Emery meletakkan wajahnya dan menggunakan surai kudanya sebagai bantal. Telinganya terasa penuh dengan suara tak-tik-tuk sepatu kuda yang memekakkan telinga, sementara kulit dan tulangnya seperti ditusuk-tusuk oleh angin kencang yang sangat dingin. Ia benar-benar tidak mengerti berapa waktu telah berlalu semenjak ia mulai menaiki kuda ini, namun langit sudah gelap dan perjalanannya hanya diterangi oleh cahaya bintang. Perlahan-lahan tapi pasti, genggamannya pada surai kuda itu semakin melonggar, menunjukkan bahwa ia mulai kehilangan kesadaran.
"Ck, ck, ck. Bodoh, bodoh sekali. Bodoh yang tidak tertolong. Nak, kau ini benar-benar bodoh." Sebuah suara tidak asing berbisik dalam pikiran Emery.
Emery hendak mengangkat kepalanya, namun dunia terasa seperti berputar-putar. Ia hanya bisa menggumam lirih. "Sepertinya aku mengenalmu. Siapapun kau, kumohon, tolong aku."