Hanya tersisa dua hari waktu untuk tes para acolyte baru, dan sebentar lagi mereka akan menghadapi penentu apakah mereka bisa tetap berada di sini atau kembali ke dunia masing-masing. Inilah kali pertama Emery merasakan tes seperti ini, sehingga perasaannya bercampur aduk antara ragu dan bersemangat.
Ia memasuki portal dan tiba di sebuah tempat yang penuh dengan pepohonan yang menjulang tinggi. Ada juga akar pohon yang menjalar di atas tanah serta sebuah rawa di belakangnya.
Angin bertiup menciptakan bunyi gemerisik dari dedaunan, diiringi oleh nyanyian burung-burung serta kupu-kupu, kelinci, dan berbagai macam hewan lainnya berlari melewati tempat itu, sehingga Emery sedikit merasa tenang. Jauh di depannya, berdiri sebuah pohon yang sangat tinggi mencapai langit, hingga Emery tidak bisa melihat puncaknya. Di depannya, terdapat sebuah tanda dengan tulisan 'Selamat Datang di Elder's Respite'
Emery berjalan melalui pepohonan menuju ke gedung Institut Tanaman bersama dengan ratusan acolyte lainnya. Saat ia mendekati pohon raksasa itu, ia terkejut melihat setiap helai daun pohon itu jauh lebih besar dari seorang manusia dewasa! Emery memasuki lubang pada batang pohon itu dan melihat banyak sekali tangga-tangga spiral berulir yang rumit, namun beruntung saja, di tengah semua itu ada seseorang yang duduk menunggu di belakang meja.
Saat ia berjalan ke meja itu, Emery mendengar suara tapak kaki dan menoleh. Ia melihat seorang gadis cantik berambut putih panjang, dengan pakaian berwarna biru muda dan kulit yang putih pucat. Kali ini, gadis itu tidak mengenakan tudung, sehingga Emery dapat melihat dan merasakan tatapan intensif mata ular hijau gadis itu.
Emery mengenal gadis itu, gadis yang menjadi topik diskusi kelompok mereka pada saat malam pertama mereka di tempat ini. Silva, acolyte dengan spirit dan battle power tertinggi.
Gadis itu berjalan mendekati Emery dengan langkah yang terlihat lemah gemulai, namun entah mengapa, Emery dapat merasakan gadis itu tidak sedang lengah, bahkan siap untuk menyerang jika Emery berani menantangnya. Akhirnya, gadis itu berhenti di depannya.
Dengan jantung berdebar-debar, Emery berkata. "H-hai, kau ini… S-Silva, kan? Namaku Emery."
Silva tidak bereaksi, ia hanya mendekati Emery dan mengendus. "Kau… Bau-mu berbeda dari yang lain."
Emery mundur selangkah, tidak mengerti apa maksud gadis itu karena tadi pagi ia sudah mandi. Ia tertawa ragu dan bertanya. "A-ada apa? A-apakah ada yang bisa kubantu?"
Emery berusaha menjaga ekspresinya, namun ia gagal dan ketakutannya terlihat jelas. Dalam hati, ia mengutuk dirinya sendiri. Mengapa ia tidak bisa tenang dan santai? Seakan mengetahui isi hatinya, gadis itu kembali berbicara, dan rasa percaya diri Emery semakin hancur.
"Kau… Bau-mu menunjukkan kau lemah." Silva berkata, sembari memandang Emery dari atas ke bawah.
Emery terdiam. Apa maksud gadis ini?
Silva tidak menjelaskan, gadis itu hanya pergi dan menaiki salah satu dari banyaknya tangga di sana.
Emery memandang gadis itu pergi dengan perasaan bercampur aduk antara kesal, sedih, dan tidak terima. Memang, ia lemah jika dibandingkan dengan acolyte lainnya, tetapi ia tidak mengenal gadis itu, untuk apa gadis itu tiba-tiba menghinanya langsung di depannya tanpa ragu? Emery mengusap rambutnya dan lagi-lagi menghela nafas Kelakuan gadis itu membuatnya mengernyitkan alisnya.
Emery memutuskan untuk fokus pada tujuannya kemari dan memutuskan untuk bertanya kepada sosok yang duduk di balik meja tentang apa yang harus dilakukan orang baru di sini. Sosok itu menunjuk ke salah satu tangga besar lurus, tempat di mana batu origin elemen tanaman berada.
Emery segera masuk. Di ruangan itu, sudah ada banyak sekali acolyte yang sibuk berlatih. Mereka semua terlihat lebih tua darinya, dan Emery menyimpulkan dialah satu-satunya acolyte tingkat pertama di ruangan ini. Tidak heran, ini sudah hari keenam dari tujuh hari yang diberikan untuk naik tingkat dan tetap tinggal di akademi magus ini. Sepertinya, semua acolyte sudah berhasil mencapai tingkat kedua dan mereka sudah fokus melatih elemen pilihan mereka.
Emery duduk bersila dan memfokuskan pikirannya pada batu misterius yang melayang-layang di antara sulur-sulur yang menjalar. Jika dilihat sekilas, tidak ada perbedaan antara batu origin elemen bumi, air, dan tanaman. Perbedaan ketiga batu hanya dapat dirasakan dari warna dan aura yang terpancar dari masing-masing batu.
Seperti saat ia berlatih dengan batu origin lainnya, Emery mulai merasakan tekanan dari batu, bersamaan dengan munculnya cairan hijau dari kegelapan pikirannya. Cairan itu terus merambati tubuhnya, menutup seluruh tubuh dan wajahnya hingga ia tidak bisa bergerak dan hanya bisa merasakan nyamannya cairan hangat aneh yang menutupi tubuhnya seperti kepompong itu. Saat ia berusaha menenangkan diri, sebaris kalimat muncul dalam pikirannya.
'Tanaman adalah simbol kehidupan, makhluk hidup yang bertumbuh, bergerak, dan menciptakan nafas hidup untuk seluruh makhluk di sekitarnya.'
Emery merasakan dirinya seakan bersatu dengan cairan itu. Tiba-tiba, cairan itu bergerak-gerak dan membelah menjadi dua, menciptakan sosok yang mirip dengan Emery di depannya. Emery menutup matanya, ia hanya bisa merasakan cairan itu semakin membesar dan membesar.
"Makhluk hidup yang bertumbuh, bergerak, dan memberikan nafas hidup untuk seluruh makhluk di sekitarnya." Emery menggumam, dan sosok di depannya itu ikut menggumam.
Dua sosok itu kembali terbagi, menjadi empat, delapan, dan seterusnya. Emery merasa dirinya semakin menghilang, terbagi dalam ribuan bayangan dirinya itu. Dalam situasi lain, mungkin ia akan sangat ketakutan, namun rasa nyaman dari cairan hijau itu membuatnya tetap tenang. Tiba-tiba, ia kembali terbangun dan menjadi satu lagi.
"Waktu habis." Kata sang magus pembimbing.
Emery berdiri dengan senyum di wajahnya, ia merasa benar-benar nyaman dan senang! Tanpa membuang waktu, ia segera keluar dari ruang batu origin itu, tetapi rasa nyaman yang aneh itu terus mengikutinya. Saat ia mencoba teknik-teknik sebelumnya, ia biasanya merasa panik ataupun stres, namun kali ini sangat berbeda. Emery menunduk dan menatap simbol di tangannya.
Ia tersenyum saat melihat ia hanya membutuhkan dua poin lagi. Tanpa menghabiskan waktu, ia kembali duduk bersila di depan ruangan batu origin untuk mencoba menguasai teknik dasar kultivasi elemen tanaman.
Tidak lama setelah ia duduk, sekelompok acolyte keluar dengan ributnya dari ruangan batu origin tersebut. Emery seperti tidak percaya mereka baru saja melewati latihan setengah hari di institut ini.
Emery bertanya pada seorang wanita acolyte yang baru saja keluar dan sibuk memeriksa tangannya. "Hai, maaf mengganggu, ada apa ini?"
Wanita itu menoleh dan menjawab. "Ada misi baru."