. Mencuci muka, bersiap kemudian keluar. Aditya sudah menanti di depan rumah sambil melakukan beberapa pemanasan kecil.
Udara pagi di sana begitu segar, semilir angin terasa begitu sejuk. Lingkungannya masih asri, taman yang menghijau, tampak beberapa jenis bunga bermekaran. Mengundang kupu-kupu dan lebah untuk lebih lama berdiam, menikmati keindahannya. Sepertinya, Aditya melakukan lari pagi setiap hari, terlihat jelas dari begitu ramahnya dia disapa dan menyapa setiap orang yang dia temui. Bukan hanya mereka berdua, ada beberapa orang lainya yang juga berolahraga pagi ini. Ada yang memilih bersepeda, bersenam, bahkan di satu sisi nampak sepasang suami istri berusia lanjut yang berjalan bersama sambil bergandengan tangan.
Setelah sekian putaran, mereka akhirnya pulang. Sarapan sudah menanti di rumah. Sepanjang perjalanan mereka, Aditya masih terus mencoba mencari tahu alasan Krisnanda sesungguhnya. Tetapi, lagi-lagi tidak menemukan jawaban. Walau masih menjadi misteri, melihat sekian perubahan dari Krisnanda sudah cukup membuatnya bahagia, "Dia banyak berubah," katanya dalam hati. Setelah sarapan, baik Krisnanda ataupun kawannya langsung kembali ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri.
Terasa sangat menyegarkan setelah membersihkan diri. "Kira-kira udah dibalas belum ya?" pikir Krisnanda. Sekali lagi dia memeriksa handphonenya, ternyata Sonya sudah membalas pesannya, bahkan menelpon beberapa kali.
"Kris, maaf ya pesanmu baru aku balas. Aku ada kegiatan di kampus, nggak sempat ngecek handphone. Terus sampai rumah aku langsung tidur," jelas Sonya.
Lega rasanya mendapat balasan dari Sonya. "Ternyata benar dia sibuk. Sampai nelpon beberapa kali lagi," ucap Krisnanda, senyum merekah di bibirnya.
"Iya, nggak apa-apa. Aku tahu kamu nggak mungkin mengabaikan pesanku gitu aja, pasti ada alasannya," balas Krisnanda.
Selang beberapa menit, Sonya menelpon. Ketika Krisnanda menjawabnya, dia meminta maaf lagi, merasa tidak enak karena tidak menjawab pesan Krisnanda untuk waktu yang cukup lama. Krisnanda hanya tertawa, berusaha meyakinkannya bahwa itu bukanlah masalah. Sonya akhirnya lebih tenang, dia pun ikut tertawa. Menanyakan bagaimana liburannya, bagaimana musim gugur di Melbourne. Sonya belum mengetahui bahwa Krisnanda berada di kota yang sama dengannya.
"Sonya, aku mau ngasih tahu kamu sesuatu," ucap Krisnanda.
"Oh iya, apa Kris?" tanya Sonya.
"Aku nggak lagi di Melbourne, aku udah liburan dan sekarang aku di Surabaya," jelasnya.
Sonya terkejut, dia terdiam. Tidak sepenuhnya percaya, tetapi dia begitu bahagia.
"Serius Kris? Kapan sampainya, kamu tinggal dimana?" Sonya menghujaninya dengan banyak pertanyaan.
"Aku sampai kemarin siang, sekarang aku tinggal di rumah teman lamaku. Aku mau ngasih tahu kamu kemarin, tapi kamu nggak balas chatku," jawab Krisnanda.
"Iya, maaf Kris," jawab Sonya. "Ada saja kejutan dari kamu, Kris," gumannya.
Mereka berbincang cukup lama, bercerita ini dan itu. Krisnanda juga mengajaknya untuk bertemu dan sepakat esok adalah harinya. Seperti biasa, perbincangan mereka seakan tidak memiliki ujung, mereka tidak pernah kehabisan topik. Tidak pula pernah terasa membosankan. Ketika jarak yang menghalagi temu, hanya perbincangan ini yang bisa membunuh rindu. Begitu seru pembicaraan mereka, Krisnanda tidak menyadari Aditya berdiri menguping di balik pintu. Sesaat setelah Krisnanda selesai menelpon, Aditya langsung berlari menuju dapur, berpura-pura menyeduh teh. Krisnanda datang menghampirinya.
"Dit, gue mau nanya sesuatu," ucap Krisnanda.
"Nanya apa?" jawab kawannya.
"Loe tahu kampus XXX nggak?" tanya Krisnanda.
"Oh, kampus itu, gue tahu kok. Nggak jauh dari sini," jelas Aditya.
"Iya bro, ngomong-ngomong gue boleh minjem motor nggak?" tanya Krisnanda lagi.
"Pasti loe mau jalan-jalan sama cewek kan?" tebak Aditya.
"Nggak kok, gue cuma mau jalan-jalan sekalian beli sesuatu," berusaha mengelak.
"Nggak usah bohong, gue dengar kok loe telponan sama cewek tadi. Ternyata Krisnanda yang dingin, sekarang udah punya pacar ya," goda Aditya.
"Nggak kok, dia cuma teman biasa," jawab Krisnanda ragu.
"Iya, gimana loe aja Kris. Tapi gue senang lihat loe yang sekarang. Bagi gue loe banyak berubah dan itu bagus. Siapapun cewek itu, dia hebat, gue salut banget sama dia. Dia bisa buat loe berubah, tetap kaya gini bro ya," ucap Aditya membuat Krisnanda terdiam.
"Oh ya, motornya pake aja. Tapi inget bawain gue oleh-oleh besok ya," kata Aditya kemudian.
"Iya, tenang aja bro, terimakasih ya."
"Iya, sama-sama."
Krisnanda mungkin tidak menyadari, tetapi lain halnya dengan orang-orang di sekitarnya. Mereka mulai menyadari perubahan demi perubahan dalam diri Krisnanda. Dia lebih ceria, walau terkadang masih bersikap dingin. Dia lebih terbuka, lebih sering tertawa dan tersenyum. Siapapun akan berkata, "Tetaplah seperti ini Krisnanda, jangan pernah berubah."